Kita Dipanggil Dalam Relasi Yang Intim Dengan Allah
Pdm. Kasieli Zebua, Minggu, Johor, 12 November 2017
Shalom,
Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup sendiri melainkan hidup berelasi dengan makhluk hidup lainnya bahkan dengan alam sekitarnya. Bagaimana hubungan kita dengan Tuhan?
Alkitab memakai banyak ilustrasi untuk menggambarkan relasi Allah dengan manusia yang sudah jatuh dalam dosa, antara lain: Dia sebagai Pencipta dan kita adalah ciptaan-Nya (Kej. 1:27); Dia adalah Bapa dan kita anak-Nya (Rm. 8:15); Dia sebagai Gembala dan kita domba-domba-Nya (Yoh. 10:14); Dia adalah Tuan dan kita hamba-Nya (Luk. 17:10); Dia menempat-kan diri sebagai Guru dan kita murid-Nya (Luk. 14:26-27); Dia adalah pokok anggur dan kita rantingnya (Yoh. 15:1-3); Dia adalah Kepala dan kita anggota tubuh-Nya (Ef. 5:23,30) dst.
Dari banyaknya ilustrasi yang menggambarkan hubungan Tuhan dengan manusia, gambaran yang paling erat dan intim dilukiskan sebagai hubungan suami-istri seperti tertulis dalam Hosea 2:18-19, “Aku akan menjadikan engkau isteri-Ku untuk selama-lamanya dan Aku akan menjadikan engkau isteri-Ku dalam keadilan dan kebenaran, dalam kasih setia dan kasih sayang. Aku akan menjadikan engkau isteri-Ku dalam kesetiaan sehingga engkau akan mengenal TUHAN.”
Dari ayat di atas, dapat disimpulkan bahwa:
1. Allah yang Berinisiatif Membangun Relasi dengan Manusia.
Umumnya seseorang yang mencari pasangan hidup memiliki kriteria-kriteria tertentu misalnya: dari latar belakang keluarga yang baik, bertanggung jawab, berpendidikan, berpenampilan cantik/ganteng dst. Namun ‘pribadi’ seperti apa yang dipilih Tuhan untuk dijadikan istri-Nya? Hosea disuruh mengawini perempuan sundal (Hos. 1:2) untuk meng-gambarkan kondisi bobroknya umat Israel yang diambil Tuhan untuk dijadikan istri-Nya.
Sejak awal Allah memilih bangsa Israel untuk dijadikan harta kesayangan-Nya (Kel. 19:5) dan melepaskan mereka dari perbudakan Mesir, namun mereka jatuh bangun dalam pemberontakan kepada-Nya. Namun Allah justru mau menjalin hubungan yang intim dengan mereka.
Dalam membangun hubungan dengan manusia (umat Israel), Allah menyatakan bagaimana hubungan dapat terjalin dengan harmonis. Ia mengatakan,
a. Aku akan menjadikan engkau istri-Ku untuk selama-lamanya.
Ketika Allah mengambil inisiatif untuk membangun hububungan dengan umat-Nya, hubungan itu bersifat selama-lamanya, bukan hanya sementara waktu. Allah mem-bangun relasi yang kekal. Bila Allah berjanji, Ia pasti menepati janji-Nya. Tidak seperti kebanyakan manusia yang selalu ingkar dan lupa kepada janji ketika diberkati dalam nikah sehingga mudah sekali melakukan perceraian.
b. Aku akan menjadikan engkau istri-Ku dalam keadilan dan kebenaran.
Relasi ini ditandai dengan keadilan dan kebenaran. Relasi ini saling menguntungkan, saling membahagiakan, saling terbuka dan tetap dalam kebenaran. Hubungan ini tidak saling merugikan sehingga salah satu pihak merasa diperlakukan tidak adil.
c. Aku akan menjadikan engkau istri-Ku dalam kasih setia dan kasih sayang.
Kasih setia dan kasih sayang adalah unsur penting dalam keharmonisan hubungan antara Allah dan umat-Nya. Allah menunjukkan hubungan mesra bukan hubungan penuh percekcokan, ancaman apalagi kebencian.
d. Aku akan menjadikan engkau istri-Ku dalam kesetiaan.
Allah menekankan bahwa Dia membangun hubungan itu dalam kesetiaan. Allah tahu umat-Nya sering tidak setia meskipun Ia datang dengan lemah lembut mau membangun hubungan mesra dan harmonis.
Dapatkah dibayangkan bila suami bersikap baik dan mesra kepada istri tetapi istri cuek bahkan memikirkan laki-laki lain? Pasti hati suami penuh kejengkelan dan kemarahan; itulah yang dilakukan oleh bangsa Israel terhadap Tuhan yang datang hendak mem-bangun hubungan mesra, mereka malah memikirkan berhala. Sungguh, Tuhan maha-kasih, Ia mengambil inisiatif mencari manusia yang makin menjauhi-Nya untuk mem-buktikan kasih setia-Nya.
Kasih Tuhan tidak berubah dari dahulu, sekarang dan selamanya. Ada kalanya hukuman dijatuhkan agar kita ingat bahwa Ia mengasihi kita untuk kembali kepada-Nya.
2. Allah Tidak Kehabisan Cara dalam Membangun Relasi dengan Manusia.
Allah setia pada janji-Nya. Ia tidak pernah mengingkari janji-Nya bahwa Ia menjadikan umat-Nya sebagai istri untuk selama-lamanya; dalam keadilan dan kebenaran, dalam kasih setia dan kasih sayang, dan dalam kesetiaan. Ia terus berusaha menjalin hubungan ter-sebut. Ia tidak pernah kehabisan akal menghadapi manusia berdosa.
a. Allah Membagun Relasi melalui Anak-Nya
Ibrani 1:1-3, Setelah pada zaman dahulu Allah berulang kali dan dalam pelbagai cara berbicara kepada nenek moyang kita dengan perantaraan nabi-nabi, maka pada zaman akhir ini Ia telah berbicara kepada kita dengan perantaraan Anak-Nya, yang telah Ia tetapkan sebagai yang berhak menerima segala yang ada. Oleh Dia Allah telah menjadikan alam semesta. Ia adalah cahaya kemuliaan Allah dan gambar wujud Allah dan menopang segala yang ada dengan firman-Nya yang penuh kekuasaan. Dan setelah Ia selesai mengadakan penyucian dosa, Ia duduk di sebelah kanan Yang Mahabesar, di tempat yang tinggi, ...”
Allah tidak pernah habis akal untuk membangun relasi dengan kita. Jauh berbeda dengan manusia yang memiliki batas dalam menghadapi suatu masalah. Contoh: meng-hadapi anak nakal yang tidak mempan dinasihati berulang kali, akhirnya kita habis pikir dan membiarkan dia berbuat sesuka hatinya (kita tidak lagi peduli).
Ketika Allah berusaha membangun relasi dengan manusia melalui nabi-nabi-Nya tetapi tidak dipedulikan, Ia memakai cara lain dengan datang sendiri melalui Anak-Nya, Yesus Kristus. Apa respons dari manusia? Ia datang kepada milik kepunyaan-Nya tetapi orang-orang kepunyaan-Nya tidak menerima-Nya (Yoh. 1:11).
Bagaimana respons kita bila Tuhan datang kepada kita dan mengatakan bahwa Ia akan menjadikan kita istri-Nya? Apakah kita menyambut Dia dengan hati dingin? Jangan lupa, dalam membangun hubungan erat dengan-Nya, Tuhan tidak tinggal diam tetapi membe-narkan dan menyucikan kita dari perbuatan dosa. Bersediakah kita dibenarkan dan dikuduskan oleh-Nya sebab faktanya hati kita cenderung mengikuti keinginan daging?
b Allah Membangun Relasi melalui Pengurbanan Anak-Nya
Tidak ada relasi tanpa pengurbanan. Apa yang Yesus lakukan agar terbentuk hubungan intim dengan manusia?
Filipi 2:6-8 “...yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah me-rendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.”
Agar terjalin hubungan yang baik dan intim, diperlukan sikap rendah hati. Jika kita merespons dengan sikap sombong, orang tidak akan mau berhubungan dengan kita.
Yesus datang dengan mengosongkan diri-Nya untuk menyelamatkan manusia berdosa. Seharusnya orang berdosa yang datang kepada-Nya mohon pengampunan tetapi justru Ia datang merendahkan diri bahkan mengambil rupa sebagai hamba untuk melayani. Masihkah kita mengeraskan hati menolak tawaran-Nya untuk menjadi mempelai-Nya? Hubungan harmonis tidak akan pernah terjadi bila tidak ada sikap rendah hati tetapi masing-masing mau menonjolkan kehebatannya.
Aplikasi: agar terbentuk hubungan harmonis, kita tidak boleh mencari kepentingan sendiri atau pujian sia-sia; sebaliknya kita menganggap orang lain lebih utama daripada diri sendiri. Kita juga harus sehati sepikir dalam satu kasih, satu jiwa dan satu tujuan (Fil. 2:1-4).
Rasul Paulus memahami relasi yang dibangun oleh Allah melalui pengurbanan Anak-Nya, Yesus Kristus, merupakan suatu rahasia yang besar. Ia berkata bahwa hubungan Kristus dengan jemaat ialah rahasia yang besar. Efesus 5:32, Paulus berkata, Rahasia ini besar, tetapi yang aku maksudkan ialah hubungan Kristus dan jemaat.
Dengan pemahaman inilah, Rasul Paulus memberikan nasihat kepada suami-istri di Efesus, bagaimana mereka seharusnya membangun hubungan yang harmonis sebagai suami-istri. Suami-istri harus meneladani sikap Kristus terhadap jemaat-Nya. Dibutuhkan kerendahan hati untuk dapat memaafkan dan tidak menuntut haknya yang hanya menimbulkan percekcokan. Istri tunduk dan hormat kepada suami sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus.
Jelas sekarang, bila kita memiliki hubungan intim dengan Tuhan dan bersedia dibenarkan dan disucikan oleh darah pengurbanan-Nya, kita dapat membangun hubungan baik dengan sesama. Ingat, selama kita tidak ada hubungan baik dengan Allah, kita akan terus dirundung masalah dengan sesama. Jika hubungan suami-istri selalu tegang karena perselisihan, masing-masing periksa diri jangan-jangan relasi dengan Tuhan tidak baik.
Tuhan memanggil kita untuk masuk dalam keintiman dengan-Nya, apa respons kita? Jangan mengeraskan hati tetapi datanglah secara pribadi dan katakan, “Tuhan, aku memerlukan hubungan intim bersama-Mu”. Amin.