SUNGGUH ORANG INI ADALAH ANAK ALLAH!


Lemah Putro, Jumat Agung, 10 April 2020
Pdt. Paulus Budiono


Salam,

Untuk sementara waktu kita tidak dapat berjumpa satu sama lain dalam ibadah karena COVID-19 tetapi apa pun yang terjadi jangan pernah melupakan pengurbanan yang telah dilakukan Yesus walau sudah berlangsung 2.000 tahun lalu. Dengan kita mengingat kembali, pandangan kita menjadi lebih tepat tetapi kalau apa yang kita ingat keliru, pandangan kita akan melenceng bahkan tidak menutup kemungkinan dapat kehilangan arah. Contoh: kalau kita tidak mengetahui dengan tepat mengapa Yesus mati, pikiran dan pandangan kita terhadap Pribadi-Nya akan keliru.

Tahukah siapa yang menyerukan “Sungguh, orang ini adalah Anak Allah” setelah Yesus mengembuskan napas terakhir? Ternyata pengakuan ini keluar dari mulut satu orang, bukan dari banyak orang, yang tidak disebutkan pula namanya. Siapakah dia? Tiga Injil (Mat. 27:54; Mrk. 15:39; Luk. 23:47) menuliskan bahwa dia adalah kepala pasukan (Romawi) yang mengeksekusi penyaliban Yesus.

Sebagai pimpinan, kepala pasukan Romawi (bukan orang Yahudi) ini bertanggung jawab menunggu proses penyaliban Yesus dari pukul 9 (Mrk. 15:25) dan menderita hebat selama 6 jam hingga kematian-Nya pukul 3 (ay. 34).

Bagaimana mungkin kepala pasukan dapat mengungkapkan kedudukan tinggi dan keberadaan Yesus sebagai Anak Allah? Padahal dia tidak pernah mengenal Yesus sebelumnya dan Yesus sendiri tidak popular saat itu sebab Ia tidak suka menonjolkan/mempromosikan diri supaya dikenal oleh banyak orang.

Kalau begitu bagaimana kepala pasukan ini mengenal Yesus?

Hanya dalam waktu singkat, minimal selama enam jam dia mendengarkan pembicaraan dari banyak orang tentang Yesus antara lain:

♦ Orang yang lewat di sana menghujat Dia sambil menggelengkan kepala mengatakan, “Hai Engkau yang mau merubuhkan Bait Suci dan mau membangunnya kembali dalam tiga hari, selamatkanlah diri-Mu jikalau engkau Anak Allah, turunlah dari salib itu!” (Mat. 27:39-40, Mrk. 15:29-30).

♦ Imam-imam kepala, ahli-ahli Taurat dan tua-tua mengolok-olok Yesus, “Orang lain Ia selamatkan tetapi diri-Nya sendiri tidak dapat Ia selamatkan! Ia Raja Israel? Baiklah Ia turun dari salib itu dan kami akan percaya kepada-nya.” (Mat. 27:41-42; Mrk. 15:31-32; Luk. 23:35).

 

Bagaimanapun juga kepala pasukan ini tidak terjebak main perasaan, dia pasti bertugas secara profesional dan rasional. Setelah mendengarkan komentar dari banyak orang, dia malah percaya dan yakin bahwa Yesus adalah Anak Allah.

Benarkah pengakuan Yesus sebagai Anak Allah hanya ditulis pada ayat-ayat terakhir dari tiga Injil? Tidak. Ternyata pengakuan Yesus adalah Anak Allah sudah muncul jauh sebelumnya, antara lain:

Yohanes Pembaptis memberi kesaksian, katanya, “Dan aku pun tidak mengenal-Nya tetapi Dia yang mengutus aku untuk membaptis dengan air telah berfirman kepadaku: Jikalau engkau melihat Roh itu turun ke atas seseorang dan tinggal di atas-Nya, Dialah itu yang akan membaptis dengan Roh kudus. Dan aku telah melihat-Nya dan memberi kesaksian: Ia inilah Anak Allah. (Yoh. 1:33-34).

Natanael yang awalnya melecehkan Yesus ketika diperkenalkan oleh Filipus akhirnya mengakui Dia adalah Anak Allah (Yoh. 1:45-49).

Petrus menjawab dengan tepat bahwa Yesus adalah Anak Allah yang hidup ketika Yesus bertanya kepada para murid-Nya tentang siapa diri-Nya (Mat. 16:15-16).

Marta percaya Yesus adalah Anak Allah ketika Yesus mengatakan, “Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku ia akan hidup walaupun ia sudah mati” saat menghadapi kematian Lazarus (Yoh. 11:20-27).

Roh jahat yang merasuki orang Gerasa mengakui Yesus adalah Anak Allah Yang Mahatinggi sebelum diusir keluar dari orang tersebut (Mrk. 5:1-7).

Iblis sendiri mengakui Yesus adalah Anak Allah ketika mencobai Dia (Mat. 4:3,6).

♦ Dst.

Introspeksi: sejauh mana kita mengenal dan mengakui Yesus adalah Anak Allah? Apakah pengakuan kita tulus tidak ada kepalsuan seperti sikap Natanael? Atau Allah menyatakan kepada kita seperti dialami Petrus? Atau pengakuan mengandung ketakutan seperti dilakukan oleh roh jahat dan Iblis?

Anehnya, saat Yesus disalib tidak ada satu pun dari mereka yang pernah mengaku Yesus Anak Allah muncul. Iblis juga sangat ketakutan dan tidak mungkin muncul sebab dia tahu kematian Yesus merupakan kekalahan total baginya. Justru kepala pasukan memuliakan Yesus sebagai Anak Allah walau dia tidak tahu latar belakang-Nya. Jelas, Yesus harus mati untuk membuktikan bahwa Ia adalah Anak Allah.

 

Apa motivasi kita mengaku Yesus sebagai Anak Allah? Apakah karena adanya mukjizat kesembuhan, perlindungan dst.? Mindset kita harus berubah karena Yesus tidak suka diperlakukan seperti orang praktik perdukunan. Kita tidak boleh kompromi dengan hal-hal berbau mistis. Contoh: Rasul Paulus tidak tahan mendengar sanjungan dari hamba perempuan yang mempunyai roh tenung dan mengusir roh jahat itu keluar (Kis. 16:16-18).

Selain mendengar olokan dan hinaan dari orang banyak yang ditujukan kepada Yesus, kepala pasukan juga mendengar dengan saksama setiap perkataan yang keluar dari mulut Yesus dan ini membuatnya percaya bahwa Yesus adalah Anak Allah. Apa yang dikatakan-Nya?

 “Ya Bapa, ampunilah mereka sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.” (Luk. 23:34)

Yesus tidak dendam tetapi memberi pengampunan kepada mereka yang mengolok, menghina, menyiksa bahkan menyalibkan-Nya.

Orang Yahudi hanya mengakui Allah yang dapat mengampuni manusia. Itu sebabnya mereka menganggap Yesus menghujat Allah ketika Ia mengatakan, “Hai saudara, dosamu sudah diampuni” kepada orang-orang beriman yang mengusung orang lumpuh di atas tempat tidur dan menurunkan dari atap yang dibongkar tepat di depan-Nya untuk disembuhkan (Luk. 5:18-21)

♦ “Aku berkata kepadamu sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus.” (ay. 43)

Sebagai Anak Allah, Ia memiliki hak memberi pengampunan kepada penjahat yang bertobat dan memberikan iman kepadanya.

♦ “Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku.” Dan sesudah berkata demikian ia menyerahkan nyawa-Nya.” (ay. 46)

 

Yesus memanggil Allah sebagai Bapa-Nya. Yesus pernah mengatakan jangan kita menyebut siapa pun bapa di bumi ini karena hanya satu Bapa kita yaitu Dia yang di Surga (Mat. 23:9).

Allah tidak mungkin mati tetapi Yesus – Putra tunggal Bapa – dalam posisi sebagai manusia dapat mati.

“Ibu, inilah anakmu!” (kepada Maria, ibu-Nya) dan “Inilah ibumu!” kepada Yohanes, murid yang dikasihi-Nya (Yoh. 19:26-27).

Di atas kayu salib terjadi serah terima perlindungan dan pengayoman dalam keluarga.

Sudah selesai. (Yoh. 19:30)

Siapa dapat menyelesaikan semua masalah kalau bukan Anak Allah? Masalahnya, kita sibuk dengan perkara-perkara di bumi dan berusaha menyelesaikan masalah tanpa melibatkan Yesus.

 

Siapa Yesus, Anak Allah, itu sesungguhnya?

♦ Ia tidak muncul di era Perjanjian Baru tetapi sudah ada dalam kekekalan. Ia adalah gambar wujud Allah dan menopang segala yang ada dengan Firman-Nya. Sesudah menyelesaikan penyucian dosa Ia duduk di sebelah kanan Yang Mahabesar di tempat yang tinggi dan mendapatkan Nama di atas segala nama (Ibr. 1:1-4). Dan Allah mengakui Dia sebagai Anak-Nya (ay. 5).

Kepala pasukan ini berani mengambil risiko dipecat bahkan dihukum dengan mengakui Yesus adalah Anak Allah (orang Romawi hanya mengakui kaisar sebagai allah mereka) karena hatinya percaya akan perkataan-perkataan yang diucapkan Yesus.

♦ Ia mengepalai rumah-Nya dan rumah-Nya ialah kita (Ibr. 3:6).

♦ Ia adalah Imam Besar Agung yang turut merasakan kelemahan-kelemahan kita sehingga kita mempunyai keberanian menghampiri kasih karunia Allah untuk mendapatkan pertolongan pada waktunya (Ibr. 4:14-16).

Kita masih membutuhkan pertolongan Allah dan tidak perlu takut menghampiri-Nya. Ia tidak seperti allah agama lain yang perlu diberi sesajen supaya tidak marah. Bagaimanapun juga kita harus bersikap dewasa rohani untuk tidak menyalahgunakan anugerah-Nya.

♦ Ia (manusia Yesus) mempersembahkan doa permohonan dengan ratap tangis kepada Allah yang sanggup menyelamatkan-Nya dari maut dan karena kesalehan-Nya Ia telah didengarkan (Ibr. 5:7). Sebagai Anak, Yesus belajar taat kepada Bapa-Nya dan Ia menjadi pokok keselamatan abadi bagi semua orang yang taat kepada-Nya (ay. 8-9).

Pemimpin pasukan juga menyaksikan jerit ratapan Yesus di atas salib, “Eloi, Eloi, lama sabakhtani?” yang berarti: Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” (Mrk. 15:34)

♦ Ia adalah Imam Besar selama-lamanya menurut peraturan Melkisedekh (Ibr. 6:20).

 

Kita sekarang dapat menikmati Perjamuan Tuhan untuk memperingati kematian Yesus hingga Ia datang kembali (1 Kor. 11:24-26).

Kita harus dewasa rohani (bukan lagi kanak-kanak) untuk memahami ajaran tentang kebenaran (Ibr. 5:13-14) agar tidak mudah dipengaruhi oleh suasana dan kondisi sebab ada orang menjadi murtad setelah diterangi hatinya, mengecap karunia Surgawi, mendapat bagian dalam Roh Kudus kemudian hidup sembrono (Ibr. 6:4-5). Orang semacam ini sama dengan menyalibkan lagi Anak Allah (ay. 6). Berkaitan dengan salib Kristus,

Rasul Paulus menjadi teladan karena memutuskan hanya memberitakan Yesus Kristus yang disalib (1 Kor. 2:2).

Perjalanan hidup rohani kita menuju Yerusalem baru tempat berkumpulnya ribuan malaikat, jemaat anak-anak sulung yang namanya terdaftar di Surga juga Allah dan Yesus, Pengantara perjanjian baru dan darah pemercikan-Nya (Ibr. 12:22-24). Jelas, di Yerusalem baru masih ditandai darah dan tubuh-Nya. Itu sebabnya kita diingatkan supaya tidak menolak Firman Tuhan sementara tinggal di bumi karena ada konsekuensinya (ay. 25-29). Tuhan izinkan adanya kegoncangan (fisik, mental, rohani dll.) di bumi tetapi kita tidak perlu ikut tergoncang selama kita beribadah dengan hormat dan takut serta diperkenan oleh-Nya. Oleh sebab itu jangan membiasakan diri tidak beribadah dan tidak melayani Dia karena ini sama dengan menginjak-nginjak Anak Allah dan menganggap najis darah perjanjian yang menguduskan. Sangat ngeri kalau jatuh ke dalam tangan Allah yang hidup! (Ibr. 10:25-31).

Introspeksi: bagaimana kondisi rohani kita terutama saat ini ketika kita ‘dipaksa’ ibadah mandiri di rumah? Masihkah kita setia kepada-Nya atau kita tidak lagi fokus beribadah karena lebih pusing memikirkan kesulitan hidup?

Bila kita mengakui Yesus adalah Anak Allah yang telah mengurbankan nyawa-Nya demi keselamatan manusia berdosa, kita akan beroleh pengampunan dosa, pemulihan dalam kehidupan nikah dan keluarga dan kita melakukan tugas pelayanan dengan setia hingga Ia menganggap sudah ‘selesai’ dan kita dipanggil kembali oleh Dia untuk menerima upah dari-Nya. Amin.

 

Video ibadah ini dapat disimak di Ibadah Jumat Agung - 10 April 2020 - Pdt. Paulus Budiono.