Sukacita Di Dalam Penderitaan Melayani Kristus

Pdm. Janche Suhatan, Lemah Putro, Minggu, 24 Maret 2019

Shalom,

Umumnya kita bersukacita oleh karena perolehan yang menggembirakan seperti mendapat lotre, hadiah atau menyambut kelahiran anak sekalipun didahului dengan proses kelahiran yang menyakitkan. Cara meresponsnya juga bermacam-macam, misal: tertawa terbahak-bahak kegirangan dan berjoget ria dst. Namun, pernahkah kita bersukacita dalam tangisan sebagai luapan terima kasih? Bagaimana kita meng-ekspresikan rasa syukur kita terhadap pengurbanan Yesus bagi keselamatan hidup kita? Kemudian apa follow-up yang dapat kita lakukan untuk membalas kebaikan dan pengurbanan-Nya? Bila kita yakin beroleh kasih karunia keselamatan dari-Nya, kita tidak akan berpangku tangan dan berdiam diri tetapi pasti berbuat sesuatu karena mengetahui tujuan/sasaran yang diinginkan Tuhan sebab Ia tidak mungkin mem-biarkan kita menganggur setelah diselamatkan oleh-Nya. Ia menginginkan kita pro-aktif untuk melayani-Nya.

Introspeksi: sudah berapa lama kita bergereja? Sudahkah kita berbuat sesuatu bagi-Nya sebagai tanda adanya perkembangan dan pertumbuhan kehidupan rohani kita? Masihkah kita bersukacita meski menderita di dalam pelayanan? Ingat, seberat apa pun pelayanan yang kita hadapi, kita tidak menanggungnya sendiri tetapi Yesus yang telah kembali ke Surga dan duduk di sebelah kanan Bapa tidak santai duduk ongkang-ongkang tetapi berdoa syafaat bagi kita. Sebagai Imam Besar, Ia dapat merasakan penderitaan dan kelemahan yang kita alami (Ibr. 4:15). Itu sebabnya kita tidak perlu kecil hati mengalami kondisi tidak menyenangkan untuk sementara waktu di dunia ini.

Rasul Paulus telah mengingatkan Timotius (juga kita) bagaimana kondisi menjadi pengikut Kristus yaitu setiap orang yang mau hidup beribadah di dalam Kristus Yesus akan menderita aniaya (2 Tim. 3:12). Kita harus menyadari hal ini dan menjalaninya sebab kondisi ini tidak dapat dihindari maupun dimanipulasi. Namun keadaan orang jahat dan penipu lebih celaka karena mereka makin terjerat dengan kejahatan dan mengumbar hawa nafsu (ay. 13) sehingga tidak sempat menerima kuasa pertobatan dari Allah yang mahatinggi. Mereka hidup tak berpengharapan dan tidak ada jalan keluar sementara kita, pengikut Kristus, malah kuat dan diperlengkapi oleh Tuhan sebab Ia tidak pernah meninggalkan kita. Firman Allah akan membentuk kita dalam segala keadaan yang kita alami. Dengan demikian, terjadi gap makin besar antara kita yang berpihak kepada Kristus dengan mereka yang berpihak kepada kejahatan dengan menganiaya Tubuh Kristus. Di sini kita melihat kasih Allah makin nyata berlaku di dalam kehidupan kita.

Apa yang harus kita lakukan menghadapi aniaya dari orang jahat dan penyesat ini? Kita harus tetap berpegang pada kebenaran yang telah kita terima dan selalu meng-ingat orang yang mengajarkannya kepada kita (ay. 14). Ingat, Kitab Suci yang kita kenal sejak kecil memberikan hikmat dan menuntun kita pada keselamatan oleh iman kepada Kristus Yesus (ay. 15).

Introspeksi: sudahkah kita peduli terhadap kehidupan rohani anak-cucu kita dengan memperkenalkan mereka akan Firman Allah sejak kecil? Tentu tidak salah jika mereka mengenal Tuhan setelah besar tetapi kualitas sumber dayanya (SDM) beda meskipun keselamatan yang diterima sama karena Tuhan tidak pernah menyelamatkan sese-orang separuh-separuh. Kesaksian: Si Pembicara mempunyai nenek yang buta huruf tetapi sangat disiplin berkaitan dengan gereja. Sang Nenek sudah siap dengan cam-buk jika cucunya (Si Pembicara) malas ke sekolah Minggu. Menginjak dewasa Si Pembicara lupa sama sekali pergi ke gereja bahkan membencinya karena dianggap-nya siksaan waktu pergi ke Sekolah Minggu. Namun keselamatannya tidak hilang, buktinya saat menghadapi persoalan-persoalan yang tidak terselesaikan, beliau masih ingat Tuhan dan berdoa. Ternyata di alam bawah sadar beliau masih percaya Tuhan mampu menolongnya dalam segala keadaan. Setelah bekerja, Tuhan memanggil beliau kembali dengan cara yang sangat indah melalui perkenalan dengan gadis, anak pendeta, di perusahaan yang sama hingga berakhir menjadi istrinya. Beliau pergi ke gereja Lemah Putro bersama dan mendapat sentuhan Roh Kudus juga didikan Firman Tuhan yang sangat kuat. Semangatnya kembali dikobarkan dan anugerah keselamat-an dari Tuhan diteguhkan hingga sekarang beliau melayani Dia.

Setelah diselamatkan oleh-Nya, Tuhan akan mendobrak hati dan membangkitkan kemauan-kemauan baik untuk melayani-Nya. Dia akan memberikan pekerjaan/kegiatan yang harus kita lakukan juga keikhlasan sehingga tidak muncul omelan, persungutan maupun kemarahan dalam bekerja. Perhatikan, orang yang menerima kasih karunia tidak akan tinggal diam/pasif tetapi berubah hidupnya karena dia tahu apa tujuan hidupnya. Tuhan tidak mungkin membiarkan orang yang diselamatkan-Nya menganggur karena ini bukan rencana-Nya.

Dengan mengenal Kitab Suci sejak dari kecil, kita diberi hikmat oleh-Nya. Apa itu hikmat? Hikmat tidak sama dengan kepandaian duniawi yang dapat diperoleh melalui pembelajaran di sekolah. Hikmat diperoleh dari penguasaan hati yang sinkron dengan pikiran sehingga kita tidak lagi menggunakan naluri atau insting (dimiliki oleh hewan) tetapi memakai hati (nurani) yang terisi oleh Firman Tuhan. Orang berhikmat tidak hidup dengan naluri seperti orang yang tidak mengenal Tuhan; hati nuraninya yang penuh dengan Firman lebih banyak berbicara untuk menuntunnya kepada kese-lamatan oleh iman kepada Yesus Kristus.

Apa fungsi dari Firman Tuhan bagi kehidupan kita? 2 Timotius 3:16 menuliskan:

  • Mengajar,

Jelas, Firman Tuhan mengajar kita berarti orang Kristen harus belajar bukan sekadar mengandalkan bakat. Bakat hanya memberikan kontribusi tidak lebih dari 10%; itu sebabnya manusia perlu belajar agar bakat pemberian Tuhan dapat berkembang maksimal. Perhatikan, orang yang mengandalkan bakat dan tidak pernah belajar tidak akan dapat mengajari orang lain. Contoh: orang yang pintar main musik (autodidak) karena bakat tidak dapat mengajar orang lain karena dia tidak pernah belajar dan tidak tahu teorinya sehingga tidak dapat memberikan tuntunan yang baik. Orang yang diajari disuruh meniru cara dia bermain. Berbeda dengan guru yang dapat menguraikan hal-hal yang tidak dimengerti sebelumnya. Setelah menguasai pengetahuan yang diajarkan, kita dapat mengestafetkan de-ngan mengajar orang lain. Jadi, bakat tanpa latihan tidak akan berkembang.

  • Menyatakan kesalahan,

Orang yang menggunakan naluri akan beda sikap dengan orang yang meng-gunakan nurani. Yang menggunakan naluri akan lari ketakutan ketika diketahui kesalahannya, kalau dikejar akan melawan dalam usaha mempertahankan diri. Beda jika kita menggunakan nurani, kalau tahu salah kita akan bersikap jantan dan mau mengakui kesalahan untuk minta maaf.

  • Memperbaiki kelakuan,
  • Mendidik kita dalam kebenaran akan Firman Allah.

Melalui didikan dan ajaran Firman, kita (kepunyaan Allah) diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik (ay. 17). Orang yang menjadi milik Allah harus dibuktikan dengan perbuatan-perbuatan baik. Ini yang dihendaki oleh Tuhan sebab Ia telah memberikan kita kemampuan, kekuatan, kemauan dan kehendak baik dari-Nya (Flp. 2:13).

Kita diperlengkapi untuk melakukan tugas dari-Nya. Sebelum Yesus ditangkap untuk disalib, Ia berdoa kepada Bapa bagi murid-murid-Nya (juga kita sekarang) karena Ia akan meninggalkan dunia sementara kita masih hidup di dunia agar bersatu, dilin-dungi dari yang jahat, dikuduskan untuk dapat melanjutkan pengutusan yang Ia terima dari Bapa-Nya (Yoh. 17:9-11, 15-19). Bila Yesus mengutus kita yang percaya akan pemberitaan Injil dari para murid-Nya (ay. 20), terlebih dahulu Ia memper-lengkapi kita. Kualitas kita sebelum masuk ke Surga diuji dahulu di bumi. Kita menjadi wakil Allah untuk memberitakan Firman yang sudah disampaikan oleh Yesus.

Jangan kita menderita karena melakukan kejahatan tetapi karena kita mengemban tugas mulia di tengah-tengah orang jahat dan tersesat! Kita tidak boleh membenci, mengutuk atau menghukum mereka sebab sesungguhnya kita dahulu sebelum bertobat juga berkondisikan sama seperti mereka. Hal ini dialami oleh Rasul Paulus; itu sebabnya dia dapat bersukacita menderita dalam pelayanan oleh sebab Kristus (Kol. 1:24). Dia mengalami sukacita sejati karena hati nuraninya terenyuh melihat kebaikan Tuhan berlaku dalam hidupnya sehingga dia dapat mengatakan bahwa dia hidup bukan lagi dia sendiri yang hidup tetapi Kristus hidup di dalamnya (Gal. 2:20). Ilustrasi: Peristiwa ini terjadi di Arab. Ada seorang pangeran, putra raja, melakukan suatu kemaksiatan dengan mengonsumsi minuman keras dll. di dalam istananya. Perbuatannya diketahui dan dilaporkan kepada organisasi yang menjaga kemung-karan di tanah Arab itu. Mereka datang dengan surat tugas untuk masuk ke dalam istana pangeran tetapi petugas keamanan menghalangi mereka. Kemudian ada seorang pemuda mengajukan diri memanjat tembok istana untuk melihat bukti per-buatan pangeran tersebut. Di malam hari, anak pemberani itu berhasil memanjat tembok dan dia melihat dari jendela si pangeran lagi mabuk-mabukan. Malangnya pangeran melihat pemuda ini. Tanpa pikir panjang dia mengeluarkan pistol dan menembak mati anak muda itu. Terbukti dari TKP bahwa pangeran telah menembak pemuda ini. Di Arab berlaku hukum Qisas – darah ganti darah, nyawa ganti nyawa. Hakim menjatuhkan hukuman tanpa pilih kasih, pangeran ini harus mati dipancung. Keluarga kerajaan meminta ampun kepada orang tua pemuda yang mati agar tuntutannya tidak diteruskan. Ayah dari pemuda itu adalah orang miskin tetapi dia tidak tergoyahkan dengan imbalan besar yang ditawarkan. Dia bersikukuh pangeran harus mati untuk membalaskan kematian anaknya. Hari penghukuman tiba, ayah dari pemuda yang mati dihadirkan dan pangeran siap dipenggal. Algojo siap memenggal pada langkah keempat. Mulailah algojo melangkah pertama, kedua, ketiga dan si ayah dari pemuda itu tetap bergeming tetapi begitu algojo melangkahkan kakinya keempat tiba-tiba si ayah tersebut berteriak “Aku mengampuni dia!”. Lebih lanjut dia mengatakan, “Tidak ada satu pun dapat membayar kematian anakku kecuali kematian si pangeran tetapi aku mengikhlaskan dia.” Keikhlasan ini akan membuat pangeran itu berutang seumur hidupnya. Juga supaya pangeran dapat merasakan bagaimana sedihnya jika berdekatan dengan maut supaya nanti di dalam hidupnya dia tidak sembarangan menyakiti orang lain.

Bagaimana perasaan kita saat kita beroleh keikhlasan/kerelaan Yesus menggantikan hukuman mati bagi kita? Sungguh kita berutang seumur hidup kepada-Nya! Itulah yang dialami oleh Rasul Paulus. Sebelumnya, dia adalah manusia ganas, menganiaya bahkan membunuh pengikut-pengikut Yesus. Namun dalam perjalanan ke Damsyik tiba-tiba cahaya dari langit mengelilingi dia sehingga dia rebah ke tanah. Kemudian dia mendengar suara, “Saulus! Saulus! Mengapa engkau menganiaya Aku?” Jawab Saulus/Paulus, “Siapakah Engkau, Tuhan?” Kata-Nya, “Akulah Yesus yang kau aniaya itu.” (Kis. 9:3-5)

Sebenarnya mudah bagi Yesus untuk menghabisi Saulus tetapi Ia masih menyatakan kasih-Nya kepada Saulus dan mau memakai menjadi alat bagi-Nya. Terbukti Yesus, meskipun sudah di Surga, solider dan dapat merasakan penderitaan gereja-Nya yang dianiaya. Bukankah Ia Kepala atas gereja-Nya? Ia tidak akan pernah meninggalkan kita!

Melalui pengalaman hidupnya, Paulus mampu melayani penuh sukacita bahkan peng-injilannya bermutu karena dia berani mengklaim bahwa Injil yang diberitakannya bukanlah Injil manusia karena dia bukan menerima atau diajar oleh manusia tetapi menerimanya oleh penyataan Yesus Kristus (Gal. 1:11-12). Setelah 14 tahun dia muncul di tengah para murid Yesus dan mereka mengaminkan pemberitaan Injil yang disampaikan olehnya. Jelas, Injil yang berpusat pada Alkitab tidak akan pernah menimbulkan konflik bagi siapa pun yang memberitakan.

Perhatikan, kurban Yesus berlaku satu kali untuk selama-lamanya sehingga tidak perlu ditambah atau dikurangi penderitaan-Nya (Ibr. 10:10). Terbukti hukum Taurat hanya bayangan (bukan hakikat) dari keselamatan; itu sebabnya tiap tahun dipersembahkan kurban yang sama (ay. 1) namun justru oleh persembahan kurban setiap tahun, orang diperingatkan akan adanya dosa (ay. 3). Diperlukan Yesus yang menyediakan tubuh-Nya menjadi kurban penebus dosa. Yesus telah menuntaskan tugas-Nya mulai dari menderita hingga mati disalib tanpa perlu tambahan dari siapa pun (ay. 12-14). Dan Ia menaruh hukum-Nya di dalam hati (bukan lagi di loh batu) dan akal budi menjadi nurani di dalam kehidupan anak-anak Tuhan (ay. 16). Ia juga tidak lagi mengingat dosa-dosa dan kesalahan kita (ay. 17).

Rasul Paulus mengalami banyak penolakan dan penderitaan dalam memberitakan Injil tetapi dia tetap bersukacita oleh karena pengalamanannya bersama Tuhan. Dia mengakui penderitaan yang dialaminya masih jauh tidak sebanding dengan derita yang dialami oleh Yesus (Kol. 1:24). Namun dia melakukan tugas yang dipercayakan Allah untuk meneruskan Firman dengan sepenuhnya (ay. 25). Firman yang sebelum-nya merupakan rahasia tersembunyi dari abad ke abad dan dari turunan ke turunan (bnd. Mat. 1:17) tetapi sekarang dinyatakan kepada orang-orang kudus-Nya (ay. 26) sebab Allah mau memberitahukan bahwa Kristus ada di tengah-tengah kita (ay. 27). Bukankah Yesus bertabernakel/berdiam di antara kita (Yoh. 1:14) sebagai puncak kemurahan-Nya? Kita memberitakan Injil dalam segala hikmat untuk memimpin orang kepada kesempurnaan dalam Kristus (ay. 28) sehingga mereka dapat mengenal Dia dengan tepat dan benar serta dapat memahami siapa Allah sebagai bentuk kede-wasaan rohani yang dicapai.

Apa yang telah kita perbuat bagi Tuhan setelah beroleh keselamatan dari-Nya? Ia mau memakai kita setelah diperlengkapi oleh-Nya. Sekalipun harus menderita dalam pelayanan, kita tidak sendirian sebab Ia berdoa bagi kita. Ia juga mendoakan orang-orang yang kita injili untuk beroleh berkat keselamatan juga. Jangan menyia-nyiakan kesempatan yang Ia berikan selagi kita masih hidup sebab mahkota kebenaran telah menanti kita seperti telah diterima oleh Rasul Paulus (2 Tim. 6:6-8). Amin.