Doa Macam Apa Yang Kita Panjatkan?

Pdt. Paulus Budiono, Johor, Minggu, 24 Februari 2019

Shalom,

Bila kita memerhatikan lagu-lagu rohani yang kita nyanyikan, umumnya lirik lagu me-lukiskan pengagungan dan kesaksian tentang siapa Tuhan itu juga mengandung doa permohonan maupun ucapan syukur kita kepada-Nya.

Dalam pola Tabernakel, Surat Kolose terkena pada Mazbah Pembakaran Ukupan. Apa yang menjadi doa Rasul Paulus sebagai penulis Surat Kolose? Kolose 1:9-12 menulis-kan, “Sebab itu sejak waktu kami mendengarnya, kami tiada berhenti-henti berdoa untuk kamu. Kami meminta supaya kamu menerima segala hikmat dan pengertian yang benar untuk mengetahui kehendak Tuhan dengan sempurna sehingga hidupmu layak di hadapan-Nya serta berkenan kepada-Nya dalam segala hal dan kamu memberi buah dalam segala pekerjaan yang baik dan ber-tumbuh dalam pengetahuan yang benar tentang Allah, dan dikuatkan dengan segala kekuatan oleh kuasa kemuliaan-Nya untuk menanggung segala sesuatu dengan tekun dan sabar dan mengucap syukur dengan sukacita kepada Bapa yang melayakkan kamu untuk mendapat bagian dalam apa yang ditentukan untuk orang-orang kudus di dalam kerajaan terang.”

Benarkah kita berdoa hanya pada kebaktian doa yang diadakan pada hari Selasa? Untuk mempelajari Alkitab lebih dalam kita ikut kebaktian Pendalaman Alkitab pada hari jumat sedangkan kebaktian hari Minggu lebih bersifat penginjilan? Jika demikian, mengapa ada pengajaran, penginjilan dan doa dalam Surat Kolose? Bagaimana cara hidup jemaat mula-mula? Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul, dalam persekutuan dan selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa (Kis. 2:42). Dengan kata lain kita tidak boleh memilah-milah bentuk dan macam kebaktian secara ekstrem, misal: dalam kebaktian doa tidak boleh ada penyampaian Firman Tuhan dst. Kita harus menuju pada kedewasaan penuh juga doa, pengajaran serta penginjilan dapat dilakukan tanpa batasan waktu dan tempat. Bukankah ketika membaca sepucuk surat berisikan beberapa halaman berita, kita tidak melupakan halaman pertama meskipun kita sudah selesai membaca halaman kedua? Atau kita hanya membaca halaman yang menyenangkan lalu melewatkan halaman yang kurang/tidak menarik? Jika demikian, kita tidak akan pernah mendapatkan pesan lengkap dari isi surat tersebut. Begitu pula saat membaca beberapa ayat dalam Alkitab, kita harus mem-baca ayat-ayat sebelum dan sesudahnya (seluruh pasal) untuk mengerti maksud, tujuan dan pesan yang Tuhan inginkan dari kita. Jangan ibadah diatur begitu ketat dan kaku sehingga cenderung menjadi ibadah tradisi/agama bukan lagi ibadah yang hidup. Namun jangan pula kebablasan sehingga menyimpang dari kebenaran karena hanya mencomot ayat-ayat yang disukai.

Apa yang dikatakan Rasul Paulus bersama Timotius dalam suratnya di Kolose 1:9-12? “Sejak waktu kami mendengarnya”. Kata “sejak” berarti ada awal/permulaan Rasul Paulus mendengar tentang jemaat Kolose. Paulus tidak pernah bertemu jemaat Kolose muka dengan muka tetapi mengirim Epafras menginjili mereka. Bersama Timotius, Paulus mendengarkan laporan Epafras tentang kondisi jemaat Kolose.

Kemudian Paulus (tua) dan Timotius (muda) mengevaluasi apakah Epafras dapat dipercaya dan terbukti Epafras dapat diandalkan. Nama Epafras hanya disinggung dua kali dalam Alkitab (Kol. 1:7; Flm. 23); ini tidak berarti dia terabaikan. Perhatikan, pendeta-pendeta zaman dahulu lebih banyak menderita dianiaya bahkan dipenjara tetapi sekarang pendeta disanjung luar biasa sehingga jemaat lebih mengagumi pendeta ketimbang Firman.

Dari keseluruhan Surat Kolose (4 pasal), Rasul Paulus menyebut doa sebanyak empat kali, terdapat dalam ayat:

  • Kolose 1:3-4, “Kami (Paulus dan Timotius – Red.) selalu mengucap syukur kepada Allah, Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, setiap kali kami berdoa untuk kamu karena kami telah mendengar tentang imanmu dalam Kristus Yesus dan tentang kasihmu terhadap semua orang kudus,”

Doa Paulus dan Timotius berbentuk ucapan syukur mendengar kondisi iman dan kasih yang dimiliki oleh jemaat Kolose.

Aplikasi: para hamba Tuhan dan full-timers harus peduli dan mendoakan kondisi iman dan kasih yang dimiliki oleh jemaatnya.

  • Kolose 1:9, “Sebab itu sejak waktu kami mendengarnya, kami tiada berhenti-henti berdoa untuk kamu.Kami meminta supaya kamu menerima segala hikmat dan pengertian yang benar untuk mengetahui kehendak Tuhan dengan sem-purna,”

Doa kedua tidak berhenti/stagnan hanya pada ucapan syukur tetapi ada peningkatan. Doa harus dilakukan tak henti-hentinya tanpa dibatasi oleh faktor usia dan harus mempunyai visi-misi agar tidak hambar dan ‘kering’. Bukankah ukupan dari wangi-wangian dibakar dari pagi-petang-pagi alias 24 jam nonstop oleh Harun (Kel. 30:7-8)? Doa bagaikan napas kehidupan yang tidak pernah ber-henti barang sejenak pun.

Doa yang kita panjatkan tanpa henti selalu bersifat baru setiap hari. Ilustrasi: kita memang bernapas sejak lahir hingga detik ini tetapi dalam kondisi berbeda. Pengalaman-pengalaman di masa kecil – remaja – menikah – usia senja pasti ber-beda. Pengalaman-pengalaman tersebut membuat doa kita tidak menurun tetapi konsisten dan bertujuan.

Mengapa jemaat Kolose (juga kita) harus sungguh-sungguh dalam berdoa dan dilakukan tanpa henti-hentinya? Selain mempunyai iman, kasih dan pengharapan, mereka (juga kita) harus menerima segala hikmat dan pengertian yang benar sebab dikhawatirkan mereka (juga kita) ada tanda-tanda mulai percaya kepada hikmat yang bukan dari Tuhan. Waspada, hikmat dan filosofi dunia mem-buat manusia menjauh dari Allah! Aneh, mampukah manusia berdosa memakai hikmat manusia untuk menyelamatkan manusia? Filosofi dunia pada akhirnya menolak Allah, Sang Pencipta, membuat manusia menjadi ateis.

Paulus dan Timotius makin meningkat dalam doa agar Tuhan menolong jemaat Kolose untuk tidak menerima filsafat-filsafat dunia. Jangan siswa teologi menekuni filsafat kemudian meragukan Alkitab! Buka hati lebar-lebar untuk mengerti bahwa Alkitab itu tidak ada duanya karena Allah itu hikmat dan Kristus adalah hikmat Allah (1 Kor. 1:24). Hikmat yang mutlak/absolut dan benar ialah Firman Allah dan Yesus sendiri mengatakan “Akulah kebenaran” (Yoh. 14:6).

Introspeksi: bagaimana doa kita? Apakah selalu meminta berkat Tuhan (kesehat-an, kepandaian, kekayaan dll.)? Bukankah Bapa Surgawi mengetahui kebutuhan kita? Kita diminta untuk mencari lebih dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya maka apa yang kita perlukan akan disediakan (Mat. 6:32-33). Kita hidup bukan untuk yang terlihat dan fana tetapi untuk yang tidak kelihatan dan bersifat kekal.

  • Kolose 4:2-4, “Bertekunlah dalam doa dan dalam pada itu berjaga-jagalah sambil mengucap syukur.Berdoa jugalah untuk kami supaya Allah mem-buka pintuuntuk pemberitaan kami sehingga kami dapat berbicara tentang rahasia Kristus yang karenanya aku dipenjarakan.”

Paulus dan Timotius akhirnya meminta Tikhikus untuk membawa surat kepada jemaat Kolose sebab Epafras tidak dapat melakukannya, kemungkinan dia ikut dipenjara bersama Paulus (bnd. Flm. 1:23). Paulus dan Timotius mendidik jemaat berdoa dan memiliki visi misi untuk didoakan.

Setelah Yesus naik ke Surga, murid-murid-Nya pergi ke Yerusalem sesuai dengan perintah Guru mereka untuk menunggu di sana hingga mereka beroleh kuasa dan menjadi saksi-Nya di Yerusalem, seluruh Yudea dan Samaria hingga ke ujung bumi (Kis. 1:4,8). Karena memiliki visi-misi, mereka tekun berdoa. Apa doa mereka? Bukan untuk hal-hal jasmani tetapi untuk beroleh Roh Kudus yang dijanjikan oleh Yesus. Berbeda dengan jemaat masa kini, mereka mengaku sudah menerima Roh Kudus dan dapat berbahasa lidah tetapi tidak bertekun dalam doa.

Jelas, doa harus meningkat dan mempunyai visi-misi – dari mengucap syukur hingga menerima segala kebenaran. Setelah menerima segala kebenaran, kita harus memberitakan kebenaran ini kepada orang lain. Jangan pendeta dan jemaat berdoa hanya untuk kepentingan sendiri, misal: berdoa untuk dana mem-bangun atau merenovasi gereja dst. Kenyataannya, banyak gereja berdoa dan membangun gereja dengan iman tetapi setelah gedung gereja menjadi besar dan megah serta jemaatnya melimpah malah terjadi perpecahan di dalamnya.

Selain menasihati jemaat Kolose untuk bertekun dalam doa sekaligus berjaga-jaga, Paulus dan Timotius meminta jemaat untuk mendoakan mereka dan rekan-rekan sepelayanan (Tikhikus, Epafras dll.) supaya Allah membuka pintu untuk pemberita-an Injil Kristus. Berarti ada beberapa tempat yang belum membuka pintu hati mereka untuk menerima rahasia Kristus dalam hidupnya.

Dalam memberitakan Injil Kristus, para hamba Tuhan menghadapi banyak tan-tangan sehingga perlu didukung dalam doa (bukan hanya dana) supaya mereka berani menghadapi maut sekalipun. Bukankah oleh sebab memberitakan rahasia Kristus, Paulus dipenjarakan? Jujur, tidak sembarang orang berani menghadapi pintu yang dibukakan Tuhan karena pintunya sempit dan sesak untuk menuju kepada kehidupan (Mat. 7:13-14). Jesus adalah pintu keselamatan (Yoh. 10:9).

Rasul Paulus (tua) dan Timotius (muda) meminta jemaat Kolose mendoakan mereka sebab Paulus tahu Timotius bukanlah anak muda yang kuat. Timotius me-miliki kelemahan sehingga Paulus mendorong dia agar tidak takut tetapi bersabar dalam menderita dan menyelesaikan tugas pelayanan hingga tuntas (2 Tim. 4:5).

Perlu diketahui, makin gencar kita meningkatkan kualitas doa kita, makin besar tantangan dan impitan menyerang kita. Jangan karena ingin merasakan damai sejahtera semu lalu terjadi kompromi yang semu!

  • Kolose 4:12-13, “Salam dari Epafras kepada kamu; ia seorang dari antaramu, hamba Kristus Yesus, yang selalu bergumul dalam doanya untuk kamu supaya kamu berdiri teguh sebagai orang-orang yang dewasa dan yang berkeyakinan penuh dengan segala hal yang dikehendaki Allah. Sebab aku dapat memberi ke-saksian tentang dia bahwa ia sangatbersusah payah untuk kamu dan untuk mereka yang di Laodikia dan Hierapolis.”

Kali ini Epafras (pribadi) yang berasal dari Kolose tekun berdoa bagi seluruh jemaat Kolose. Paulus (tua, senior) bersaksi tentang Epafras, pengerjanya, yang bersusah payah (tidak bermalas-malasan) melayani tidak hanya untuk jemaat Kolose tetapi menjangkau jemaat di Laodikia dan Hierapolis.

Aplikasi: hamba Tuhan dari generasi beda (senior dan junior) dapat bekerja sama dalam pelayanan (karena beriman sama) meskipun harus menderita (bagi daging). Hamba Tuhan yang sudah tua tidak seharusnya mengemukakan alasan tidak mau pelayanan karena perlu banyak istirahat. Bukankah Paulus tua dalam penderitaan di penjara pun tidak berdiam diri tetapi sibuk menulis surat untuk jemaat? Timotius dan Eprafas muda juga pernah menderita dipenjara tetapi mereka tidak mundur dari pelayanan. Hendaknya siswa STTIA berdoa bagi masyarakat tempat dia ber-asal bukan bergumul hanya untuk kemajuan rohani diri sendiri.

Hamba Tuhan tua maupun yang muda harus bahu membahu mendewasakan rohani jemaat agar iman mereka tidak mudah digoyahkan oleh pelbagai angin pengajaran palsu yang menyesatkan (Ef. 4:13-14).  

Sebelum meninggalkan Efesus, Rasul Paulus mengingatkan para penatua untuk menggembalakan domba-domba (jemaat) yang adalah milik Yesus dan sudah dite-bus oleh darah-Nya sebab ‘serigala’ ganas siap masuk untuk menghancurkan kesa-tuan jemaat. Juga dari dalam muncul penghasut-penghasut yang ingin merusak gereja (Kis. 20:28-30).

Aplikasi: gereja harus siap menangkis serangan Iblis (dari luar) dan penghasut-penghasut (dari dalam) yang berusaha memecah belah jemaat. Untuk itu diper-lukan kedewasaan rohani dengan suka membaca Alkitab dan bersekutu satu sama lain tanpa memilih-milih orang dalam bergaul. Bukankah Tuhan menciptakan tangan, kaki dan anggota tubuh lain yang berbeda-beda tetapi semua untuk melengkapi dan saling membutuhkan?

Marilah kita bertumbuh dewasa rohani sehingga doa kita juga bertumbuh/meningkat dari doa permohonan – doa ucapan syukur – doa untuk pemberitaan Injil Kristus – doa menangkis musuh dari luar maupun dari dalam yang berusaha merusak persatuan dan kesatuan Tubuh Kristus. Yakinlah bahwa doa semacam ini sangat diperkenan Tuhan. Amin.