Nikmati Sabat Untuk Beroleh Berkat Dari Allah Tritunggal

Pdt. Paulus Budiono, Minggu, Lemah Putro, 13 Januari 2019

Shalom,

Kita baru saja meninggalkan Natal dan tutup tahun 2018. Masihkah tersisa kue dan parcel bingkisan Natal? Juga masih tersisakah ‘kue’ Firman Tuhan yang disampaikan di hari Natal dan ibadah tutup tahun untuk dinikmati ‘kelezatannya’ hingga sekarang? Bersediakah kita menjadi ‘Tikhikus’ untuk memberitakan Injil keselamatan dan menghibur mereka yang menderita oleh karena Nama Kristus? Atau kita malah menjadi kritikus yang suka nyinyir terhadap Firman Tuhan yang disampaikan?

Marilah kita mengicipi “kue Firman Tuhan tahun baru” yang tersisa namun masih lezat rasanya, terdapat dalam Efesus 6:23-24, “Damai sejahtera dan kasih dengan iman dari Allah Bapa dan dari Tuhan Yesus Kristus menyertai sekalian saudara. Kasih karunia menyertai semua orang yang mengasihi Tuhan kita Yesus Kristus dengan kasih yang tidak binasa.”

Kita telah menikmati seluruh ‘kue’ Surat Efesus (pasal 1 – 6) sepanjang tahun 2018, apakah kita “memakan” semuanya atau hanya “mencicipi” sebagian saja? Mengapa Firman Tuhan kali ini dikaitkan dengan ‘kue’? Karena Surat Efesus dalam pengajaran Tabernakel terkait dengan Meja Roti Sajian yang mana di atas meja ini ada 12 roti bundar dalam dua susun (Im. 24:5-7). Roti ini bukan sekadar dipajang untuk ditonton tetapi untuk dikonsumsi.

Dua ayat terakhir dari Efesus 6 bagaikan ‘sisa kue/roti’ dari keseluruhan Surat Efesus yang kita nikmati hari ini. Tanpa disadari ayat 23-24 (bnd. 2 Kor. 13:13) digunakan oleh gereja Tuhan sebagai ucapan berkat dari Allah Tritunggal (Tuhan Yesus Kristus) mengakhiri ibadah. Kalau kita cermati lebih teliti, hampir setiap surat di Alkitab diakhiri dengan kalimat berkat (Gal. 6:18; Ef. 6:23-24; Flp. 4:23 dst.). Apakah kita menerima berkat sepenuhnya atau hanya sebagian karena cepat-cepat pulang sebelum pengkhotbah selesai mengucapkan doa berkat? Siapa akan lebih berterima kasih, yang menerima kue seutuhnya atau sepotong kue sisa? Terimalah berkat Firman Allah seutuhnya (jangan memilih-milih ayat) untuk beroleh berkat damai sejahtera, kasih dan kasih karunia sepenuhnya di dalam Tuhan Yesus Kristus.

Siapa yang diperbolehkan makan roti sajian? Harun serta anak-anaknya (imam-imam) dan dimakan pada hari Sabat (bukan hari lain) di suatu tempat kudus; itulah bagian mahakudus baginya (Im. 24: 8-9). Bukankah Yesus adalah Firman yang menjadi manusia (Yoh. 1:14)? Berarti, setiap kali kita mendengar dan membaca Firman Tuhan, kita mendapatkan anugerah untuk menikmati berkat mahakudus dari Yang Mahatinggi bukan berkat-berkat duniawi bersifat fana/sementara. Jika kita mengerti begitu berharganya berkat Firman termasuk doa berkat, kita akan mengakhiri ibadah secara lengkap tidak peduli masalah di luar telah menunggu agar kita tidak kehilangan berkat damai sejahtera, kasih yang tak binasa dan iman yang memberikan kekuatan. Kita dipilih menjadi imam-imam (rohani) kepunyaan Allah (1 Ptr. 2:9) setelah diselamatkan oleh Putra tunggal-Nya, Yesus, melalui pengurbanan-Nya disalib.

Perlu diketahui bahwa Yesus adalah Tuhan atas hari Sabat (Mat. 12:8) sekaligus Roti hidup yang turun dari Surga (Yoh. 6:48-50).

Di era Musa, bangsa Israel dipelihara Allah dengan hujan roti (Manna) yang turun dari langit/Surga setiap pagi kecuali hari Sabat. Mereka harus memungutnya menurut keperluan dan jumlah jiwa di pagi hari karena Manna akan mencair terkena panasnya matahari. Khusus hari keenam, mereka harus mengumpulkan dua kali lipat untuk persiapan hari ketujuh/Sabat (Kel. 16:4-5,21-22). Dengan kata lain, Manna tidak turun pada hari Sabat; oleh sebab itu bangsa Israel harus mengambil Manna dobel porsi pada hari keenam bukan untuk dihabiskan dalam sehari tetapi untuk persiapan makanan pada hari Sabat. Jelas, hari Sabat berkaitan erat dengan makanan. Demikian pula pada ibadah hari Minggu kita menikmati berkat makanan Firman Tuhan sepenuhnya yang telah dipersiapkan lebih dahulu.

Mengapa Tuhan memilih hari Sabat? Diawal penciptaan, Allah menyelesaikan penciptaan langit dan bumi beserta isinya pada hari keenam dan pada hari ketujuh Ia berhenti dari segala pekerjaan-Nya kemudian memberkati dan menguduskan hari itu (Kej. 1:31; 2:1-3). Jelas, Tuhan sendiri yang memberkati hari Sabat; Ia sendiri yang memberkati ibadah kita (hari Minggu), pendeta hanya meneruskan kalimat berkat dari-Nya bagi jemaat.

Kapan para imam makan roti sajian? Mereka harus menunggu hingga hari Sabat. Mereka makan roti yang diturunkan dari Meja Roti Sajian untuk diganti dengan roti baru yang telah dipersiapkan pada hari keenam. Walau telah berumur seminggu, roti sajian tersebut tetap hangat tidak kedaluarsa. Begitu dimakan, sudah tersedia roti hangat yang baru.

Aplikasi: Firman Tuhan yang kita dengar minggu lalu harus tetap masih hangat di ingatan untuk dinikmati. Hati kita tetap lengket dengan kehangatan roti sajian Firman Allah untuk tidak mudah terlupakan begitu keluar dari gereja sehingga berkat damai sejahtera, kasih karunia yang tidak binasa senantiasa menyertai kita. Tiap hari kita dihangatkan oleh Firman dan kasih-Nya sementara kasih manusia makin dingin (Mat. 24:12).

Di era Yesus, murid-murid-Nya yang sedang lapar memetik bulir gandum dan memakannya. Melihat hal ini, orang-orang Farisi menegur-Nya karena mereka berbuat sesuatu yang tidak diperbolehkan pada hari Sabat (Mat. 12:1-2). Yesus menjawab bahwa Daud dan pengikutnya masuk Rumah Allah dan makan roti sajian yang tidak boleh dimakan karena roti kudus tersebut hanya dikonsumsi oleh imam-imam (1 Sam. 21:4-6); demikian pula para imam melanggar hukum Sabat di dalam Bait Allah namun tidak bersalah (ay. 3-5). Daud dan pengikutnya diberi lima roti sajian yang kudus oleh Imam Ahimelekh (1 Sam. 21:1-6).

Ternyata, orang lapar akan mencari dan mengambil apa yang dapat dimakan tanpa perlu disuruh. Waspada, jangan salah ‘makan’, gereja bukan restoran tempat ‘jualan makanan’ yang mana kita boleh memilih menu semaunya sendiri sehingga kita dapat pindah-pindah gereja untuk mencari ‘makanan Firman’ sesuai dengan selera kita.

Roti sajian diperuntukkan hanya bagi imam-imam dengan maksud para imam (termasuk kita) mempunyai tanggung jawab dan keberanian untuk menyatakan bahwa ‘roti’ Firman Allah merupakan satu-satunya makanan sejati bukan pengajaran-pengajaran berbau Alkitab tetapi menyesatkan. Ada kemungkinan kita tidak mengerti saat mendengarkan Firman Tuhan tetapi tetaplah tekun mendengarkannya dan jangan mencari pengertian di luar yang malah dapat menyesatkan. Bangsa Israel mengonsumsi Manna selama 40 tahun tanpa mengerti maknanya namun mereka hidup dipelihara Allah. Ada pula kemungkinan ditolaknya Firman kebenaran seperti dialami Yesus yang ditinggal oleh banyak murid-Nya setelah Ia memproklamasikan diri sebagai roti hidup (Yoh. 6:48,58-59,66).

Orang-orang Yahudi begitu mempersoalkan hari Sabat tanpa mengerti makna Sabat adalah saat untuk mengonsumsi ‘makanan khusus’ yang sudah dipersiapkan sehari sebelumnya. Yesus mati disalib pada hari kelima dan dikuburkan menjelang Sabat. Tubuh Yesus dipersiapkan menjadi kurban santapan yang tersedia pada hari Sabat. Setelah bangkit dari kematian (hari kedelapan) Ia melanjutkan pelayanan-Nya.

Implikasi: dengan ‘makan’ Firman Allah, sebenarnya kita ‘makan’ kurban Kristus. Demikian pula kita mengonsumsi Perjamuan Tuhan untuk memberitakan kematian-Nya hingga Ia datang (1 Kor. 11:26). Setelah kebangkitan-Nya, Roti Firman kehidupan makin dikontribusikan/dibagikan lebih jauh. Yesus – Roti hidup – mati bagi kita dan bangkit menjadi roti hidup selama-lamanya.

Jelas, pada mulut kita ada perkataan kudus yang menguduskan orang-orang di sekitar kita karena Firman itu kudus. Namun apa yang sedang terjadi sekarang? Makin banyak orang hidup sembrono dengan hidup bebas – free sex dan LGBT makin marak mengakibatkan terjadinya pengguguran/aborsi besar-besaran dan penyakit HIV yang mematikan. Kita bertanggung jawab membagikan Roti hidup ini kepada mereka supaya mereka juga beroleh keselamatan di dalam Yesus Kristus.

Daud dan pengikut-pengikutnya diperbolehkan menerima roti kudus dengan syarat mereka harus hidup kudus dalam nikah (1 Sam. 21:4). Begitu roti sajian diambil segera ditaruh lagi roti yang baru (ay. 6). Terbukti begitu kita makan Firman Allah, sudah dan selalu tersedia Firman yang hangat dan memuaskan.

Marilah kita mulai serius dalam beribadah untuk beroleh berkat komplet dari Firman agung yang mengandung damai sejahtera dan kasih-Nya yang tak binasa. Kita menikmati kebaktian Sabat penuh berkat agar tidak tertinggal masuk dalam perhentian oleh sebab ketidaktaatan (Ibr. 4:1, 8-11).

Sesungguhnya Allah menyediakan Sabat berkaitan dengan makanan Firman untuk dinikmati seperti Allah menyiapkan Adam-Hawa (kehidupan nikah) untuk menikmati segala ciptaan-Nya di Taman Eden. Sayang, mereka merusak suasana Sabat berakibat mereka hidup susah payah tidak ada perhentian.

Bila kita telah beroleh perhentian karena berkat makan Firman Tuhan yang selalu baru, jangan kita menikmati ‘kelezatannya’ sendiri tetapi Roti kehidupan itu juga patut dibagikan kepada mereka yang belum merasakan lezatnya Roti Firman yang membawa kepada kehidupan kekal sekaligus masuk dalam perhentian yang sebenarnya. Amin.