Jadilah Utusan Tuhan Yang Siap Memberikan Penghiburan

Pdt. Paulus Budiono, Minggu, Lemah Putro, 31 Desember 2018

Shalom,

Biasanya di ibadah tutup tahun, kita menunggu ayat-ayat Firman yang menguatkan dan menjamin agar kita tidak takut dan khawatir memasuki tahun baru yang sudah menyambut di depan mata. Kita mulai mengevaluasi segala kegiatan kita sepanjang tahun 2018 serta membuat resolusi yang lebih baik untuk dilakukan di tahun 2019.

Apa pesan terakhir Rasul Paulus sebelum dia meninggalkan jemaat Efesus (juga kita) dan tidak pernah bertemu lagi karena eksekusi telah menanti? “Akhirnya, hendaklah kamu kuat di dalam Tuhan di dalam kekuatan kuasa-Nya.” (Ef. 6:10)

Tanpa disadari Surat Efesus juga sampai di tangan kita untuk dipelajari selama tahun 2018 dan kita diminta untuk mengenakan seluruh perlengkapan senjata Allah tanpa melepaskan salah satu pun dalam menghadapi peperangan rohani yang makin hebat di tahun 2019 ini.

Tahukah siapa yang ikut ‘berjasa’ menyebarkan surat Efesus ini? Ternyata namanya tidak terkenal dan sering diabaikan. Siapa dia? Efesus 6:19-22 menuliskan, “Juga untuk aku supaya kepadaku jika aku membuka mulutku dikaruniakan perkataan yang benar agar dengan keberanian aku memberitakan rahasia Injil yang kulayani sebagai utusan yang dipenjarakan. Berdoalah supaya dengan keberanian aku menya-takannya sebagaimana seharusnya aku berbicara. Supaya kamu juga mengetahui keadaan dan hal ihwalku maka Tikhikus (fortunate, fortuitous = beruntung, kebetulan), saudara kita yang kekasih dan pelayan yang setia di dalam Tuhan, akan memberitahukan semuanya kepada kamu. Dengan maksud inilah aku suruh kepadamu yaitu supaya kamu tahu hal ihwal kami dan supaya ia menghibur hatimu.”

Tampaknya tidak cukup dengan tulisan, Rasul Paulus membutuhkan seseorang, Tikhikus (orang Yunani), menjadi utusan untuk berbicara menceritakan keadaan dan hal ihwal Paulus juga untuk menghibur hati si pendengar.

Introspeksi: maukah kita menjadi orang yang ‘kebetulan’ mendapatkan perhatian Tuhan untuk memberitakan sekaligus menghibur hati orang-orang yang menderita agar mereka juga beroleh kemenangan di dalam Tuhan Yesus Kristus dan menikmati janji-janji Allah?

Siapa Tikhikus ini? Rasul Paulus pasti tidak sembarangan memilih dia menjadi ‘penyambung lidah’ supaya jemaat (juga kita) mengetahui keadaan dan hal ihwalnya. Tikhikus bukan orang luar/asing tetapi termasuk saudara di dalam Tuhan dan hamba/pelayan Tuhan yang setia di tengah-tengah jemaat Efesus. Tikhikus mengemban tugas mulia dan dia pasti sangat mengenal pribadi Rasul Paulus. Inilah suasana gereja mula-mula yang mana relasi antaranggota Tubuh Kristus begitu erat dan saling merangkul satu sama lain.

Waspada, di akhir zaman ini sering terjadi jemaat tidak mengenal pribadi si pengkhotbah tetapi suka mendengarkan khotbahnya yang menyenangkan telinga. Bukankah kita diajar untuk menjadi anggota tubuh dewasa yang tidak diombang-ambingkan oleh bermacam-macam ajaran (Ef. 4:14)? Hamba Tuhan tidak boleh bekerja ‘one-man show’ tetapi merangkul anggota jemaat untuk ikut ambil bagian dalam pelayanan. Oleh sebab itu hamba Tuhan tidak boleh bersikap sok dan ‘bossy’ terhadap jemaat dan tidak mau menghambakan diri (karena telah berkedudukan tinggi) untuk membawa banyak orang datang kepada Kristus.

Rasul Paulus mengutus Tikhikus membawa penghiburan tidak hanya bagi jemaat Efesus tetapi juga jemaat Kolose agar mereka hidup penuh hikmat terhadap orang-orang luar, senantiasa berkata-kata penuh kasih (tidak hambar) dan terhibur hatinya (Kol. 4:5-8).

Aplikasi: hendaknya kita siap menjadi ‘Tikhikus’ yang membawa penghiburan bukan fokus meminta perlindungan Tuhan hanya untuk diri sendiri. Jangan hidup ekslusif tetapi belajarlah hidup bermasyarakat dan berkomunikasi dengan sesama!

Ternyata selain mengutus Tikhikus, Rasul Paulus juga memilih Onesimus untuk mem-beritahukan jemaat Kolose tentang segala sesuatu yang terjadi (ay. 9). Siapa Onesi-mus itu? Dia seorang hamba yang mencuri uang tuannya, Filemon, kemudian lari dan ketangkap lalu dipenjara (Fil. 1:9-10). Paulus bertemu Onesimus di dalam penjara dengan kasus beda. Paulus dipenjara karena Kristus Yesus sementara Onesimus dipenjara karena murni tindakan kriminal. Namun Paulus menyatakan kasih Allah kepada Onesimus dan berubahlah kehidupan Onesimus (profitable, useful = berguna) yang sebelumnya hamba tidak berguna menjadi buah hati Paulus yang melayaninya selama dipenjara. Paulus meminta Filemon agar mau menerima Onesimus bukan lagi sebagai hamba melainkan saudara kekasih dan Paulus bersedia melunasi utang Onesimus (ay. 11-16). Bukankah setiap orang di dalam Kristus adalah ciptaan baru (2 Kor. 5:17)?

Introspeksi: apakah kondisi kita lebih baik daripada Onesimus, eks-narapidana yang mempunyai masa lalu sangat kelam? Memang Allah itu kudus dan menghendaki kita kudus seperti Dia yang kudus (1 Ptr. 1:15-16) tetapi kenyataannya tidak ada seorang pun benar dan suci, semua berdosa dan patut dihukum mati (bnd. Rm. 3:10,23; 6:23). Untuk itu Ia terlebih dahulu menyucikan manusia sebelum dipakai menjadi utusan-Nya. Ingat, sekali kita berbuat dosa, dosa tersebut begitu lengket menjadi bukti saat penghakiman tiba (Why. 20:13) jika tidak pernah ada penyelesaian pendamaian dengan-Nya sebab semua kebaikan moral manusia tidak berharga di hadapan-Nya. Rasul Paulus mengakui orang paling berdosa saat di luar iman (1 Tim. 1:13-15) sebelum dipilih Tuhan menjadi utusan-Nya.

Onesimus dipilih Tuhan menjadi pendamping Tikhikus untuk menjadi saksi Kristus yang tak dapat disangsikan (bnd. Mat. 18:16). Mereka berdua dapat bekerja sama tanpa adanya saling curiga karena latar belakang Onesimus yang tidak baik. Alangkah indahnya jika dua orang (suami-istri) bersatu hati untuk siap menghibur hati-hati yang penuh dengan penderitaan di tahun 2019 ini!

Kapan nama Tikhikus ini mulai muncul? Terjadilah huru-hara di kota Efesus yang diprovokasi oleh Demetrius, tukang perak pembuat kuil-kuilan Dewi Artemis, karena bisnisnya rugi besar setelah Rasul Paulus menobatkan orang-orang Efesus (Kis. 19:23-29). Setelah keributan reda, Paulus memanggil para muridnya dan menguatkan hati mereka sebelum ia berangkat ke Makedonia (Kis. 20:1-2). Dia disertai Sopater anak Pirus dari Berea, Aristarkhus dan Sekundus dari Tesalonika, Gayus dari Derbe, Timotius dan dua orang dari Asia yaitu Tikhikus dan Trofimus yang berangkat lebih dahulu menantikan di Troas (ay. 4-5). Dari beberapa nama mereka (semua orang Yunani tetapi tidak dari satu gereja/tempat), Paulus memilih Tikhikus menjadi ‘penyambung lidahnya’ di Efesus dan Kolose. Ternyata Tikhikus telah menjadi saksi hidup mengikuti semua pergerakan Rasul Paulus dengan setia.

Bukankah kita juga mengikuti pergerakan Paulus (meski tidak bertemu muka dengan muka) melalui Surat Efesus sepanjang tahun 2018? Juga dari surat-suratnya yang lain kita mengetahui dia menderita penyakit yang menggerogoti hingga akhir hayatnya tetapi dia tidak memberontak kepada Tuhan karena mengerti kasih karunia Tuhan cukup baginya bahkan dalam kelemahannya dia menjadi kuat karena kuasa Tuhan menjadi sempurna (2 Kor. 12:7-10).

Tentu menjadi pembawa berita dari satu tempat ke tempat lain saat itu tidaklah mudah seperti sekarang ini; transportasi dan komunikasi menjadi kendala cukup besar bagi Tikhikus maupun Onesimus. Misal: bagaimana Tikhikus menjelaskan kepada jemaat Kolose tentang kondisi Rasul Paulus yang dipenjara bukan karena aib tetapi demi Kristus dia dijebloskan penjara oleh orang-orang Kristen yang tidak senang dengannya.

Perhatikan, jangan pernah menyia-nyiakan atau menunda-nunda kesempatan yang Tuhan (bukan dari organisasi gereja) berikan dengan alasan apa pun (masih muda, mau meraih cita-cita lebih dahulu, setelah kaya baru pelayanan dll.)! Jangan mengeraskan hati bila kita, orang kafir, dari pelbagai etnis diberi kesempatan untuk menjadi berkat bagi orang lain. Di dalam Kristus Yesus terjadi kesatuan – tidak lagi ada Yahudi-Yunani, hamba-orang merdeka, laki-laki-perempuan (Gal. 3:28).

Surat Efesus diedarkan bukan oleh hamba Tuhan terkenal tetapi oleh orang biasa (Tikhikus) yang berkomitmen tinggi dan rela ‘disuruh-suruh’. Juga surat-surat Rasul Paulus bukanlah ‘best-seller’ bahkan isinya sangat tajam dan keras menusuk hati para pembacanya. Orang yang tidak dapat memahami tulisan Paulus dan imannya tidak teguh akan memutarbalikkannya (2 Ptr. 3:15-16).

Introspeksi: bersediakah hamba Tuhan bertitel tinggi lulusan sekolah Alkitab ‘disuruh’ melayani ke tempat terpencil? Bukankah hamba Tuhan menuntut ilmu teologi dengan tujuan melayani-Nya bukan sekadar pintar berkhotbah? Tahukah bagaimana akhir hidup para rasul pembawa berita Injil Kristus, mereka mati sahid kecuali Rasul Yohanes mati tua. Kita tidak perlu menunggu beroleh kedudukan penting di gereja (diaken, penatua dll.) untuk menjadi utusan menyebarkan Injil. Yang penting ialah kita melayani dengan hati sehingga berani menanggung risiko dalam pelayanan. Bukankah kasih kebanyakan orang sekarang menjadi dingin (Mat. 24:12) sehingga cuek terhadap orang-orang di sekitarnya?

Paulus pasti mempunyai alasan mengapa memilih Tikhikus, salah satunya ialah setia terhadap kepercayaan yang diberikan kepadanya. Kesetiaan tidak hanya diukur dari kerajinan masuk gereja tetapi berpegang teguh dan bertanggung jawab terhadap kepercayaan yang diemban untuk tidak mudah diserahterimakan kepada orang lain tanpa seizin orang yang memberikan kepercayaan kepadanya.

Tikhikus mendapat tugas dari Paulus untuk menghibur hati orang yang sedang menderita. Mudahkah tugas ini dilakukan? Hati kita harus terlebih dahulu terhibur oleh penghiburan dari Roh Kudus (Yoh. 14:25) untuk dapat menghibur orang lain yang lagi berduka. Penghiburan tidak akan berhasil jika dilakukan dengan kekuatan diri sendiri.

Alkitab memberikan contoh bagaimana seorang dapat menghibur hati orang lain, yaitu:

  • Bapa yang penuh belas kasihan dan Allah sumber segala penghiburan menghibur Paulus dalam penderitaannya sehingga dia sanggup menghibur mereka yang ber-ada dalam bermacam-macam penderitaan dengan penghiburan yang dia terima dari Allah (2 Kor. 1:3-4).

Yesus dalam penderitaan hebat masih memberikan penghiburan kepada kita dengan perkataan-Nya, “Ya Bapa, ampunilah mereka sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.” (Luk. 23:34)

Hari-hari ini bencana alam (banjir, gempa bumi, kebakaran, tanah longsor dll.) melanda banyak negara termasuk Indonesia; belum lagi persekusi/penganiayaan verbal maupun fisik oleh sebab Nama Tuhan. Dalam hal ini uang banyak dan fasilitas-fasilitas bagus (bersifat sementara) tidak menjamin memberikan peng-hiburan sepenuhnya tanpa dibekali oleh penghiburan rohani yang menyejukkan hati.

Tampak paradoks, makin kita berlimpah dalam kesengsaraan Kristus makin kita beroleh penghiburan berlimpah dari-Nya (2 Kor. 1:5). Dan penderitaan kita men-jadi penghiburan dan keselamatan juga kekuatan bagi orang yang menderita sengsara seperti yang kita derita (ay. 6). Rasul Paulus memberi contoh bagaimana dia rela menderita agar jemaat dikuatkan dan Yesus adalah teladan sempurna, Ia mati supaya kita hidup. Faktanya, banyak pendeta tidak bersedia ‘mati’ demi jemaat ketika mereka sudah hidup mapan, nyaman dan aman. Bukankah hati kita telah disucikan oleh darah Yesus dan dihibur oleh Roh Kudus? Sudah waktunya kita menghibur orang lain karena mereka juga memerlukan Yesus! Dapatkah dibayangkan kita menderita sengsara berdampak orang lain terhibur? Misal: oleh kekuatan Tuhan, hamba Tuhan menerima cercaan, tidak lagi dipercaya bahkan dikucilkan tetapi orang lain diberkati.

  • Di saat Paulus mengalami kesusahan (dari luar pertengkaran dan dari dalam keta-kutan), Allah menghiburkan orang yang rendah hati dan mengirim Titus kepadanya (2 Kor. 7:2-6). Dia meminta jemaat Korintus untuk membuka hati baginya sebab mereka telah beroleh tempat di dalam hatinya. Bahkan dia terhibur dan sukacita melimpah di dalam segala penderitaan.

Siapa Titus yang menghibur Rasul Paulus? Dia hanya seorang pengerja yang mampu menghibur gembala senior bahkan penghiburannya juga dinikmati oleh jemaat Korintus (ay. 7). Rasul Paulus tidak lagi bertemu dengan jemaat Korintus tetapi mereka masih mengenal dan mengingat dia. Terjadi saling menghibur antar-hamba Tuhan dan jemaat bukan hamba Tuhan mengecam jemaat sementara jemaat menolak gembalanya.

Masihkah kita terus menerus minta perlindungan dari Tuhan tanpa pernah memikirkan menjadi pelindung bagi keluarga dan teman-teman yang belum mengenal Dia? Dengan mencintai Firman Allah, hendaknya kita tidak menyia-nyiakan kesempatan dipilih Tuhan untuk memanggul senjata dan siap mengalah-kan siasat-siasat iblis walau berisiko menderita dalam peperangan. Jangan takut, dalam penderitaan pun Tuhan tetap memelihara kita. Kita harus melawan Iblis dengan iman yang teguh dan ingat kita tidak menderita sendirian tetapi semua saudara seiman di seluruh dunia menanggung penderitaan sama namun Allah melengkapi, menguatkan dan mengukuhkan kita sesudah kita menderita seketika/sementara sebab Ialah yang empunya kuasa sampai selamanya (1 Ptr. 5:7-11). Ayub pernah mengalami penderitaan berat diserang oleh Iblis yang berusaha menjatuhkan imannya tetapi semua tetap di bawah kendali Allah berakhir dengan kemenangan Ayub bagaikan emas yang teruji (Ay. 23:10).

Berhentilah menghakimi mereka yang menderita dengan tuduhan akibat dosa sementara diri sendiri merasa hebat nan suci. Sebaliknya, manfaatkan kesempatan untuk menolong mereka yang sedang menderita agar imannya tetap teguh.

Marilah kita menjadi ‘Tikhikus’ yang bersedia diutus menjadi saksi Kristus serta memberikan penghiburan kepada mereka yang sedang menderita oleh karena Nama Tuhan untuk nanti kita semua keluar sebagai pemenang oleh sebab Allah menjadi Pelindung kita. Amin.