Kiat Menjadikan Kedamaian Dan Kasih Ada Dalam Pernikahan

Pdm. Setio Dharma Kusuma, Johor, 25 November 2018

Shalom,

Ada satu qoute yang kelihatannya menjadi patokan sebagian besar anak Tuhan yaitu “jika seorang suami berharap istrinya menjadi seorang malaikat di hidupnya, dia harus menciptakan Surga untuknya (istri). Malaikat tidak tinggal di neraka”. Singkatnya, agar tercipta suasana Surga dalam hidup nikah, istri dituntut sempurna seperti malaikat dan suami harus menciptakan Surga baginya. Apakah pernyataan ini sesuai dengan apa yang Alkitab katakan? Bukankah malaikat itu roh dan bila berbuat dosa tidak punya kesempatan untuk bertobat?

Apa tuntutan Alkitab berkaitan dengan hubungan suami-intri? Efesus 5:22-33 menuliskan, “Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan karena suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat. Dialah yang menyelamatkan tubuh. Karena itu sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus, demikian jugalah isteri kepada suami dalam segala sesuatu. Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya untuk menguduskannya sesudah Ia me-nyucikannya dengan memandikannya dengan air dan firman supaya dengan demikian Ia menempatkan jemaat di hadapan diri-Nya dengan cemerlang tanpa cacat atau kerut atau yang serupa itu tetapi supaya jemaat kudus dan tidak bercela. Demikian juga suami harus mengasihi isterinya sama seperti tubuhnya sendiri: Siapa yang mengasihi isterinya mengasihi dirinya sendiri. Sebab tidak pernah orang membenci tubuhnya sendiri tetapi mengasuhnya dan merawatinya sama seperti Kristus terhadap jemaat karena kita adalah anggota tubuh-Nya. Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Rahasia ini besar tetapi yang aku maksudkan ialah hubungan Kristus dan jemaat. Bagaimanapun juga, bagi kamu masing-masing berlaku: kasihilah isterimu seperti dirimu sendiri dan isteri hendaklah menghormati suaminya.”

Tuntutan di Alkitab berbeda dengan quote di atas, cuma diperlukan penundukan dan kasih. Suami harus mengasihi istrinya seperti dirinya sendiri sedangkan istri tunduk kepada suaminya dalam segala sesuatu. Namun kenyataannya jauh berbeda, istri tidak dapat tunduk kepada suami dengan alasan suami sibuk dengan pekerjaan dan tidak peduli dengannya; suami tidak dapat mengasihi istri karena istri tidak mau mendengarkan omongannya dst. Banyak alasan dikemukakan dari dua pihak untuk tidak dapat mengasihi atau tunduk satu sama lain.

Banyak kiat diajukan dalam seminar-seminar bagaimana membentuk rumah tangga yang baik dan harmonis tetapi marilah kita memegang prinsip yang diajarkan oleh Alkitab. Syarat yang diajukan ialah hubungan suami-istri hendaknya meneladan hubungan Kristus dan jemaat. Jemaat dituntut untuk tunduk kepada-Nya sementara Kristus mengasihi jemaat dibuktikan dengan penyerahan nyawa-Nya.

Kepada siapa surat Efesus ini ditulis? Kepada orang kudus dan orang yang percaya dalam Kristus Yesus (Ef. 1:1).

Efesus 5:22 dalam bahasa aslinya (Yunani) tidak ada kata tunduk (hupotasso), hanya ber-tuliskan, “hai istri-istri – sendiri kepada suami-suami – seperti kepada Tuhan.” Apakah ini salah? Ternyata kata “tunduk” berada dalam satu paragraf dengan ayat di atasnya (ay. 21). Jadi lengkapnya ayat 21-24 berbunyi, “Tunduklah (hupotasso) satu sama lain dengan rasa takut (akan) Kristus, – hai istri-istri – sendiri kepada suami-suami seperti – kepada Tuhan karena suami adalah kepala – istri seperti juga – Kristus kepala – jemaat, Dialah Juruselamat – tubuh; lalu seperti – jemaat tunduk – kepada Kristus, demikian juga – istri-istri – kepada suami-suami dalam segala (sesuatu).”

Dimulainya frasa ‘tunduklah satu sama lain’ kelihatan ‘putus’, ini menunjukkan kalau Alkitab ditulis tanpa pasal dan ayat. Untuk mengerti masalah ini, kita harus membaca paragraf per paragraf sebelumnya: ayat 18-20, ayat 17 satu paragraf, ayat 15-16 satu paragraf dst. Jadi, dalam mempelajari Alkitab, kita tidak boleh asal comot satu kata lalu ditujukan kepada istri atau suami tetapi harus menyeluruh.

Apa yang harus dilakukan oleh suami-istri supaya istri dapat tunduk kepada suami dalam segala sesuatu dan suami mampu mengasihi istri seperti dirinya sendiri?

  • Menjadi peniru-peniru Allah (imitators of God) dan hidup di dalam kasih (Ef. 5:1-2).

Model paling tepat untuk ditiru oleh suami-istri ialah Kristus.

Bagaimana sikap suami-istri dalam meniru Dia? Seperti anak-anak yang meniru tanpa syarat. Anak-anak akan mengikuti apa yang diperintahkan dan diajarkan tanpa banyak protes. Itu sebabnya hati-hati dalam mengajar anak-anak, kalau kita mengajarkan sesuatu yang salah, dia akan berbuat salah; kalau benar ya benar.

Apa yang ditiru dari Kristus? Perbuatan kasih dan penyerahan diri-Nya. Kristus datang ke dunia karena Ia mengasihi manusia bahkan menyerahkan hidup-Nya bagi mereka. Mampukah suami meniru Kristus dengan menyerahkan nyawa demi kasihnya kepada istri?

Melalui pembacaan Alkitab, kita mengetahui pelayanan Kristus selama di dunia ini. Ia mengadakan banyak mukjizat kesembuhan dari penyakit tuli, lumpuh, buta, kerasukan setan dll. hanya dengan satu alasan yaitu kasih. Kasih itu bersifat aktif/bergerak dan progresif bukan pasif dan statis berupa slogan kata-kata. Pergerakan dalam nikah harus dilandasi kasih baik istri terhadap suami maupun suami terhadap istri.

Bagaimana Kristus mewujudkan kasih-Nya kepada manusia? Filipi 2:5-8 menjelaskan bagaimana Dia mengosongkan (kenoo) diri tidak menggunakan keallahan-Nya bahkan mati di kayu salib. Suami-istri tirulah Kristus, jangan mempertahankan gengsi yang hanya menambah runyam masalah nikah!

  • Menjadi anak-anak terang (Efe. 5:3-14).

Bagaimana menjadi anak-anak terang?

- Tidak menyebut perihal percabulan, kecemaran, keserakahan, kata-kata kotor (ter-jemahan asli: tidak suka senda gurau yang kasar), hal-hal yang tidak pantas.

Setiap bangsa mempunyai budaya sendiri-sendiri. Tuhan menciptakan kita dengan budaya Indonesia, hendaknya kita mengerti batasan-batasannya untuk tidak kebablasan sehingga terlontar guyonan kasar yang menyakiti pihak lain. Kita harus menjaga mulut/lidah kita dalam berkata-kata.

- Tidak mengulang atau kembali kepada perbuatan-perbuatan gelap yang sudah dilakukan.

Kadang teman (pergaulan lama) dapat menyeret kita untuk melakukan kembali perbuatan-perbuatan gelap yang pernah dilakukan karena faktor sungkan.

- Menjadi anak-anak terang berbuahkan kebaikan, keadilan dan kebenaran. Tolok ukur kebaikan, keadilan dan kebenaran ini bukan menurut versi kita tetapi menurut Alkitab.

  • Menjadi orang bijak (Ef. 5:5-17)

Apa ciri-ciri dari orang bijak?

- Senantiasa memerhatikan dengan seksama cara hidupnya. Jangan nekat ‘menabrak’ ketentuan meskipun tidak tertulis tetapi menjadi budaya di satu tempat. Memang perlu dicek apakah budaya itu Alkitabiah atau tidak; kalau sudah Alkitabiah masih ditabrak ini menunjukkan kita benar-benar hidup sembrono.

- Memakai waktu dengan maksimal tanpa menunda-nunda dalam melakukan perbuatan baik dan benar.

- Menyadari bila hari-hari makin bertambah jahat. Kejahatan dan kenajisan makin marak, anak muda-remaja membunuh dengan sadis hanya masalah sepele, memperkosa beramai-ramai tanpa manusiawi dst. Kita harus selalu berdoa buat anak cucu kita agar senantiasa dalam perlindungan Tuhan.

- Berusaha mengerti kehendak Tuhan. Orang bijak tidak bertindak semaunya sendiri tetapi berusaha mengerti apa maunya Tuhan dalam hidupnya. Alkitab memberitahu kehendak Tuhan dan jalan keluar jika kita menghadapi masalah. Jangan mudah mengeluarkan kata-kata “cerai” jika suami-istri ada konflik!

  • Penuh dengan Roh (Ef. 5:18-20).

Apa yang dimaksud hidup penuh dengan Roh?

- Tidak melakukan perbuatan yang menimbulkan/memancing hawa nafsu. Waspada ter-hadap penggunaan HP dengan gambar maupun guyonan jorok yang menimbulkan hawa nafsu.

- Perkataannya mengandung mazmur, kidung pujian dan nyanyian rohani. Mending bagi suami mendengar istri bersenandung lagu rohani meskipun fals ketimbang omelan-omelan di pagi hari.

- Senantiasa mengucap syukur atas segala sesuatu.

Alkitab telah memberikan kiat (cara) bagaimana istri dapat tunduk kepada suami dalam segala sesuatu dan suami dapat mengasihi istri seperti diri sendiri. Kalau suami-istri sungguh-sungguh mempraktikkan kiat ini, dipastikan kehidupan nikah mereka bersuasanakan Surga penuh dengan damai sejahtera dan kasih. Amin.