Hubungan Suami Istri Dalam Kristus

Pdm. Wahyu Widodo, Johor, 18 November 2018

Shalom,

Tanpa disadari sebagian besar pernikahan masa kini telah mengalami pergeseran nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya. Semua ini disebabkan oleh penga-ruh perkembangan zaman dengan tuntutannya. Pernikahan sebagian orang tidak lagi mengutamakan kebenaran Injil Tuhan; mereka cederung melaksanakannya menurut keinginan masing-masing tanpa tujuan yang jelas. Untuk itu diperlukan perbaikan-perbaikan berkaitan dengan masalah nikah agar tercapai nikah kudus berlandaskan kebenaran Firman Tuhan. Contoh: Roh kudus menolong per-gumulan nikah orang-orang Efesus (orang kafir, penyembah berhala) setelah mereka menerima Injil Tuhan agar terlepas dari ikatan nikah yang tidak menghormati kekudusan nikah. Oleh kuasa Roh Kudus, mereka mengalami keubahan (Ef. 4:21-24) dan hidup nikah mereka diperbarui. Mereka tidak lagi menjadi orang asing di antara umat perjanjian melainkan menjadi kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota keluarga Allah. (Ef. 1:1-3; 2:19).

Melalui ajaran Rasul Paulus, orang Efesus menerima banyak teguran yang mendatangkan penyucian pada seluruh aspek hidup mereka mulai dari hati, perasaan sampai pada ucapan dan perbuatan. Sebagai orang-orang yang hidup dalam pengudusan, segala teguran yang mengoreksi cacat cela mereka tidak dianggap sebagai sandungan tetapi diterimanya sebagai kasih karunia yang mendatangkan damai sejahtera.

Lebih lanjut Rasul Paulus mengingatkan para istri, “Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan karena suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat. Dialah yang menyelamatkan tubuh.” (Ef. 5:22-23)

Teguran di atas ditujukan kepada semua istri yang bersedia mengalami perbaikan nikah untuk kembali pada tujuan nikah semula. Perintah kepada para istri untuk “tunduk” kepada suaminya bukan sekadar menundukkan kepala (fisik) untuk menunjukkan etika sopan-santun tetapi bermakna takluk disertai tindakan menaati perintah suami dalam segala hal seperti kepada Tuhan.

Perintah untuk tunduk ini bukanlah tindakan berkelebihan bagi orang-orang kudus yang telah diperhitungkan menjadi keluarga Allah; bukan pula bermaksud merendahkan istri di hadapan suami. Kenyataannya, ketika hidup di luar Kristus pun, istri tunduk dan takluk kepada pemberhalaan dan berbagai perbuatan tak senonoh yang mencemarkan kehidupan nikah. Penundukan istri terhadap suami menunjukkan pernikahan sehat dalam kesatuan sebagaimana hubungan kepala dengan tubuh.

Semua perintah maupun teguran yang tertulis dalam suratnya Rasul Paulus bertujuan untuk mempersatukan nikah agar suami-istri memiliki daya tahan yang kuat dalam menghadapi rongrongan dan goncangan yang timbul dari luar. Untuk mencapai penundukan sepenuhnya bagi istri tidaklah mudah dilakukan tanpa pemahaman yang benar bahwa dirinya adalah tubuh dan suami sebagai kepala dalam pernikahan.

Jika istri memahami dengan benar bahwa suami adalah kepala rumah tangga yang telah disatukan dengan dirinya oleh Allah dan mereka adalah orang-orang kudus juga anggota keluarga Allah, ini memberikan kemampuan baginya untuk tunduk melakukan perintah suami tanpa perbantahan maupun pertentangan. Ketika istri tunduk dalam kasih, terbentuklah kesatuan nikah dalam satu daging yang tidak dapat dipisahkan oleh apa pun sebagaimana tertulis dalam Matius 19:6, “…apa yang telah dipersatukan Allah tidak boleh diceraikan manusia.”

Bila istri diperintahkan untuk tunduk kepada suami, suami sebagai kepala berkewajiban untuk mengasihi istri sepenuhnya sebagai tubuhnya sendiri. Itu sebabnya laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan istrinya sehingga keduanya menjadi satu daging (ay. 5). Bukankah Kristus mengasihi jemaat-Nya dan rela meninggalkan Bapa untuk mati disalibkan supaya dengan kebangkitan-Nya, Ia dapat berdampingan dengan gereja-Nya sebagai Mempelai-Nya?

Hubungan Kristus dengan jemaat-Nya terbentuk karena adanya kasih Bapa yang diwujudkan oleh Yesus dalam penderitaan disalib dengan pengurbanan nyawa. Kasih-Nya melahirkan kesatuan dalam persekutuan kudus yang tidak dapat dipisahkan oleh maut sekalipun sebab kebangkitan-Nya telah membuktikan bahwa maut telah dikalahkan dan ditelan dalam kemenangan (1 Kor. 15:54).

Persekutuan Kristus dengan jemaat-Nya menjadi teladan sempurna bagi suami maupun istri dalam membangun nikah yang kudus. Bagaimana istri harus tunduk kepada suami seperti kepada Tuhan; demikian pula suami harus mengasihi istri seperti Kristus mengasihi jemaat-Nya.

Kristus mengasihi jemaat dan menyerahkan diri-Nya untuk menguduskannya sesudah menyucikannya dengan memandikannya dengan air dan Firman (Ef. 5:25-26). Dan jemaat merespons dengan tunduk dan menaklukkan diri kepada-Nya supaya dengan demikian Ia menempatkan jemaat di hadapan diri-Nya dengan cemerlang tanpa cacat atau kerut tetapi jemaat yang kudus dan tidak bercela.

Kita – suami, istri dan anak-anak – sebagai anggota tubuh-Nya mempunyai kewajiban sama untuk tunduk menerima penyucian-Nya dengan melakukan segala perintah-Nya. Hubungan Kristus dengan jemaat menjadi teladan bagi istri untuk tunduk kepada suami dan suami mengasihi istrinya sendiri sehingga terciptalah kehidupan nikah yang harmonis dan berkenan di hadapan-Nya. Amin.