Proses Kedewasaan Penuh Sesuai Dengan Kepenuhan Kristus

Pdt. Paulus Budiono, Lemah Putro, Minggu, 19 Agustus 2018

Shalom,

Kita baru merayakan hari Kemerdekaan Indonesia ke 73. Memang kita mencintai Kerajaan Surga tetapi lebih dahulu dibuktikan dengan kita mencintai negara kita, Indonesia, dengan segala kelebihan dan kekurangannya untuk kita doakan kepada Tuhan yang mampu menolong bangsa dan negara kita.

Coba bayangkan, dari 265 juta rakyat Indonesia, berapa banyak jumlah orang yang percaya dan diselamatkan di dalam Yesus Kristus? ± 10%. Tidakkah kita tidak merasa bersalah dan berutang kepada Tuhan? Ingat, kita menjadi anak Tuhan bukan karena kita orang baik, kita menjadi warga Kerajaan Surga bukan karena kita layak tetapi semua karena karya Allah. Kita yang mencintai negara kita, Indonesia, berkewajiban mendoakan bangsa dan negara serta pemimpin-pemimpin bangsa agar mereka mengenal Tuhan dan takut kepada-Nya.

Apapun kondisi kita sekarang, kita tidak boleh melupakan siapa kita dahulu/sebelumnya agar kita tidak sombong kemudian merendahkan orang lain. Apa keinginan dan nasihat Rasul Paulus terhadap jemaat Efesus (juga kita)? Efesus 4:11-16 menuliskan, “Dan Ialah yang memberikan baik rasul-rasul maupun nabi-nabi, baik pemberita-pemberita Injil maupun gembala-gembala dan pengajar-pengajar untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan bagi pembangunan tubuh Kristus sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus sehingga kita bukan lagi anak-anak yang diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan tetapi dengan teguh berpegang kepada kebenaran di dalam kasih kita bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia, Kristus, yang adalah Kepala. Dari pada-Nyalah seluruh tubuh, — yang rapi tersusun dan diikat menjadi satu oleh pelayanan semua bagiannya sesuai dengan kadar pekerjaan tiap-tiap anggota — menerima pertumbuhannya dan membangun dirinya dalam kasih.”

Apa yang terjadi saat perahu (kehidupan) dilanda badai angin (pengajaran) yang membuat perahu hampir terbalik dan tenggelam?

  • Nakhoda/kapten dan jurumudi harus cakap mengemudikan perahu dengan penuh ketenangan, membuat penumpang tidak panik.

Tuhan memberikan lima jawatan (rasul, nabi, penginjil, gembala, dan pengajar) untuk mendewasakan jemaat supaya mereka tidak mudah diombang-ambingkan oleh pengajaran yang menyesatkan. Jemaat tidak akan cepat panik jika pemimpin-pemimpin rohani (gembala, penatua, guru Sekolah Minggu, pimpinan kaum muda dll.) lebih dahulu kuat dalam pengajaran.

Pemimpin-pemimpin rohani harus berpegang teguh pada pengajaran yang sesuai dengan Alkitab agar menghadapi jemaat yang lagi ‘kebingungan’ tidak ikut-ikutan bingung.

  • Sauh/jangkar diturunkan agar perahu tidak diseret ombak makin jauh.

Rasul Paulus bersama beberapa tahanan pernah mengalami 14 hari berada di kapal yang diombang-ambingkan di Laut Adria. Karena hebatnya angin badai, mereka sempat hilang harapan dan membiarkan kapal terapung-apung lalu membuang muatan kapal dan alat-alat kapal ke laut (Kis. 27:18-19).

Apa fungsi dari jangkar/sauh? Sauh diturunkan ke dasar perairan (sungai, danau, laut) dan tertancap kuat di dasar agar kapal tidak berpindah tempat oleh embusan angin, gelombang dan arus.

Ke mana kita mencari perlindungan saat perahu kehidupan kita diserang angin badai? Ibrani 6:18-20 menuliskan, “supaya oleh dua kenyataan yang tidak berubah-ubah tentang mana Allah tidak mungkin berdusta, kita yang mencari perlindungan beroleh dorongan yang kuat untuk menjangkau pengharapan yang terletak di depan kita. Pengharapan itu adalah sauh yang kuat dan aman bagi jiwa kita yang telah dilabuhkan sampai ke belakang tabir di mana Yesus telah masuk sebagai Perintis bagi kita ketika Ia, menurut peraturan Melkisedek, menjadi Imam Besar sampai selama-lamanya.”

Perlindungan kita hanya ada pada Allah yang tidak pernah berdusta. Angin pengajaran yang menyesatkan dapat menyerang dari segala penjuru namun di tengah kencangnya tiupan angin, kita merasa aman di dalam Tempat Mahakudus karena sauh pengharapan dan iman kita hanya kepada Yesus, Imam Besar, sekaligus Mempelai Pria Surga kita.

Jelas, gereja harus mengarah kepada Yesus yang adalah Kepala (Ef. 4:15) dan masing-masing sauh pengharapan kita menancap kuat (bukan sekadar doktrin) menuju kepada kesempurnaan. Jangan pernah mengecilkan pengajaran-pengajaran sesat! Kalau kita sudah ‘terpikat’ sementara kita telah membuang ‘alat-alat kapal termasuk sauh’ sehingga tidak lagi ada pegangan, nyawa kita terancam binasa.

Tidak ada metode lain dalam membendung serangan angin-angin pengajaran sesat kecuali kita menjadi dewasa. Jika pendeta tidak dewasa, pengajaran Tabernakel hanya menjadi simbol belaka. Demikian pula dengan Perjamuan Tuhan, ada yang menganggapnya sebagai simbol namun ada pula yang kebablasan menerapkannya; semua harus kembali kepada apa kata Firman Allah.

Sebenarnya Rasul Paulus sudah mengingatkan kesukaran perjalanan laut ini kepada perwira Yulius yang bertanggung jawab terhadap pelayaran Paulus dan beberapa tahanan lainnya tetapi Yulius lebih percaya kepada jurumudi dan nakhoda kapal (Kis. 27:10-11). Saat mereka benar-benar mengalami kesukaran karena kapal mau tenggelam, Rasul Paulus tetap tenang dan menenangkan mereka bahwa mereka akan selamat kecuali kapalnya (ay. 22).

Di tengah amukan angin badai, malaikat Allah memberitahukan bahwa semua penumpang kapal selamat karena ada Paulus (Kis. 27:23-24). Ketika kapal kehidupan kita diterpa kesukaran hebat, hamba Tuhan harus menjadi penenang dan meyakinkan bahwa Tuhan melindungi kita. Ironisnya, Firman Tuhan datang di tengah-tengah kesulitan tetapi kita sering tidak memercayai-Nya.

Lebih lanjut, mereka mencoba melabuhkan sauh seperti kebiasaan dan pengalaman yang mereka miliki tetapi anak-anak kapal berusaha melarikan diri dengan menurunkan sekoci (ay. 29-30). Tampak peduli dengan keselamatan orang lain tetapi sesungguhnya mereka hanya mencintai diri sendiri. Apakah kita, orang Kristen, juga pandai berpura-pura? Kelihatan memerhatikan orang lain padahal sesungguhnya hanya ingat akan keselamatan diri sendiri? Pura-pura mengikut Yesus tetapi hatinya berlabuh ke tempat lain!

Tuhan mengasihi seluruh penumpang kapal juga terhadap anak-anak kapal yang mau melarikan diri. Ketika hari mulai siang dan mereka melihat teluk yang rata pantainya, mereka meninggalkan sauh di dasar laut, memasang layar topang supaya angin meniup kapal menuju pantai. Akhirnya kapal kandas karena melanggar busung pasir, haluannya terpancang tetapi buritannya hancur dipukul gelombang yang hebat (ay. 39-41). Waspada, jangan sampai angin pengajaran lain mendorong kapal kehidupan kita sehingga bagian depan kelihatan bagus tetapi bagian belakang (hidup nikah dan keluarga) hancur berantakan.

Sudahkah sauh pengharapan kita tertancap kuat di balik tabir di mana Imam Besar berada dengan membawa darah-Nya sendiri (Ibr. 10:19-20)? Kita harus mencapai kedewasaan penuh sesuai dengan kepenuhan Yesus (Ef. 4:13).

Bagaimana proses kedewasaan Yesus?

Maria menerima berita dari Gabriel bahwa dia akan mengandung dari Roh Kudus dan menamainya Yesus yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka (Mat. 1:18, 21). Yusuf sempat mencurigai Maria yang hamil sebelum mereka hidup sebagai suami istri dan mau menceraikannya tetapi dicegah oleh malaikat Tuhan (ay. 19).

Yusuf dan Maria dengan bayi Yesus harus mengungsi ke Mesir karena ancaman pembunuhan bagi anak-anak berumur dua tahun ke bawah atas perintah Herodes (Mat. 2:13-14, 16). Mereka pasti memelihara Yesus dengan penuh kasih sayang hingga tumbuh menjadi remaja berumur 12 tahun. Bagi tradisi orang Yahudi, anak laki-laki berumur 12 tahun sudah disebut dewasa dan dapat menentukan langkah hidupnya. Apa yang dilakukan-Nya? Dia berada di Bait Allah duduk di tengah-tengah alim ulama mendengarkan mereka dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada mereka (Luk. 2:42,46).

Yusuf-Maria mengasuh dan membimbing Yesus tetapi mereka ‘lupa’ bahwa Yesus adalah ‘Anak ajaib’ dan berkembang dewasa. Mereka masih menganggap-Nya anak kecil yang membuat mereka was-was ketika Ia ‘hilang’ tidak pulang bersama mereka (Luk. 2:48). Tanpa sadar mereka lupa bahwa Yesus ‘dititipkan’ ke dalam asuhan mereka untuk misi penyelamatan manusia berdosa.

Introspeksi: bukankah sering terjadi pendeta merasa memiliki gereja, aset dan jemaat sehingga jemaat dilarang ke gereja lain?

Namun Yesus menunjukkan kedewasaan-Nya dengan menjawab tegas bahwa Ia harus berada dalam rumah Bapa-Nya (Luk. 2:49). Hal ini membuat Maria merenung-kan peristiwa lalu mengapa Yesus lahir dari rahimnya.

Yesus memiliki pemikiran penuh kepada Allah Bapa sebab untuk itu Ia dilahirkan. Namun Yesus tahu bahwa orang tua jasmani-Nya, Yusuf dan Maria, tidak mengerti lebih jauh akan kehendak Allah. Itu sebabnya Yesus hidup bersama mereka selama ± 17 tahun lagi membantu ayahnya yang bekerja sebagai tukang kayu.

Tuhan dapat memakai seseorang dengan cara-Nya yang unik. Misal: Musa (40 tahun) dipakai Tuhan bukan saat dia berada di istana Firaun dan memiliki kuasa karena dia diangkat menjadi anak oleh putri Firaun (Kel. 2:10). Ternyata Musa lari ketakutan dari Mesir setelah ketahuan membunuh orang Mesir. Justru dia diangkat menjadi pemim-pin bangsa Israel setelah 40 menjadi gembala ternak mertuanya (Kel. 3). Jangan menjadi hamba Tuhan dengan cara-cara sendiri untuk mencari nama dan gelar bukan mencari perkenanan-Nya.

Yesus makin bertambah besar dan makin dikasihi Allah dan manusia (Luk. 2:52). Dia masuk dalam pelayanan berumur 30 tahun. Ia tetap dikasihi Allah tetapi mulai dibenci oleh orang-orang Yahudi, orang Farisi dan ahli Taurat. Kedewasaan-Nya yang penuh terlihat ketika Ia (33½ tahun) mencurahkan darah-Nya mati disalib untuk menyempur-nakan penyelamatan manusia berdosa. Ini terlihat dalam doa-Nya, “Bukan kehendak-Ku melainkan kehendak-Mu yang terjadi.”

Gereja Tuhan (kita) bertumbuh menjadi dewasa melalui tahapan-tahapan:

  • Suka berada di dalam Bait Allah mendengarkan dan mempelajari Alkitab yang mampu mengubahkan kehidupan kita.
  • Meninggalkan perkataan dan pikiran kanak-kanak (1 Kor. 13:9-13).
  • Siap menjalani ‘salib’ untuk menjadi mempelai-Nya.

Perhatikan, untuk menangkis pelbagai angin pengajaran sesat yang bertiup hingga Tuhan datang kembali, kita harus memiliki iman yang kukuh akan Firman Kristus bukan tentang filosofi manusia; berpengharapan kuat untuk melabuhkan sauh sampai di belakang tabir (Tempat Mahakudus) sebagai puncak dari kasih yaitu bersanding dengan Yesus, Mempelai Pria Surga, selamanya. Amin.