Hidup Berpadanan Dengan Panggilan Efesus 4:1-3

Pdm. Markus Budi Rahardjo, Lemah Putro, Minggu, 8 Juii 2018

Shalom,

Kita dipanggil menjadi anak-anak Tuhan bukan sekadar untuk diselamatkan dan diberkati dalam segala hal tetapi kita harus hidup berpadanan dengan panggilan seperti dihimbau oleh Rasul Paulus dalam suratnya di Efesus 4:1, “Sebab itu aku menasihatkan kamu, aku, orang yang dipen-jarakan karena Tuhan supaya hidupmu sebagai orang-orang yang telah dipanggil berpadanan dengan panggilan itu.”

Dalam KBBI, kata ‘berpadanan’ mempunyai beberapa arti: berimbang (dengan); sebanding (dengan); menyesuaikan pendapat; bermufakat; berembuk untuk mengambil keputusan. Bila disimpulkan, ‘berpadanan’ tersebut menuju pada kecocokan/kesesuaian/kesatuan.

Kata ‘sepadan’ pernah dipakai Allah untuk menyatakan seorang penolong bagi manusia. Kejadian 2:18 menuliskan, “Tidak baik kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya yang sepadan dengan dia.” Dalam kehidupan nikah, relasi suami-istri yang dibangun atas dasar kecocokan, kesesuaian dan kesatuan berdampak langgengnya kehidupan nikah tersebut. Sering kali kehidupan nikah gagal dan hancur oleh karena tidak adanya kesatuan di antara suami-istri dan ini dapat tertolong bila pasangan tersebut datang kepada salib Tuhan. Kesatuan merupakan modal yang sangat penting dalam membangun Tubuh Kristus, dimulai dari unit yang paling kecil yaitu kesatuan suami-istri dan anak.

 

Sehubungan dengan kesatuan, bangsa Indonesia berhasil mengusir penjajah oleh karena adanya kesatuan. Sumpah Pemuda yang diikrarkan oleh pemuda Indonesia memberikan semangat sangat besar yang mendeklarasikan “Bertanah air satu, tanah air Indonesia; berbangsa satu, bangsa Indonesia dan berbahasa satu, bahasa Indonesia”.

Begitu pula dalam bidang rohani, diperlukan kesatuan hati dalam melakukan pekerjaan Tuhan yang besar. Itu sebabnya Yesus berkata kepada para murid-Nya, “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku.” (Mat. 16:24)

Ayat di atas menegaskan bahwa kita tidak dapat sesuka hati menuruti kemauan diri sendiri dalam melayani Dia. Masing-masing dari kita mempunyai salib berbeda satu dengan lainnya. Masalahnya, sering anak Tuhan tidak mau memikul salib atau menderita apalagi disalahkan ketika merasa benar. Namun Rasul Petrus menasihati, “Sebab adalah kasih karunia jika seorang karena sadar akan kehendak Allah menanggung penderitaan yang tidak harus ia tanggung.” (1 Ptr. 2:19)

Rasul Petrus mengatakan bahwa Kristus telah menanggung segala dosa dan penghukuman yang seharusnya kita tanggung dengan kematian-Nya di atas kayu salib. Ia telah menderita bagi kita dan meninggalkan teladan supaya kita mengikuti jejak-Nya sebab untuk inilah kita dipanggil yaitu karunia menderita bukan karena dosa (ay. 20-21). Jelas, setiap langkah hidup kita tidak dapat lepas dari ketentuan yang Tuhan berikan apabila kita ingin berkemenangan serta berhasil.

Formula pengikutan kita kepada Tuhan tertulis dalam Surat Roma 6:5, “Sebab jika kita telah menjadi satu dengan apa yang sama dengan kematian-Nya, kita juga akan menjadi satu dengan apa yang sama dengan kebangkitan-Nya.” Artinya, tanpa didahului dengan kematian, tidak akan per-nah ada kebangkitan apalagi kemuliaan.

Sayang, banyak anak Tuhan hidup sebagai seteru salib Kristus (Flp. 3:18). Buktinya? Mereka kurang/tidak menghargai pengurbanan Yesus dan tidak mau menderita dengan tidak menuruti kemauan daging padahal kekuatan hidup kita dalam menghadapi segala masalah terletak dalam salib-Nya. Tak jarang pemberitaan tentang salib Kristus menjadi kebodohan bagi mereka yang akan binasa tetapi bagi kita yang diselamatkan pemberitaan tersebut adalah kekuatan Allah (1 Kor. 1:18). Waspada, kita ‘ditampi’ untuk membuktikan apakah iman kita berbobot atau tidak (bnd. Luk. 22:31). Apapun yang terjadi, jangan gampang mundur dan tidak lagi mengikut Tuhan hanya karena problem ketidak-nyamanan bagi daging. Hendaknya persoalan besar dijadikan kecil dan masalah kecil diabaikan saja.

Yesus telah menanggung semua dosa serta problem kita dengan menuntaskannya di atas salib. Kata-kata terakhir yang diucapkan-Nya sebelum ajal menjemput ialah “Sudah selesai” (Yoh. 19:30). Sangat jelas ketebusan yang dilakukan Yesus sangatlah sempurna, tidak ada masalah apa pun yang tidak terselesaikan di atas kayu salib dan kita harus mengimaninya.

Lebih lanjut Rasul Paulus menasihati kita, “Hendaklah kamu selalu rendah hati, lemah lembut, dan sabar. Tunjukkanlah kasihmu dalam hal saling membantu.”

Kita diminta untuk memiliki sifat-sifat yang menjadi dasar tercapainya kesatuan, yaitu:

  • Rendah hati.

Sifat rendah hati berlawanan dengan sifat tinggi hati atau sombong. Kesatuan tidak mungkin dapat dicapai oleh orang sombong dan Allah sendiri menentang orang yang congkak tetapi mengasihi orang yang rendah hati (1 Ptr. 5:5b). Ingat, kecongkakan merupakan awal dari kehancuran dan tinggi hati mendahului kejatuhan (Ams. 16:18). Kelebihan-kelebihan yang dimiliki seseorang (kekayaan/harta, kedudukan, kepandaian, ketrampilan dll.) tanpa sadar merupakan potensi untuk membuatnya menjadi sombong. Bukankah malaikat Lucifer jatuh karena meng-inginkan kedudukan untuk menyamai Allah (Yes. 14:12-15)? Itu sebabnya Yesus mengajar para murid-Nya untuk tetap rendah hati dan mengambil contoh seorang anak kecil sambil berkata, “Barangsiapa merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil ini, dialah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga.” (Mat. 18:4)  

  • Lemah lembut.

Lemah lembut merupakan salah satu buah Roh (Gal. 5:23). Lemah lembut berarti bersedia menerima keterbatasan dan kesulitan yang ada tanpa melampiaskan kejengkelan kita kepada orang lain. Kita dapat menunjukkan rasa syukur atas perlakuan apa pun yang kita terima dan menoleransi mereka yang tidak memperlakukan kita dengan baik. Lemah lembut dibuktikan dengan tetap berbicara tenang dan lembut (bukan pura-pura) saat dihasut. Sikap diam dan tenang sering menjadi respons yang tepat terhadap kata-kata kasar yang dilontarkan oleh lawan bicara. Orang kasar biasanya berkelakuan jahat dan tidak dapat menyatu dengan orang lain seperti Nabal (1 Sam. 25:3b).

Aplikasi: hendaknya kita belajar rendah hati dan lemah lembut dengan datang kepada Yesus karena Ia mengatakan, “Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan.” (Mat. 11:29)

  • Sabar

Karakter sabar juga harus dimiliki oleh anak-anak Tuhan dan belajar sabar tidak memiliki batasan waktu. Sabar adalah sikap untuk dapat menahan emosi dan keinginan serta bertahan dalam situasi sulit dengan tidak mudah mengeluh walau harus menderita. Sabar merupakan kemam-puan untuk mengendalikan diri. Sikap semacam ini mempunyai nilai tinggi dan mencerminkan kekukuhan jiwa orang yang memilikinya.

Hari-hari ini banyak orang menjadi tidak sabar dan tampillah pengejek-pengejek yang hidup menuruti hawa nafsunya dengan mengatakan, “Di manakah janji tentang kedatangan-Nya itu? Sebab sejak bapa-bapa leluhur kita meninggal, segala sesuatu tetap sama seperti semula pada waktu dunia diciptakan.”

Mengapa Tuhan tidak segera menurunkan hukuman? “Tuhan tidak lalai menepati janji-Nya sekali-pun ada orang yang menganggapnya sebagai kelalaian tetapi Ia sabar terhadap kamu karena Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa melainkan semua orang berbalik dan bertobat… Anggaplah kesabaran Tuhan kita sebagai kesempatan bagimu untuk beroleh selamat…” (2 Ptr. 3:3-4, 9, 15)

  • Kasih

Kasih bukan sekadar diekspresikan dalam perkataan (hanya teori) tetapi harus diwujudkan dalam perbuatan kasih seperti telah diteladankan oleh Yesus. Ia datang ke dunia dan rela menanggung dosa manusia dengan mati disalib agar manusia beroleh selamat.

Kasih harus dibuktikan dengan pengurbanan (Yoh. 3:16). Kalau kita ingin berbuat kasih, praktik-kan dalam perbuatan terhadap sesama. Yesus dalam aktivitasnya selama di dunia selalu meno-long orang lain, misal: menyembuhkan berbagai macam penyakit, membangkitkan orang mati, membebaskan orang yang dirasuk setan dll. Selama kita masih hidup, kita mempunyai kesempat-an untuk mempraktikkan kasih terhadap sesama juga kesempatan untuk melayani Tuhan.

Ada tujuh ‘kesatuan’ yang diperlukan oleh gereja Tuhan itulah: satu tubuh, satu Roh, satu pengharapan, satu Tuhan, satu iman, satu baptisan, satu Allah dan Bapa dari semua. Ini harus terus dipelihara dan damai sejahtera-Nya menyertai kita hingga kita menjadi jemaat sempurna untuk menyatu dengan Kristus sebagai Kepala.

Firman Allah memaparkan dengan gamblang bahwa sebagai anak-anak-Nya, kita harus memiliki karakter/sifat seperti Kristus yaitu: rendah hati, lemah lembut, sabar dan mempraktikkan kasih dalam hal saling membantu sesama sehingga terwujudnya kesatuan dalam Tubuh Kristus dan Nama Tuhan dipermuliakan. Amin.