Sungguhkah Kita Telah Mengenal Allah Yang Esa?

Pdt. Paulus Budiono, Minggu, Johor, 22 April 2018

Shalom,

Sangatlah logis bagi seorang pemudi untuk tidak mudah dan langsung memberikan hatinya kepada seorang pemuda yang belum dikenalnya. Berbeda jika pemudi itu ‘murahan’, dia akan gampang membuka hati terhadap setiap godaan dan rayuan dari pria siapa pun. Apakah kita memberi kesempatan pintu hati kita terbuka untuk Tuhan? Sejauh mana pengenalan kita kepada-Nya?

Pengenalan kita kepada Tuhan pasti melalui proses dan ada progres/kemajuannya. Bagaimana proses awal pengenalan kita kepada-Nya? Efesus 2:12-13 menuliskan, “bahwa waktu itu (lampau – Red.) kamu tanpa Kristus, tidak termasuk kewargaan Israel dan tidak mendapat bagian dalam ketentuan-ketentuan yang dijanjikan, tanpa pengharapan dan tanpa Allah di dalam dunia. Tetapi sekarang di dalam Kristus Yesus kamu, yang dahulu "jauh", sudah menjadi "dekat" oleh darah Kristus.

Dahulu kita, bangsa kafir, tanpa Kristus, tidak berpengharapan, tanpa Allah dan jauh dari-Nya tetapi sekarang oleh darah Kristus kita menjadi dekat dengan-Nya.

Apa tujuan kita dekat dengan Allah? Untuk lebih mengenal-Nya dan kita dijadikan tempat kediaman-Nya di dalam Roh (ay. 22). Ilustrasi: kita tidak mungkin mempersilakan bahkan memperbolehkan seseorang menginap dan tinggal di rumah kita bila kita tidak mengenal dia dengan baik.

Jelas sekarang, bila kita mengenal Allah yang hidup melalui Yesus Kristus, kita memiliki pengharapan akan masa depan kita. Sebelum mengenal Allah yang hidup, kita, bangsa kafir menyembah banyak allah buatan/rekayasa kita sendiri. Aneh, bangsa Israel telah memiliki Allah yang hidup tetapi masih menyembah allah-allah lain; itu sebabnya ketika Yosua tua mau mati, dia memanggil bangsa Israel dan mengingatkan mereka, “Oleh sebab itu takutlah akan TUHAN dan beribadahlah kepada-Nya dengan tulus ikhlas dan setia. Jauhkanlah allah yang kepadanya nenek moyangmu telah beribadah di seberang sungai Efrat dan di Mesir dan beribadahlah kepada TUHAN. Tetapi jika kamu anggap tidak baik untuk beribadah kepada TUHAN, pilihlah pada hari ini kepada siapa kamu akan beribadah; allah yang kepadanya nenek moyangmu beribadah di seberang sungai Efrat atau allah orang Amori yang negerinya kamu diami ini. Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada TUHAN!" (Yos. 24: 14-15)

Yosua sangat mengenal Allah yang kepada-Nya dia beribadah; oleh sebab itu dia berani menantang bangsa Israel karena dia (ada Roh Allah di dalamnya) menilai bahwa mereka belum mengenal Allah dengan tepat. Buktinya, mereka masih me-nyembah allah nenek moyang mereka (Terah, ayah Abraham dan ayah Nahor), allah orang Amori ketika mereka tinggal di Tanah Kanaan; bahkan saat tinggal di Mesir selama 400 tahun mereka terbiasa melihat penyembahan berhala di sana dan tidak menutup kemungkinan mereka juga menyembah berhala-berhala orang Mesir.

Abraham diambil/dikeluarkan dari seberang Sungai Efrat (tempat banyaknya pem-berhalaan) menuju Kanaan (ay. 1-3) dengan tujuan supaya dia meninggalkan allah/berhala yang disembah oleh orang tua dan penduduk setempat. Namun kenya-taannya, Kitab Hakim-hakim menuliskan bangsa Israel jatuh bangun dalam pe-nyembahan berhala di Kanaan padahal leluhurnya (Abraham) dipanggil keluar dari Mesopotamia supaya tidak menyembah berhala di sana. Bangsa Israel dikeluarkan dari Mesir juga dengan tujuan sama (beribadah kepada Allah yang hidup) tetapi sewaktu kekurangan makanan atau minuman di padang gurun mereka teringat akan Mesir dan ingin kembali ke sana (Bil. 11:5).

Bangsa Israel benar-benar tegar tengkuk, berkali-kali mereka ‘dihukum’ Allah karena kejahatan dan pemberhalaan tetapi berulang pula mereka melakukan hal sama mem-buat Allah murka. Apa yang dikatakan-Nya kepada Yehezkiel? “Sesudah itu datanglah kepadaku beberapa orang dari tua-tua Israel dan duduk di hadapanku. Maka datanglah firman TUHAN kepadaku: "Hai anak manusia, orang-orang ini (= tua-tua Israel; Red.) menjunjung berhala-berhala mereka dalam hatinya dan menem-patkan di hadapan mereka batu sandungan yang menjatuhkan mereka ke dalam kesalahan. Apakah Aku mau mereka meminta petunjuk daripada-Ku?... Aku sendiri akan menentang orang itu dan Aku akan membuat dia menjadi lambang dan kiasan dan melenyapkannya dari tengah-tengah umat-Ku. Dan kamu akan mengetahui bahwa Akulah TUHAN.” (Yeh. 14:1-5, 8)

Introspeksi: sungguhkah hati kita, termasuk pemimpin-pemimpin rohani, mengenal Allah dan beribadah hanya kepada Dia? Jangan kita pandai berpura-pura – datang ke hadapan-Nya dan duduk dengan hormat mendengarkan suara Allah tetapi hati kita menjunjung berhala! Siapa dapat mengetahui isi hati seseorang kecuali Allah (1 Sam. 16:7b)?

Penyembahan kepada banyak allah berlangsung dari generasi ke generasi, setiap negara dengan aneka ragam budaya mempunyai allah-allahnya sendiri termasuk Indonesia. Jujur, amatlah sulit untuk melepaskan diri dari ikatan pemberhalaan yang sudah mengakar pada adat istiadat dan budaya negara dan daerah masing-masing; bahkan tanpa sadar adat istiadat telah memengaruhi kegiatan gereja pula.

Aplikasi: kita harus menjaga hati, jangan mendengarkan Firman Tuhan tetapi hati sudah mempunyai pemikiran sendiri kemudian menolak nasihat Firman-Nya. Waspada, hati yang penuh berhala membuat kita jatuh dalam dosa kejahatan dan kenajisan. Dan selama hati kita penuh berhala, kita jauh dari Tuhan berakibat kita tidak ada gairah untuk berdoa dan membaca Alkitab.

Perhatikan, kita memiliki Allah yang hidup sementara berhala adalah benda mati buatan manusia yang tidak dapat melakukan aktivitas apa pun: mempunyai mulut tetapi tidak dapat berkata-kata, mempunyai mata tetapi tidak dapat melihat, mem-punyai telinga tetapi tidak dapat mendengar, mempunyai hidung tetapi tidak dapat mencium, mempunyai tangan tetapi tidak dapat meraba, mempunyai kaki tetapi tidak dapat berjalan dst. (Mzm. 115:4-7).

Sebaliknya, Allah kita mengeluarkan perkataan (berfirman) yang membuat kita hidup seperti dikatakan oleh Yesus, “Manusia hidup bukan dari roti saja tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah.” (Mat. 4:4) Bukankah sejak awal pen-ciptaan, Allah telah berbicara dengan mulut-Nya? Jadi, kalau kita mau hidup dan mengenal Allah, kita harus mengenal Firman-Nya.

Jelas, Allah bukan sekadar Roh yang tidak memiliki anggota tubuh. Buktinya, saat Pribadi Yesus berada di dunia, Ia mengatakan, “Barangsiapa melihat Aku, ia me-lihat Dia yang telah mengutus Aku.” (Yoh. 12:45)                                        

Ia juga mempunyai mata, telinga dan wajah seperti tertulis dalam 1 Petrus 3:10-12, “Siapa yang mau mencintai hidup dan mau melihat hari-hari baik, ia harus menjaga lidahnya terhadap yang jahat dan bibirnya terhadap ucapan-ucapan yang menipu. Ia harus menjauhi yang jahat dan melakukan yang baik, ia harus mencari perdamaian dan berusaha mendapatkannya. Sebab mata Tuhan tertuju kepada orang-orang benar dan telinga-Nya kepada permohonan mereka yang minta tolong tetapi wajah Tuhan menentang orang-orang yang berbuat jahat."

Karena kita memiliki Allah yang hidup dan pembalasan adalah hak-Nya (Ibr. 10:30), kita harus hati-hati dalam bertutur kata dan bertindak. Kita mengakui hukum Allah itu baik dan kita ingin berbuat baik tetapi yang keluar malah yang jahat seperti penga-kuan dari Rasul Paulus (Rm. 7:14-15) hingga dia berteriak, “Aku manusia celaka! Siapakah yang akan melepaskan aku dari tubuh maut ini!” (ay. 24)

Sesungguhnya, dari ujung rambut hingga ujung kaki manusia tidak ada sedikit pun yang baik. Bila kita mengenal Allah, Ia sanggup memperbaiki agar kita mengalami keubahan demi keubahan untuk kembali memiliki gambar dan rupa-Nya.

Kita mengenal Allah melalui Anak-Nya, Yesus Kristus. Salah satu murid Yesus, Filipus, sempat ditegur Yesus, “Telah sekian Aku bersama-sama kamu, Filipus, namun engkau tidak mengenal Aku? Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa; bagaimana engkau berkata: tunjukkanlah Bapa itu kepada kami.” (Yoh. 14:9)

Allah (yang hidup) juga memiliki hati, perasaan dan pikiran namun rancangan dan jalan-Nya tidak sama dengan rancangan dan jalan manusia (Yes. 55:8) sedangkan berhala/allah (yang mati) merupakan hasil imaginasi/pikiran si pembuat/pencetusnya.

Lebih lanjut Rasul Paulus mengatakan bahwa jemaat Efesus (juga kita) dibangun dan tersusun rapi menjadi bait Allah yang kudus (Ef. 2:19-21) tetapi kota Efesus tidak ada bait Allah melainkan penuh dengan kuil dan patung dewi Artemis (Kis. 19:24-228).

Kita adalah rumah Allah di mana Roh Allah berdiam di dalamnya. Waspada, jika Roh Allah tidak berdiam dalam kita, roh jahat akan menguasai kita (Ef. 2:1-2). Meskipun sudah diusir ke luar, roh jahat (yang tidak mendapat tempat perhentian) selalu mencari kesempatan untuk balik dan jika ditemukannya rumah hati kita kosong, bersih serta rapi dia akan mengajak 7 roh yang lebih jahat masuk dan berdiam di dalamnya (Mat. 12:43-45). Waspada, setan tidak senang melihat hati kita bersih oleh Firman Allah. Dia menunggu dan mencari celah untuk kembali mendiami rumah hati kita bila kosong tidak ada Roh Allah di dalamnya.

Roh Allah hanya ada satu karena itu berhati-hatilah jangan menerima roh yang lain; hanya ada satu Yesus, jangan menerima Yesus yang lain (sebagai ciptaan Allah seperti diberitakan oleh saksi Yehova); juga hanya ada satu Injil (2 Kor. 11:4) yaitu Injil keselamatan dalam kurban Kristus.

Kalau zaman dahulu Allah berbicara melalui para nabi-Nya, sekarang melalui Putra tunggal-Nya sendiri sebagai gambar wujud-Nya (Ibr. 1:1-3). Ilustrasi: siapa mengenal dekat Presiden Jokowi? Pasti istri dan anak-anaknya. Siapa mengenal Allah Bapa kalau bukan Anak-Nya? Bukankah kita juga anak-anak Allah bila kita percaya dalam Nama-Nya (Yoh. 1:12)?

Kapan kita tidak dikenal Allah meskipun kita telah menggunakan wewenang dan fasilitas yang disediakan oleh-Nya sehingga terjadi banyak mukjizat, pengusiran setan dll. (Mat. 7:21-22)? Jika kita tidak (mau) mengenal Anak-Nya, Yesus, serta tidak melakukan kehendak Allah. Ironis, roh jahat saja mengenal Yesus dengan menantang anak-anak Skewa yang mencoba mengusir orang yang kerasukan setan (Kis. 19:14-15) sementara manusia tidak mengenal-Nya.

Bagaimana kita dapat mengenal Allah untuk mengerti pikiran, perasaan dan kehendak-Nya? Melalui Anak-Nya, Yesus Kristus yang diutus oleh-Nya untuk berkurban mati menebus kita sehingga kita dapat berpikiran dan berperasaan seperti yang terdapat di dalam Dia. Juga kemuliaan Allah Bapa dinyatakan melalui Anak-Nya yang menang melawan maut (Flp. 2:1-11).

Bila kita mengenal Yesus yang tersalib, kita mengenal Allah Bapa yang mengutus Dia dan Ia akan berdiam di dalam kita sehingga tutur kata dan tindakan kita menampilkan kemuliaan-Nya yang dapat disaksikan dan dinikmati oleh orang-orang di sekitar kita. Amin.