Kita Menyembah Hanya Kepada Allah Yang Esa

Pdt. Paulus Budiono, Minggu, Lemah Putro, 15 April 2018

Shalom,

Pernahkah kita merenungkan bagaimana keadaan kita dahulu sebelum kita mengenal Allah di dalam Yesus Kristus? Apa kata Rasul Paulus dalam Surat Efesus 2:11-22 tentang kita, bangsa kafir? “Karena itu ingatlah bahwa dahulu kamu – sebagai orang-orang bukan Yahudi menurut daging yang disebut orang-orang tak ber-sunat oleh mereka yang menamakan dirinya "sunat", yaitu sunat lahiriah yang diker-jakan oleh tangan manusia – bahwa waktu itu kamu tanpa Kristus, tidak termasuk kewargaan Israel dan tidak mendapat bagian dalam ketentuan-ketentuan yang dijanjikan, tanpa pengharapan dan tanpa Allah di dalam dunia… karena oleh Dia (= Kristus; Red.) kita kedua pihak dalam satu Roh beroleh jalan masuk kepada Bapa.” (Ef. 2:11-12, 18)

Terbukti masa lalu jemaat Efesus (bangsa kafir) tanpa Kristus, tanpa janji, tanpa pengharapan dan tanpa Allah; demikian pula kehidupan kita sebelum mengenal Allah yang Esa. Namun, oleh Kristus kita dibawa mendekat kepada Allah sehingga kita mengenal Ia yang mahakudus, mahaadil, mahakasih, transenden (tak terbatas, me-lampaui segalanya) sekaligus imanen (dekat) dst.

Harus diakui, banyak orang mengatakan mereka percaya Allah itu eksis/ada tetapi mereka tidak mengenal Dia bahkan tidak pernah ada pendekatan pribadi dengan-Nya.

 

Introspeksi: sungguhkah kita percaya bahwa Allah itu ada dan mengenal Dia serta datang mendekat kepada-Nya melalui Yesus yang adalah jalan, kebenaran dan hidup; karena tanpa-Nya tidak seorang pun datang kepada Bapa (Yoh. 14:6)?

Rasul Paulus menulis surat kepada jemaat Efesus supaya pengenalan kepada Allah membuat mereka makin hari makin dekat dengan-Nya. Paulus begitu peduli akan kehidupan rohani jemaat Efesus, terlihat dalam kondisi dibelenggu/diborgol di penjara (serba terbatas ruang geraknya) di Roma, dia masih memikirkan jemaat Efesus. Kondisi semacam ini seharusnya mendorong kita yang berkondisikan bebas tidak dipenjara ditambah lagi dengan segala fasilitas yang memadai untuk lebih mengasihi Firman Tuhan dan peduli kepada mereka yang belum/tidak percaya kepada Tuhan.

Bagaimana kondisi kehidupan bangsa kafir yang belum/tidak mengenal Allah?

  • Jemaat Efesus hidup di kota Efesus yang penuh dengan dewa-dewi, khususnya dewi Artemis/Diana yang sangat dipuja oleh mereka. Mereka mempunyai banyak dewa/i yang disembah sejak zaman nenek moyang mereka sebelum jemaat Efesus (percaya kepada Allah yang esa) terbentuk. Buktinya, ketika Rasul Paulus me-nyembuhkan orang lumpuh, dia dijuluki dewa Hermes sementara Barnabas disebut dewa Zeus untuk disembah (Kis. 14:10-13).

Apa yang diingatkan oleh Rasul Paulus kepada jemaat Efesus? 1 Korintus 8:1-6 menuliskan, “Tentang daging persembahan berhala kita tahu: "kita semua mem-punyai pengetahuan”. Pengetahuan yang demikian membuat orang menjadi sombong tetapi kasih membangun. Jika ada seorang menyangka bahwa ia mem-punyai sesuatu "pengetahuan" maka ia belum juga mencapai pengetahuan seba-gaimana yang harus dicapainya. Tetapi orang yang mengasihi Allah, ia dike-nal oleh Allah. Tentang hal makan daging persembahan berhala kita tahu: "tidak ada berhala di dunia dan tidak ada Allah lain daripada Allah yang esa." Sebab sungguhpun ada apa yang disebut "allah" baik di sorga maupun di bumi – dan memang benar ada banyak "allah" dan banyak "tuhan" yang demikian – namun bagi kita hanya ada satu Allah saja, yaitu Bapa yang dari pada-Nya berasal segala sesuatu dan yang untuk Dia kita hidup dan satu Tuhan saja, yaitu Yesus Kristus yang oleh-Nya segala sesuatu telah dijadikan dan yang karena Dia kita hidup.”

Ternyata bangsa kafir menyembah banyak allah yang lebih dikenal dengan berhala.

  • Setelah Adam-Hawa jatuh dalam dosa, hubungan manusia putus dengan Allah sebab mereka mati di dalam dosa dan pelanggaran (Ef. 2:1). Keturunan mereka makin hidup jauh dari Allah. Kain hidup sembrono dan menjadi pembunuh pertama dengan menghabisi nyawa adiknya, Habel.

Setelah Habel mati, Allah mengaruniakan Set sebagai pengganti Habel kepada Adam dan Hawa. Dari Set lahir Enos dan pada waktu itu manusia mulai menyeru-kan Nama YAHWE (Kej. 4:26) karena mereka ingin kembali kepada Allah. Kemudian mereka melahirkan keturunan demi keturunan dan salah satu dari mereka ialah Henokh yang hidup bergaul dengan Allah bahkan diangkat ke Surga hidup-hidup (Kej. 5:24). Setelah itu Alkitab mengisahkan tidak lagi ada orang berseru akan Nama TUHAN. Dengan kata lain, manusia makin jauh dari Allah dan mereka makin hidup dalam dosa. Akibatnya, Allah sangat menyesal menjadikan manusia karena kecenderungan hatinya hanya membuahkan kejahatan semata (Kej. 6:5).

Manusia begitu sembrono dalam hidup nikah padahal Allah menciptakan nikah Adam-Hawa begitu kudus dengan berkat luar biasa di dalam Taman Eden. Eden (pleasure: menyenangkan); taman menunjukkan perlindungan. Dengan kata lain, Allah melindungi nikah manusia dan buah nikah. Namun, akibat rusaknya hu-bungan manusia dengan Allah, rusak pula hubungan nikah dan keluarga. Timbullah pernikahan campur aduk membuat Allah tidak tahan dan mau memus-nahkan manusia waktu itu kecuali Nuh dan keluarganya beroleh kasih karunia keselamatan karena Nuh hidup bergaul dengan Allah (Kej. 6:9).

  • Keturunan Nuh hidup bersama dengan satu bahasa dan satu logat di tanah Sinear. Mereka berusaha mendirikan sebuah kota dengan sebuah menara yang puncaknya sampai ke langit. Allah melihat kesatuan mereka tetapi Ia tidak setuju dalam cara mereka membangun kota dan menara tersebut sehingga Ia mengacaubalaukan bahasa mereka. Mengapa Ia tega menyerakkan mereka ke seluruh bumi sehingga mereka berhenti mendirikan kota Babel (Kej. 11:1-6)? Kejadian 11:4 menuliskan, “Juga kata mereka: "Marilah kita dirikan bagi kita sebuah kota dengan sebuah menara yang puncaknya sampai ke langit dan marilah kita cari nama supaya kita jangan terserak ke seluruh bumi."

Ternyata mereka membangun kota Babel untuk mencari nama bagi mereka sendiri. Waspada, kalau kita mencari nama untuk diri sendiri, apapun yang kita kerjakan akan berakhir dengan kehancuran. Ingat, hanya Allah yang harus diagungkan.

Siapa orang yang memiliki pengaruh besar dalam pembangunan Babel? Nimrod, keturunan Ham, yang diakui sebagai orang yang berkuasa di bumi serta pemburu yang gagah perkasa di hadapan Allah dan mula-mula kerajaannya ialah Babel di tanah Sinear (Kej. 10:8-10a). Nimrod menjadi penggagas berdirinya kota Babel tetapi gagal karena dia sombong mau mencari nama untuk diri sendiri. Mulailah ‘kesatuan’ bangsa dan bahasa pecah dan mereka terpencar ke seluruh muka bumi.

Introspeksi: apakah kita membangun gereja atau melakukan kegiatan apa pun untuk mencari nama bagi diri sendiri?

  • Dengan terseraknya manusia ke seluruh bumi, terbentuklah negara-negara dengan bahasa, budaya dan kepercayaan sendiri-sendiri. Mereka berkeinginan untuk me-nyembah Allah tetapi dengan berjalannya waktu yang muncul malah dewa-dewi menurut agamanya masing-masing.

Dapat dibayangkan berapa juta allah/dewa yang ada di seluruh negara di dunia ini seperti dewa/i orang India, orang Cina, orang Jepang, orang Amerika, orang Eropa, orang Rusia dst.?

Bangsa kafir dahulu tanpa Allah (yang hidup) tetapi mempunyai banyak allah/dewa yang menjadi kultur, kebiasaan dan ciri dari setiap suku dan bang-sa. Di Indonesia ada 714 suku dan lebih dari 1.100 bahasa daerah (Kompas, 4 April 2017) yang mana masing-masing memiliki sistem kepercayaan sendiri. Mereka menyembah banyak dewa antara lain: dewa Batara Kala, dewa Ganesha, dewa Wisnu, dewi Sri, dewi Ratih, Nyai Roro Kidul dll.

  • Bagaimana Injil yang disampaikan ke seluruh bumi menghadapi aneka ragam kultur yang begitu kental dan kuat? Apakah bangsa Israel benar-benar mengenal Allah? Tidak juga. Sebelum Yosua meninggal, dia mengingatkan mereka untuk takut akan TUHAN dan beribadah kepada-Nya. Juga menjauhkan allah nenek moyang mereka yang ada di Mesopotamia (dewa dari leluhurnya yaitu Tera, Abraham dll.), dewa/i di Mesir, berhala-berhala di perjalanan (padang gurun) dan berhala-berhala di Kanaan. Bahkan mereka ditantang untuk memilih, “Kepada siapa kamu akan beribadah; allah yang kepadanya nenek moyangmu beribadah di seberang sungai Efrat atau allah orang Amori yang negerinya kamu diami ini. Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada TUHAN!”

Bangsa Israel menjawab, “Jauhlah daripada kami meninggalkan TUHAN untuk beribadah kepada allah lain!” (ay. 24) Yosua memperingatkan bila mereka mening-galkan Allah yang kudus dan cemburuan mereka akan dibinasakan (ay. 19-20). Mereka berjanji akan beribadah kepada Allah dan mendengarkan Firman-Nya (ay. 24).

Benarkan bangsa Israel menepati janji dengan beribadah kepada Allah? Tidak. Selama 40 tahun di padang gurun mereka tidak menyembah Allah tetapi meng-usung kemah Molokh dan bintang dewa Refan, membuat patung-patung untuk disembah (Kis. 7:40-43) dan mempersembahkan anak-anak mereka kepada Mo-lokh sebagai kurban dalam api (Yer. 32:35). Ternyata mereka tidak menaati perintah Allah; akibatnya, bolak-balik mereka tertawan dan dijajah musuh. Mereka minta ampun kepada Allah lalu dibebaskan tetapi balik lagi menyembah berhala. Ulang berulang mereka melakukan tindakan seperti ini; apakah kita juga bertindak demikian? Di dalam gereja kita menyerukan Allah di dalam Yesus Kristus tetapi begitu ke luar gereja kita dipengaruhi adat istiadat. Dengan demikian, kita mem-punyai Allah yang kabur/tidak jelas.

Jika Allah kita tidak jelas, penyembahan kita kepada-Nya juga kabur padahal kita harus menyembah dalam Roh dan kebenaran (Yoh. 4:24). Bagaimana kita mampu memberitakan Injil kepada semua bangsa yang mempunyai adat istiadat dan banyak allah? Belum lagi munculnya aliran-aliran (-isme) dan doktrin-doktrin yang dianggap hebat oleh kelompok masing-masing.

Aplikasi: kita berkewajiban mendidik anak-anak kita untuk setia dalam Firman penggembalaan agar mereka tidak mudah hanyut dan ikut-ikutan dengan aliran yang lagi trend sekarang – ibadah menurut selera tanpa memedulikan kebenaran Firman Tuhan.

  • Kita harus kembali kepada pengenalan yang benar akan Allah melalui Anak Tunggal-Nya karena tidak seorangpun pernah melihat Allah jika tidak dinyatakan oleh Anak-Nya (Yoh. 1:14,18).

Kita dahulu tidak mempunyai Allah (yang hidup) tetapi menyembah banyak allah dan mengikuti banyak kultur dan adat istiadat. Kemudian oleh kasih karunia Allah kita mengenal Dia namun jujur kita masih sering terpengaruh dengan kebiasaan-kebiasaan dan mistis yang sudah merasuki hidup kita sejak kecil sehingga mudah muncul jika kita tidak cinta akan Firman Tuhan yang mampu menghalau ‘allah-allah’ itu.

  • Sayang, bangsa Israel telah menyaksikan dan mengalami mukjizat-mukjizat besar yang dilakukan oleh tangan kuat Allah (yang tidak ada duanya) ke luar dari Mesir juga dalam menghadapi musuh-musuh yang lebih besar (Ul. 4:32-40) tetapi mereka cepat melupakan pertolongan-Nya. Mereka mengaku sebagai bangsa pilihan dan berpegang pada Kitab Perjanjian Lama tetapi begitu mudah memutarbalikkan dan menerjemahkan semaunya sendiri karena mereka begitu ketat mengikuti kebiasaan nenek moyang mereka.

Bagaimana dengan kita? Percayakah kita kepada Allah yang esa (bnd. 1 Kor. 8:4-6)? Apakah kita suka membaca Firman untuk mengenal Dia lebih dalam? Hati kita perlu terus menerus dikuduskan oleh darah Yesus agar tidak dicemari oleh kondisi dunia sekitar kita dan aneka budaya yang begitu mengikat. Marilah kita melayani Tuhan dengan hati bukan karena agama dan liturgi gereja. Dengan demikian, kita mengenal Allah dengan benar dan tidak mudah terjebak untuk kembali kepada ‘alllah-allah’ yang sebelumnya mengikat kita. Amin.