• HIDUP YANG MEMPRIORITASKAN ALLAH
  • Mazmur 63
  • Lemah Putro
  • 2023-10-08
  • Pdp. Arnold Sutandharu
  • https://gkga-sby.org/mobile/index.php/ibadah-umum/1446-hidup-yang-memprioritaskan-allah-2
  • Video Ibadah: KLIK DISINI

Shalom,

Mazmur 63 adalah “Mazmur Daud, ketika ia ada di padang gurun Yehuda” (Mzm 63:1). Padang gurun ini terletak di sebelah Timur Yerusalem dan terbentang sangat luas hingga Sungai Yordan. Padang gurun ini sunyi sepi, gersang, tandus, kering tidak ada air mengalir, tidak ramah lingkungan dan sampai sekarang tidak berpenghuni. Tempat ini sering dipakai oleh orang-orang yang bermasalah, misal: mereka pelarian karena dikejar utang, melakukan tindakan kriminal dll.

Alkitab mencatat bahwa padang gurun umumnya menjadi tempat penghukuman, seperti yang dialami bangsa Israel berputar-putar tanpa arah dan tujuan jelas selama 40 tahun dalam penghukuman karena ketidakpercayaan dan ketidaktaatan mereka kepada Allah yang berkuasa. Daud juga pernah lari terbuang ke padang gurun sebagai akibat dosa zina dan pembunuhan. Di Padang Gurun itu Simei dari keluarga Saul mengutuki dia sambil melempari batu (2 Sam. 16:5-7). 

Padang Gurun juga tempat pelarian seperti Daud melarikan diri ke padang gurun ketika dikejar-kejar oleh Raja Saul. Padang Gurun juga tempat pencobaan seperti yang dialami Daud saat ia punya peluang membunuh Saul yang menjadi masalah terbesar dalam hidupnya. 

Apakah kita sekarang juga berada “di padang gurun”? Mungkin karena akibat dosa/kejahatan kita sendiri? Atau kita sedang lari dari masalah berat yang merongrong, membuat kita tidak nyaman dan tidak dapat menikmati hidup dengan baik? Misal: mahasiswa yang sedang membuat makalah dirongrong oleh dosen yang mencari-cari kesalahan; pekerja yang dikejar target, omzet, laporan, lembur sehingga tidak dapat beribadah? Atau kita sedang dalam padang gurun pencobaan di mana kita tengah dicoba oleh berbagai nafsu daging yang menyiksa batin/jiwa? Hati kita ingin berbuat benar tetapi harus bergumul mengendalikan nafsu-nafsu itu. 

Daud adalah orang yang berhasil mengakhiri perjalanan padang gurunnya dengan keberhasilan sementara banyak orang lain gagal dan tewas di padang gurun. Kita tahu dari Mazmur 63 ini, Daud adalah orang yang sangat memprioritaskan Allah. Jika kita juga ingin berhasil di dalam padang gurun kita, kita pun harus menjadi kehidupan yang memprioritaskan Allah. 

Bagaimana ciri orang yang memprioritaskan Allah di tengah pengalaman padang gurun?

Dari Daud kita belajar tiga hal ini:

  • Daud merindukan Allah (ay. 2-3)

“ Ya Allah, Engkaulah Allahku, aku mencari Engkau (early will I seek You = pagi-pagi aku mencari Engkau; terjemahan lain: earnestly will I seek You = dengan sungguh aku mencari Engkau), jiwaku haus kepada- Mu, tubuhku rindu kepada-Mu seperti tanah yang kering dan tandus tiada berair. Demikianlah aku memandang kepada-Mu di tempat kudus sambil melihat kekuatan-Mu dan kemuliaan-Mu.” 

Orang yang memprioritaskan Allah pasti merindukan-Nya. Buktinya? Pagi-pagi (early), sungguh-sungguh (earnestly) Daud mencari Allah; pagi hari menunjukkan urutan pertama/utama dalam kehidupan seseorang. Jelas Daud mengutamakan Allah dan mencari-Nya dengan sungguh-sungguh seperti mencari air di tanah yang gersang dan kering. 

Ini senada dengan bani Korah yang menyanyikan: seperti rusa merindukan sungai yang berair, demikianlah jiwa mereka yang merindukan Allah dan merindu waktu kapan mereka boleh datang melihat-Nya (Mzm. 42:1- 3). Jelas, orang yang haus kepada Allah rindu dapat bertemu dengan-Nya. 

Prioritas Daud adalah mencari Allah untuk berelasi/berhubungan dengan-Nya. Ilustrasi: sebotol air di meja bukan hanya untuk dilihat tetapi dipegang dan diminum airnya. Dengan demikian air itu masuk dan menyatu dengan tubuh kita.

Perhatikan, relasi dengan Allah sangatlah penting terlebih ketika berada di padang gurun. Namun sayang, ketika berada di “padang gurun”, seringkali kita malah menjual dan menukar relasi kita dengan Allah untuk hal-hal yang membuat kita “nyaman” dan “selamat” hanya sesaat. Kita menukar relasi kita dengan Allah untuk mendapatkan jodoh yang tidak seiman, omset yang besar, kedudukan tinggi, nilai bagus di sekolah/kuliah dst. 

Sama seperti air selalu dibutuhkan untuk mencegah dehidrasi, relasi dengan Allah pun dibutuhkan setiap saat. Bukti relasi kita dengan Allah baik dapat dilihat dari relasi kita dengan sesama. Relasi ini tiap saat harus dijaga, terutama saat kita beribadah, berelasi dengan Tuhan. Itu sebabnya kita harus berdamai dengan sesama (yang kelihatan) sebelum mempersembahkan kurban kepada Allah (Mat 5:24) sebab relasi kita dengan sesama mencerminkan relasi kita dengan Allah (yang tidak kelihatan). 

Bagaimana cara Daud mencari Allah? Ayat 2: dia memandang Allah di tempat kudus untuk melihat kekuatan- Nya dan kemuliaan-Nya. Kekuatan/kekuasaan Allah terlihat jelas karena Ia berkuasa memelihara kita dan menjadikan apa yang tidak ada menjadi ada. Sementara kemuliaan Allah dapat dilihat dari karakter-Nya untuk mengetahui siapa Dia sesungguhnya. 

Karakter Allah hanya dapat dipahami Daud dengan perenungan. Ia merenungkan Allah di tempat tidur – tidak lagi di tempat kudus dan tidak pagi-pagi, tetapi pada malam hari (ay. 7). Saat merenungkan, dia teringat akan pertolongan-Nya dan bersorak-sorai dalam naungan sayap-Nya (ay. 8). 

Perenungan Allah dan Firman-Nya sangat penting untuk kita mengenal siapa Dia lebih mendalam, lebih dekat dan mengerti hati Allah di balik ketetapan-ketetapan-Nya. Orang benar pasti merenungkan Taurat siang-malam (Mzm. 1:2). 

Tanpa perenungan, Taurat hanyalah hukum, undang-undang. Seseorang dapat mengenal dan melakukan Taurat sebatas peraturan. Misal: Raja Saul gemar sekali mengadakan kurban sembelihan sebagaimana peraturan Taurat (1 Sam. 15:21). Namun perenungan Daud membuatnya paham hati Allah di balik peraturan kurban itu, yaitu bahwa sejatinya Allah berkenan pada hati yang bertobat daripada kurban sembelihan itu sendiri (Mzm. 51:18-19). 

Orang yang paham karakter Allah akan sadar bahwa Allah tidak dapat disuap dengan kurban-kurban (Ul. 10:17), tidak berani memperlakukan-Nya secara transaksional, misal: dengan rajin memberikan persepuluhan karena mengharap imbalan omzet penjualan tembus target. Apa motif kita di balik membayar nazar kepada Tuhan? Ingat, Ia tidak melihat nazar itu sendiri tetapi apakah hati kita rindu berelasi dengan-Nya. 

Orang yang paham karakter Allah akan sadar bahwa relasi dengan-Nya adalah yang terpenting. Karena itu ketika Raja Daud berdosa berat dan ditegur oleh Nabi Natan, dia menyesal dan meratap agar Allah tidak membuang dia dari hadapan-Nya dan tidak mengambil Roh-Nya yang kudus darinya (Mzm. 51:13). Daud tidak mempertahankan nama baiknya atau takut menjadi bahan pembicaraan ketika ditegur kesalahannya. Dia cuma takut kehilangan Allahnya. 

Apa reaksi kita saat kesalahan kita ditegur di depan umum? Apakah kita mengkhawatirkan rusaknya nama baik, masa depan, karier kita? Sudahkah kita mencari Allah dan merenungkan Firman-Nya untuk dapat memahami hati-Nya? Harus diakui tidak semua orang langsung mengerti sepenuhnya Firman Tuhan yang disampaikan atau dibaca; untuk itu perlu perenungan, kalau tidak mengerti dapat bertanya agar kita mengenal hati dan karakter Allah yang sesungguhnya. 

  • Daud memuji Allah (ay. 4-8).

“Sebab kasih setia-Mu lebih baik dari pada hidup; bibirku akan memegahkan Engkau. Demikianlah aku mau memuji Engkau seumur hidupku dan menaikkan tanganku demi nama-Mu….” 

Bila kita mengenal Allah dengan dekat, kita akan memahami betapa dahsyat dan ajaib kasih setia-Nya. Tidak bisa tidak, bibir kita akan memuji dan memegahkan Dia seumur hidup. 

Apa maksud dari “Kasih Setia” ini? Makna utamanya ialah kasih dan kesetiaan yang muncul terkait dengan perjanjian atau komitmen. Di dalam perjanjian/komitmen suami dan istri, misalnya, ada kasih setia yang harus dinyatakan dan dapat diharapkan. Kasih dan setia tidak terjadi hanya satu arah tetapi seharusnya bersifat resiprokal/saling berbalas. 

Daud berkata kasih setia Allah “lebih dari hidup”, sebab Allahlah yang pertama kali menyatakan kasih setia kepada manusia; bukan manusia yang mencari Allah tetapi Allah yang lebih dahulu mengasihi manusia. Setelah itu Ia terus menerus menyatakan kasih setia-Nya, bahkan di saat kehidupan kita gagal menyatakan balik kasih setia kepada Allah dan jatuh dalam dosa. Itu sebabnya Daud mengandalkan kasih setia Allah saat dia jatuh dalam dosa besar yang seharusnya membuat dia dihukum mati (Mzm. 51:3).

Karena Allah adalah sumber kasih setia dan Ia telah menyatakan kasih setia-Nya kepada kita maka kita pun harus menyatakan kasih setia kita kepada orang-orang yang dekat dengan kita bahkan kepada semua orang. Bagaimana mungkin mengasihi semua orang kalau orang terdekat sendiri tidak pernah mencicipi kasih setia kita? Yesus menegaskan jika kita tidak mau mengampuni orang, Bapa juga tidak akan mengampuni kita (Mat. 6:15). Oleh karena itu nyatakan kasih setia di dalam pengampunan. 

Bila kita benar-benar menikmati kasih setia Allah, dari mulut bibir kita akan keluar pujian dan penyembahan kepada-Nya bukan keluhan, omelan dan sungutan saat berada di padang gurun seperti dilakukan oleh bangsa Israel. Sangat beda dengan Daud saat di padang gurun pastilah ia memuji Allah dengan ekspresif juga merenungkan Tuhan. Gaya hidup Daud menjadi kesaksian bagi 400 orang anak buah yang sedang dalam kesukaran, yang dikejar-kejar oleh piutang, yang sakit hati (1 Sam. 22:2). 

  • Daud mengandalkan Allah (ay. 9-12).

“Jiwaku melekat (dabaq = cling) kepada-Mu, tangan kanan-Mu menopang aku. Tetapi orang-orang yang berikhtiar mencabut nyawaku, akan masuk ke bagian-bagian bumi yang paling bawah…” 

Kata “melekat” juga dipakai Allah ketika memberkati nikah Adam dan Hawa yang mana seorang laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu (dabaq = cling) dengan istrinya sehingga keduanya menjadi satu daging (Kej. 2:24). 

Daud mengutarakan jiwanya dekat, melekat, bahkan menyatu dengan Allah. Kedekatan inilah yang membuat Daud berani menyebut Allah sebagai Allahku (ayat 1). Ternyata tidak banyak tokoh Alkitab berani menyebut Allah dengan “Allahku”. Yang pertama kali menyebut “Allahku” ialah Yakub namun inipun bersifat transaksional yakni kalau Allah memberinya makanan dan pakaian sehingga dia selamat kembali ke rumah ayahnya (Kej. 28:20-21). 

Waspada, pada hari akhir ini banyak orang mengaku punya relasi dengan Allah, berani memanggil Tuhan, Tuhan, sudah melakukan mukjizat, mengusir setan, bernubuat demi Nama Tuhan, tetapi Ia menolak mereka. Ia tidak mengenal mereka yang adalah pelaku kejahatan (Mat. 7:21-23). 

Apa yang harus kita lakukan supaya tidak ditolak oleh-Nya? Melakukan kehendak Allah! Jangan berhenti pada merenungkan dan mengerti kehendak Allah, tetapi tuntaskan dengan melakukan kehendak-Nya. 

Ketika jiwa kita melekat dekat kepada-Nya, tangan kanan-Nya menopang kita (ay. 9) Tangan kanan bicara tentang kuasa pemeliharaan (Mzm. 16:11), pembelaan dan perlindungan (Mzm. 17:7) dan pembalasan Allah untuk keadilan (Mzm. 21:9). Allah memelihara, membela, dan membalaskan Daud dengan waktu dan caranya Allah sendiri. Saul mati (ay. 10-11) tanpa Daud perlu menggunakan tangannya sendiri walau dia mempunyai kesempatan dua kali untuk membunuh Saul. Daud melakukan kehendak Allah dengan cara menunggu waktu dan cara Allah bekerja untuk menyelamatkannya. Kemantapan Daud dalam mengandalkan Allah terbukti dengan tidak adanya kalimat memohon-mohon minta dihibur atau minta tolong di Mazmur 63 ini. 

Karena itu janganlah kita cepat membalas perlakuan musuh, atau tergesa ingin segera menyelesaikan masalah dengan cara kita sendiri. Sebaliknya, andalkan Tuhan. Ini bukan berarti kita pasrah, pasif tidak melakukan apa- apa! Ingat, Daud tidak diam saja ketika berkonflik dengan Absalom yang mau membunuhnya. Daud bertindak dengan mengatur barisan pasukan, bersiasat untuk menghindari pertumpahan darah, sambil tetap berserah kepada waktu dan cara Tuhan. 

Apa yang kita prioritaskan dalam kehidupan kita? Apakah kita memprioritaskan harta dalam menyelesaikan masalah? Atau memprioritaskan jabatan yang kita kejar mati-matian? Atau memprioritaskan karier untuk masa depan kita? Atau memprioritaskan keluarga hingga kita tidak dapat beribadah? Atau memprioritaskan nama baik sehingga kita malu mengaku dosa? Atau memprioritaskan jodoh hingga menukar relasi dengan Allah? Semua akan berakhir dengan sia-sia kecuali kita hidup memprioritaskan Allah dengan merindukan Dia, memuji dan mengandalkan-Nya karena kasih setia-Nya lebih baik daripada hidup. Amin.