• TENANG DI DALAM KEADILAN ALLAH (JOHOR)
  • Mazmur 7:1-18
  • Johor
  • 2022-08-14
  • Pdm. Sonny J. Garing
  • https://www.gkga-sby.org/mobile/index.php/ibadah-umum/1195-tenang-di-dalam-keadilan-allah

Shalom, 

Sangatlah wajar bagi setiap orang bila haknya diusik atau dirampas padahal dia melakukan apa yang benar maka secara naluri dia akan melawan bahkan ingin menuntut agar dia dinyatakan tidak bersalah. 

Bukankah ketika kita sudah melakukan apa yang benar sesuai dengan perintah dan aturan yang ada tetapi kemudian difitnah, diperlakukan semena-mena dan tidak adil, otomatis kita sedih, berontak dan tidak terima? Kepada siapa kita akan mengadu? 

Ternyata Firman Tuhan memberikan kita nasihat dan penghiburan bagaimana beroleh keadilan dan ketenangan seperti dialami oleh Raja Daud ketika dia menghadapi masalah berat dan mengungkapkan di dalam tulisannya di Mazmur 7. Melalui pengalaman Daud, apa yang perlu kita lakukan untuk mendapatkan ketenangan dan keadilan dari Allah?

  • Datang kepada Tuhan.

“Nyanyian ratapan Daud yang dinyanyikan untuk TUHAN karena Kush (concerning the words of Cush = berkaitan dengan perkataan dari Kush), orang Benyamin itu. Ya TUHAN, Allahku, pada-Mu aku berlindung; selamatkanlah aku dari semua orang yang mengejar aku dan lepaskanlah aku supaya jangan mereka seperti singa menerkam aku dan menyeret aku dengan tidak ada yang melepaskan.” 

Daud menghadapi masalah oleh sebab kata-kata yang dilontarkan oleh si Kush orang Benyamin. Perkataan orang ini mengusik hati Daud dan membuatnya sedih serta meratap karena tidak sesuai dengan kenyataan alias fitnah. 

Siapa yang dimaksud Kush, orang Benyamin ini? Dilatarbelakangi oleh satu peristiwa yang dialami Daud ketika dia bertemu dengan Simei, orang Benyamin yang mengutuki sambil melempari Daud dan semua pegawainya. Simei menuduh Daud sebagai penumpah darah dan orang dursila karena menggantikan Saul menjadi raja. Oleh sebab itu Tuhan membalas dengan menyerahkan kedudukannya kepada anaknya, Absalom (2 Sam. 16:5- 8). 

Benarkah tuduhan Simei yang dilontarkan kepada Daud? Sama sekali tidak benar! Fitnahan ini membuat Daud sedih dan dia datang kepada Tuhan dalam doa. Daud mempunyai gaya hidup suka berdoa – di dalam situasi dan kondisi apa pun Daud tidak pernah lepas dari doa. Contoh: ketika mau menyerang musuh, Daud bertanya lebih dahulu kepada Tuhan apakah dia boleh menyerang atau tidak. Tampak adanya relasi akrab antara Daud dengan Tuhan. 

Sebenarnya Daud dapat membalas perbuatan Simei yang tidak menghormatinya sebagai raja sebab Daud diapit oleh tentara dan pahlawan saat itu (2 Sam. 16:6). Daud dapat menyuruh mereka menangkap Simei dengan mudah tetapi ini tidak dilakukannya. Sebaliknya, Daud tidak datang kepada manusia tetapi kepada Tuhan mengadukan masalah yang dialaminya dan di sanalah dia mengalami ketenangan. 

Dalam doanya, Daud memeriksa diri apakah dia sudah melakukan apa yang dituduhkan (Mzm. 7:4-6).

Apa jeritan Daud dalam doanya? “…jika aku berbuat ini…jika ada kecurangan di tanganku….jika aku melakukan yang jahat…” 

Penggunaan kata penghubung/konjungsi “jika” menunjukkan suatu pengandaikan yang mana faktanya tidak terjadi/dilakukan.

Buktinya? Daud bukan penumpah darah Saul walau dia mempunyai kesempatan dua kali untuk membunuh Raja Saul tetapi dia tidak melakukannya karena dia menghormati raja yang diurapi Tuhan. Daud tidak pernah berikhtiar mencelakai Saul (1 Sam. 24:10-11; 26:23).

Introspeksi: apakah doa sudah menjadi gaya hidup kita sehari-hari? Kepada siapa kita datang ketika kita menghadapi masalah – kepada manusia atau Tuhan? Bagaimana merespons fitnahan yang ditujukan kepada kita? Apakah kita langsung posting di medsos untuk pembelaan diri? Firman Tuhan menasihati agar kita datang kepada Tuhan dalam doa dan mengadu kepada-Nya sekaligus introspeksi. Apabila ternyata apa yang dituduhkan itu benar, kita berterima kasih karena ada orang mengingatkan kesalahan/kekurangan kita lalu kita minta ampun kepada Tuhan dan memperbaiki diri. 

Mengapa kita harus datang kepada Tuhan di dalam doa untuk mendapatkan ketenangan dan keadilan-Nya? Sebab doa dapat dilakukan oleh siapa pun (anak kecil, dewasa, tua, perempuan, laki-laki), kondisi apa pun (sehat, sakit, sedih, senang, sendirian, berjemaah), di mana pun (di rumah, gereja, sekolah, kantor), kapan pun (pagi, siang, malam) sehingga tidak ada dalih apa pun untuk tidak dapat berdoa. Datanglah ke hadirat Allah dalam doa maka kita akan merasakan ketenangan jiwa! 

  • Menyerahkan waktu keadilan kepada Tuhan.

“Bangkitlah, TUHAN, dalam murka-Mu, berdirilah menghadapi geram orang-orang yang melawan aku, bangunlah untukku, ya Engkau yang telah memerintahkan penghakiman! Biarlah bangsa-bangsa berkumpul mengelilingi Engkau dan bertakhtalah di atas mereka di tempat yang tinggi.” (ay. 7-8) 

Perhatikan, Tuhan memiliki waktu-Nya sendiri untuk menyelesaikan problem kita. Masalahnya, kita sering menjadi tidak tenang karena kita mencoba mengambil alih porsi waktu-Nya Tuhan. Kita yang “memutuskan” agar Tuhan menolong sekarang. Seharusnya kita belajar menyerahkan waktu dan keadilan kepada Tuhan sebab Ia menolong tepat waktu tidak pernah terlambat. Kita tidak perlu mengatur kapan Ia bangkit, berdiri dan bangun untuk melawan musuh namun yang pasti Ia bertindak indah pada waktunya. Bukankah sering terjadi tanpa kita sadari Tuhan telah berkarya dengan cara-Nya sendiri untuk menyatakan keadilan-Nya? Bagaimana dengan tulisan Daud selanjutnya? “TUHAN mengadili bangsa-bangsa. Hakimilah aku, TUHAN, apakah aku benar, dan apakah aku tulus ikhlas. Biarlah berakhir kejahatan orang fasik tetapi teguhkanlah orang yang benar, Engkau yang menguji hati dan batin orang, ya Allah yang adil.” (ay. 9-10) 

Keadilan Tuhan dinyatakan untuk membuktikan bahwa tuduhan yang selama ini dilontarkan kepada Daud tidaklah benar. Pembenaran hanya datang dari Tuhan sebab Ia menguji hati dan batin orang. Daud akan ditampilkan sebagai orang benar tidak seperti perkataan Shimei karena Allah yang adil tidak dapat disuap oleh siapa pun. Tuhan menguji orang benar dan orang fasik (Mzm. 11:5). 

Jelas, Tuhan mengenal siapa yang benar dan yang fasik. Pengadilan dunia seharusnya menjadi tempat untuk menemukan keadilan tetapi fakta berbicara kuat bahwa keadilan dapat dibeli dengan uang. Apabila Tuhan menyatakan Daud sebagai orang benar maka tidak ada satu jari atau kuasa apa pun dapat membatalkan pembenaran dari Tuhan. 

Terbukti Tuhan menetapkan Daud sebagai orang yang berkenan dihati-Nya dan melakukan segala kehendak- Nya (Kis. 13:22). Apakah kehidupan Daud seluruhnya benar? Tidak, Daud pernah melakukan perbuatan dosa fatal – berzina dan membunuh suami dari selingkuhannya (2 Sam. 11). Namun dia menyesal saat ditegur dan menerima konsekuensi dari perbuatan jahatnya (2 Sam.12) dan Tuhan mengangkat dia sebagai orang yang (di)benar(kan). 

Aplikasi: Kristus sudah mati untuk menebus kita manusia berdosa, Ia bangkit untuk membenarkan kita maka Iblis tidak dapat menuduh dan menuding kita. Demikian pula ketika kita diperhadapkan dengan fitnahan dan hal-hal yang menyudutkan kita walau kita telah melakukan apa yang benar, percayakan semuanya kepada Tuhan yang akan menyatakan kebenaran pada waktu-Nya karena Dia adil dalam penghakiman-Nya.

 “Perisai bagiku adalah Allah yang menyelamatkan orang-orang yang tulus hati. Allah adalah Hakim yang adil dan Allah yang murka setiap saat.” (ay. 11-12) 

“Perisai” bicara soal perlindungan dan Allah melindungi serta membela orang-orang yang tulus hati. Terbukti Ia melindungi dan membela Daud dengan cara-Nya dan di dalam waktu-Nya.

Apakah doa Daud (juga kita) bersifat pasif ketika Daud (juga kita) menyerahkan masalah kepada Tuhan? Tidak! Setelah bertemu Tuhan dalam doa, kita tetap beraktivitas menjalankan hidup seperti layaknya orang yang mengalami pembaruan demi pembaruan dari hari ke hari, oleh Firman dan Roh Kudus. 

  • Menyadari akhir dari kehidupan orang-orang yang melakukan ketidakadilan.

Sungguh kembali ia mengasah pedangnya, melentur busurnya dan membidik. Terhadap dirinya ia mempersiapkan senjata-senjata yang mematikan dan membuat anak panahnya menjadi menyala. Sesungguhnya, orang itu hamil dengan kejahatan, ia mengandung kelaliman dan melahirkan dusta. Ia membuat lobang dan menggalinya tetapi ia sendiri jatuh ke dalam pelubang yang dibuatnya. Kelaliman yang dilakukannya kembali menimpa kepalanya dan kekerasannya turun menimpa batu kepalanya. Aku hendak bersyukur kepada TUHAN karena keadilan-Nya dan bermazmur bagi nama TUHAN, Yang Mahatinggi.” (ay. 13- 18) 

Alkitab menyadarkan kita melalui Mazmur Daud ini bahwa tidak selamanya orang-orang fasik itu berjaya melakukan ketidakadilan dan hal-hal yang tidak benar. Ironis, mereka mengasah pedang, melenturkan busur, mempersiapkan senjata mematikan untuk Daud tetapi ternyata semua senjata itu menghantam diri sendiri alias senjata makan tuan. Inilah akhir dari kehidupan orang fasik. Hal serupa terjadi pada Haman yang begitu benci orang-orang Yahudi ketika Mordekhai, orang Yahudi, tidak menghormati dia sebagai pejabat. Haman sakit hati dan berikhtiar untuk membinasakan semua orang Yahudi (Est. 3:5-6). Zeresh, istri Haman, menyarankan untuk membuat tiang gantung bagi Mordekhai (Est. 5:14). Heran, Tuhan yang adil tahu siapa yang fasik dan yang benar. Ia sanggup membalikkan keadaan dan tujuan seseorang, tiang yang disiapkan untuk Mordekhai berakhir dipakai oleh Haman sendiri (Est. 7:9-10).

Aplikasi: hendaknya kita menyadari bahwa orang fasik yang selalu berbuat kejahatan dan hatinya dibuahi oleh kejahatan, kelaliman dan dusta akan bernasib tragis di akhir hidupnya. 

Kini kita mengerti bahwa Tuhan tidak pernah lalai membela orang benar. Kalaupun kita menghadapi masalah ketidakadilan karena tekanan dari orang-orang fasik, jangan grusa grusu mencari pembelaan dari pengadilan dunia yang sering memutar-balikkan fakta. Carilah ketenangan dan keadilan dengan datang kepada Tuhan dalam doa, serahkan semua masalah kepada-Nya dan yakinlah Ia akan menyelesaikan seturut cara dan waktu-Nya. Juga sadarlah bahwa kehidupan orang fasik tidak selamanya baik. Tetaplah hidup melakukan apa yang benar di mata Tuhan! Ingat, kita tidak ditinggalkan sendirian menghadapi masalah sebab Allah, Hakim yang adil, membela dan melindungi kita. Amin.