Percaya Dan Taat
Minggu, Johor, 16 Juli, 2017
Pdm. Stephanus F.Songan
Shalom,
Tahukah bahwa iman kita harus terus meningkat sampai kepada ketaatan? Faktanya, orang taat belum tentu beriman oleh sebab kemungkinan adanya motivasi-motivasi tersembunyi di dalamnya. Yang benar ialah orang beriman harus percaya dan taat kepada Tuhan.
Untuk apa Paulus menerima jabatan rasul? Roma 1:5 menuliskan, “Dengan perantaraan-Nya kami menerima kasih karunia dan jabatan rasul untuk menuntun semua bangsa supaya mereka percaya dan taat kepada nama-Nya.”
Dengan jelas disebutkan Rasul Paulus bertugas menuntun jemaat bangsa kafir percaya kemudian taat kepada Nama Kristus Yesus. Untuk itu dia tidak keberatan mengelilingi Asia Kecil dan Eropa; dalam sejarah tercatat tiga kali dia melakukan perjalanan misi dan terakhir di Roma, Italia, hanya supaya bangsa-bangsa percaya dan taat.
Aplikasi: tugas para hamba Tuhan yang sudah dipilih oleh-Nya ialah menuntun sidang jemaat dan orang-orang yang belum/tidak mengenal Tuhan untuk percaya dan taat kepada-Nya.
Kata ‘taat’ menurut KBBI ialah: (1) senantiasa tunduk (kepada Tuhan, pemerintah dan sebagainya); (2) tidak berlaku curang, setia; (3) saleh, kuat beribadah. Jadi, ketaatan merupakan suatu kepatuhan, kesetiaan dan kesalehan. Dalam bahasa Ibrani yang diterjemahkan ke bahasa Inggris, taat (= obey, obedience) berkaitan dengan to hear, pay attention (= memberi perhatian) sementara dalam bahasa Yunani, artinya to keep, to protect (= melindungi).
Menaati merupakan bentuk kata kerja, artinya untuk menjadi orang Kristen yang taat, kita harus (aktif) mendengarkan dengan penuh perhatian kemudian melakukan apa yang sudah diperintahkan; bahkan taat itu seperti menjaga dan melindungi kita.
Alkitab memberikan banyak contoh orang yang taat, antara lain: ketaatan Sadrakh, Mesakh dan Abednego yang tertulis dalam Daniel 3:1-7, 12-13, “Raja Nebukadnezar membuat sebuah patung emas yang tingginya enam puluh hasta dan lebarnya enam hasta yang didirikannya di dataran Dura di wilayah Babel. Lalu raja Nebukadnezar menyuruh orang mengumpulkan para wakil raja, para penguasa, para bupati, para penasihat negara, para bendahara, para hakim, para ahli hukum dan semua kepala daerah, untuk menghadiri pentahbisan patung yang telah didirikannya itu. …demi kamu mendengar bunyi sangkakala, seruling, kecapi, rebab, gambus, serdam dan berbagai-bagai jenis bunyi-bunyian, maka haruslah kamu sujud menyembah patung yang telah didirikan raja Nebukadnezar itu; siapa yang tidak sujud menyembah, akan dicampakkan seketika itu juga ke dalam perapian yang menyala-nyala!" Sebab itu demi segala bangsa mendengar bunyi sangkakala, seruling, kecapi, rebab, gambus dan berbagai-bagai jenis bunyi-bunyian maka sujudlah orang-orang dari segala bangsa, suku bangsa dan bahasa, dan menyembah patung emas yang telah didirikan raja Nebukadnezar itu… Ada beberapa orang Yahudi, yang kepada mereka telah tuanku berikan pemerintahan atas wilayah Babel, yakni Sadrakh, Mesakh dan Abednego, orang-orang ini tidak mengindahkan titah tuanku, ya raja: mereka tidak memuja dewa tuanku dan tidak menyembah patung emas yang telah tuanku dirikan…”
Ternyata musik dapat digunakan sebagai tanda penyembahan tetapi dalam hal ini menyembah patung. Waspada, hendaknya kita memakai musik untuk menyembah Allah yang hidup bukan untuk perkara lain.
Dapat dibayangkan betapa murkanya raja ketika perintahnya dilawan oleh Sadrakh, Mesakh dan Abednego (pembangkang) tetapi raja masih memberikan kesempatan kepada mereka untuk menyembah patung tersebut.
Apa jawab mereka bertiga di bawah ancaman raja? Mereka memiliki kesatuan hati dan tetap menolak raja dengan jawaban, “…Tidak ada gunanya kami memberi jawab kepada tuanku dalam hal ini. Jika Allah kami yang kami puja sanggup melepaskan kami, maka Ia akan melepaskan kami dari perapian yang menyala-nyala itu dan dari dalam tanganmu, ya raja; tetapi seandainya tidak, hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu." (ay. 16-18)
Dengan berani mereka memproklamasikan iman mereka berakibat mereka diikat dan dilempar ke dalam perapian yang apinya dipanaskan tujuh kali lipat. Apa yang terjadi? Raja mengatakan, “Bukankah tiga orang yang telah kita campakkan dengan terikat ke dalam api itu?… Tetapi ada empat orang kulihat berjalan-jalan dengan bebas di tengah-tengah api itu; mereka tidak terluka dan yang keempat itu rupanya seperti anak dewa!" (ay. 24-25)
Apa yang raja lakukan kemudian? “Lalu Nebukadnezar mendekati pintu perapian yang bernyala-nyala itu; berkatalah ia: "Sadrakh, Mesakh dan Abednego, hamba-hamba Allah yang maha tinggi, keluarlah dan datanglah ke mari!" Lalu keluarlah Sadrakh, Mesakh dan Abednego dari api itu.” (ay. 26)
Sebenarnya Sadrakh, Mesakh dan Abednego adalah hamba/budak (yang tidak mempunyai hak sama sekali) dari Raja Nebukanedzar dan mengabdi kepada negeri Babel tetapi raja melihat mereka adalah hamba-hamba Allah yang mahatinggi.
Introspeksi: apakah orang dunia dapat melihat kita sebagai hamba-hamba Allah yang mahatinggi? Kepada siapa kita lebih taat? Kita dahulu adalah hamba dosa tetapi oleh kurban Tuhan kita menjadi hamba kebenaran (Rm. 6:17-18). Masihkah kita terus melakukan dosa?
Terbukti taat kepada Allah dengan melakukan apa yang diperintahkan-Nya dan percaya penuh kepada-Nya membuat Sadrakh, Mesakh dan Abednego beroleh perlindungan (mereka tidak terbakar api bahkan bau terbakar juga tidak ada) dan posisi mereka makin tinggi karena raja memberikan kedudukan tinggi kepada mereka (ay. 30). Bahkan Raja Nebukadnezar mengakui Allahnya Sadrakh, Mesakh dan Abednego.
Mengapa kita harus percaya dan taat kepada Tuhan?
1. KARENA KITA MASIH HIDUP DI DUNIA (ORANG PERANTAUAN)
Sadrakh, Mesakh dan Abednego hidup di Babel, dibuang dari hadapan Tuhan karena ketidaktaatan Israel (penyembahan berhala). Saat itu mereka masih sangat muda, bersekolah kemudian bekerja di Babel.
Bukankah kita juga perantau yang tidak tinggal di dunia untuk selamanya karena kita bukan dari dunia (1 Ptr. 2:11a)? Oleh sebab itu miliki cara hidup baik dengan men-jauhkan diri dari keinginan daging (ay. 11b) meskipun bersekolah dan bekerja menghasilkan sesuatu karena semuanya bersifat sementara. Jangan hal-hal yang sementara/fana ini mengalihkan ketaatan kita kepada Allah seperti Sadrakh, Mesakh dan Abednego yang tidak silau akan kedudukan di dunia.
Introspeksi: apa yang mau kita kejar di dunia ini bila semua hanya bersifat sementara?
Abraham disebut sebagai raja agung (Kej. 23:6) yang kaya raya (Kej. 13:2) dan dijanjikan Allah untuk memiliki negeri yang diinjak kakinya (Kej. 13:17) tetapi dia memilih tinggal di tenda karena merindukan tanah air Surgawi (Ibr. 11:9-10). Jelas, dunia ini bukan miliknya (juga kita), jangan keindahan dan kekayaan dunia menjauhkan kita dari kerajaan Surga.
Demikian pula dengan Paulus – orang Israel, ahli Taurat, orang Ibrani asli, disunat hari kedelapan (Flp. 3:4b-6) – setelah bertemu Yesus, semua kehebatannya dianggap sampah/kotoran dan dilepaskannya demi Kristus (ay. 7-8).
Marilah kita mengarahkan pandangan kita ke tanah air Surgawi dan jangan hidup dengan cara dunia. Nama Sadrakh, Mesakh dan Abednego adalah nama Babel sedangkan nama asli mereka adalah Hananya, Misael, dan Azarya (Dan. 1:7). Hampir semua nama orang Israel mengandung nama Allah (‘El’), contoh: Daniel, Misael. Mereka tinggal di Babel tetapi cara hidup mereka tidak seperti penduduk Babel (Dan. 1:10-15).
Implikasi: dunia berusaha membuat kita serupa dengannya tetapi Roma 12:2 mengingatkan, “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.”
Bagaimana mengetahui kehendak Allah? Melalui Firman-Nya. Ilustrasi: seorang hamba berusaha melayani dengan baik dan tahu bagaimana menyenangkan majikannya agar tidak dihukum. Sebagai hamba yang taat, kita membaca perintah/Firman Tuhan untuk mengerti kehendak-Nya dan melakukannya untuk menyenangkan hati-Nya.
2. KARENA DI DUNIA INI BANYAK UJIAN DAN PENCOBAAN.
Kita dipanggil menderita karena Nama Kristus bukan karena berbuat salah (1 Ptr. 4:12-19) seperti telah dialami Sadrakh, Mesakh dan Abednego. Kalau Allah menghendaki kita menderita, hendaklah kita tetap melakukan yang baik dengan menyerahkan diri (tidak memberontak) dan berpikir bahwa Allah selalu melakukan yang tepat. Justru di dalam ujian dan penderitaan kita mengalami mukjizat dan penyertaan-Nya, dan terbukti ketaatan membawa perlindungan (protect) dan pemeliharaan Allah yang luar biasa.
Faktanya, selama masih hidup di dunia ini, kita tidak dapat lepas dari penderitaan dan pencobaan, nanti setelah dipanggil Tuhan maka semua penderitaan akan selesai. Ingat, di balik penderitaan, kemuliaan telah menanti seperti dialami oleh Kristus. Itu sebabnya apapun bentuk penderitaannya, marilah kita jalani dengan tetap taat kepada Allah.
3. KARENA DUNIA HARUS MENGENAL SIAPA ALLAH YANG KITA SEMBAH
Nebukadnezar akhirnya mengenal Allah bukan karena cerita dari Sadrakh, Mesakh dan Abednego tetapi melalui kesaksian hidup mereka (Dan. 3:28-29). Aplikasi: kita tidak perlu banyak bicara tetapi melalui perbuatan saat dalam pergumulan, orang lain melihat ketaatan kita maka mereka mengenal Kristus. Contoh: kelakuan istri yang tunduk tanpa banyak perkataan dapat memenangkan suaminya yang tidak taat kepada Firman (1 Ptr. 3;1-2).
Ternyata percaya dan ketaatan kita kepada Tuhan berdampak tidak hanya bagi diri sendiri – tidak terikat dengan kemegahan dan kekayaan dunia yang bersifat sementara/fana juga rela menderita demi Kristus sebab kita hidup bagaikan orang perantauan yang menantikan Kerajaan Surga kekal – juga berdampak bagi orang-orang di sekitar yang mengenal Tuhan melalui kesaksian hidup kita karena Yesus ada di dalam kita. Amin.