• NILAI PERSEMBAHAN YANG BERKENAN BAGI ALLAH (Johor)
  • Lukas 21:1-4
  • Johor
  • 2022-03-13
  • Pdm. Kasieli Zebua
  • https://www.gkga-sby.org/mobile/index.php/ibadah-umum/1087-nilai-persembahan-yang-berkenan-bagi-allah-2

Shalom,

Kita patut bersyukur kepada Tuhan oleh karena pertolongan-Nya kita masih diberi kesempatan untuk dapat beribadah kembali pagi ini. Marilah kita memanfaatkan waktu untuk melanjutkan Firman Tuhan yang kita pelajari di dalam Injil Lukas 21:1-4, “Ketika Yesus mengangkat muka-Nya, Ia melihat orang-orang kaya memasukkan persembahan mereka ke dalam peti persembahan. Ia melihat juga seorang janda miskin memasukkan dua peser ke dalam peti itu. Lalu Ia berkata: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua orang itu. Sebab mereka semua memberi persembahannya dari kelimpahannya tetapi janda ini memberi dari kekurangannya bahkan ia memberi seluruh nafkahnya."

Ayat-ayat di atas menuliskan tentang perhatian Yesus terhadap orang-orang yang memberikan persembahan di Bait Allah. Mengapa kisah ini dianggap penting sehingga ditulis di dalam Alkitab? Di sini terdapat ajaran bagaimana persembahan yang berkenan kepada Allah. Yesus memberikan penilaian terhadap dua kelompok yaitu orang-orang kaya dan seorang janda miskin yang sama-sama memberikan persembahan. Penilaian di sini bukan pada banyak-sedikitnya jumlah persembahan yang dipersembahkan, karena orang-orang kaya pasti memberikan uang lebih banyak dibandingkan janda miskin yang hanya mempersembahkan dua peser, suatu mata uang paling kecil pada saat itu. Juga bukan sebagai nasihat supaya kita meniru janda ini dengan mempersembahkan semua harta yang kita miliki. Bukan pula berarti Yesus tidak suka kepada orang-orang kaya.

Kalau begitu penilaian apa yang Yesus maksudkan melalui dua kelompok orang ini? Yesus menilai sikap yang lahir dari hati ketika mempersembahkan. Di dalam Alkitab khususnya Injil Lukas, beberapa kali Yesus mengecam orang-orang kaya antara lain:

  • Lukas 12:13-20, kepada sesorang yang menginginkan warisan saudaranya, Yesus mengatakan agar tidak tamak dan hidupnya tidak tergantung pada kekayaan. Yesus memberikan perumpamaan tentang seorang kaya yang membuat lumbung-lumbung lebih besar untuk menimbun gandum dan barang-barangnya, Yesus menegurnya sebagai orang bodoh sebab jika pada malam itu jiwanya diambil, untuk siapa harta yang disimpannya.
  • Lukas 18:18-24, kepada pemimpin muda kaya yang ingin memperoleh hidup kekal dan mengaku sudah melakukan perintah Allah, Yesus mengeluh alangkah sukarnya orang beruang masuk dalam Kerajaan Allah sebab pemimpin itu tidak mau mengikut Dia gara-gara disuruh menjual segala yang dimiliki untuk dibagikan kepada orang miskin. Hatinya masih terikat dengan kekayaannya.
  • Lukas 20:45-47, kepada ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi (termasuk kalangan menengah atas) yang suka menerima penghormatan di pasar, duduk di tempat terdepan di rumah ibadat dan di tempat terhormat dalam perjamuan, Yesus mengecam mereka menelan rumah janda-janda dan mengelabui dengan doa panjang.
    Para pemimpin agama yang seharusnya berpegang pada Firman Tuhan dengan memelihara janda-janda dari persembahan yang dipersembahkan di Bait Allah (bnd. Ul. 26:12) malah merampas hak para janda demi keuntungan pribadi. Mereka memperkaya diri sendiri dengan “pelayanan” doa juga tidak memedulikan para janda.
  • Di lain kesempatan, Yesus menegaskan bahwa seorang hamba tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon. Perkataan ini didengar oleh orang-orang Farisi, hamba-hamba uang, yang tidak berterima kasih telah diingatkan tetapi malah mencemooh Dia (Luk. 16:13- 14). Terbukti mereka melayani tetapi berorientasi pada keuntungan pribadi termasuk uang.

    Aplikasi: hendaknya kita melayani Tuhan dengan sungguh-sungguh bukan dengan motivasi mencari keuntungan pribadi (ketenaran, kekayaan termasuk uang dll.) sebab cinta akan uang adalah akar dari segala kejahatan (1 Tim. 6:10). Sangat memalukan beberapa “hamba Tuhan” melakukan hal-hal cemar demi uang!

Ini beberapa fakta berkaitan dengan orang-orang kaya, ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi yang dicatat dalam Injil Lukas, dan saat ini kita membaca orang-orang kaya datang ke Bait Allah memberikan persembahan. Sekali lagi Yesus tidak anti terhadap orang kaya tetapi Ia menilai sikap hati seseorang dalam memberikan persembahan.

Jadi nilai persembahan apa yang berkenan bagi Allah?

  •     Persembahan atas dasar iman kepada Tuhan. Dari mana kita mengetahui kalau persembahan si janda miskin ini atas dasar iman? Uang dua peser ini adalah satu-satunya harta si janda miskin ini tetapi ia mempersembahkan seluruhnya walau ia membutuhkan uang Ini dilakukannya karena iman, setelah itu ia hanya berharap pada pemeliharaan Allah.

    Di dalam Alkitab, kita dapat menemukan beberapa orang yang mempersembahkan kepada Allah atas dasar iman, antara lain: Kain dan Habel yang sama-sama memberikan persembahan kepada Allah (Kej. 4). Mereka mempersembahkan hasil pekerjaannya namun TUHAN berkenan kepada persembahan Habel. Mengapa? Apakah karena yang dipersembahkan adalah binatang sedangkan Kain hasil pertanian? Bukan, tetapi karena iman (Ibr. 11:4).

    Mengapa iman penting sekali ketika mempersembahkan bagi Tuhan? Karena tanpa iman kita bisa hitung-hitungan sama Tuhan. Misal: seorang memiliki gaji Rp. 1.000.000, akan terasa berat ketika memberikan persepuluhan Rp. 100.000 karena makin sedikit uang yang dipegang padahal kebutuhan masih banyak. Demikian juga ketika seorang beroleh berkat banyak senilai Rp. 1 miliar akan terasa berat pula memberikan Rp. 100 juta untuk persepuluhan. Singkatnya tanpa iman, kita akan “hitung-hitungan” dengan Tuhan dalam memberikan persepuluhan – baik sedikit maupun besar nominal uang yang dipersembahkan tanpa iman akan terasa berat. Padahal persepuluhan bukanlah sebagai persembahkan tetapi milik Tuhan yang harus dikembalikan. Hal yang sama dengan persembahan-persembahan yang lain, kita perlu melakukannya atas dasar iman bahwa semua yang kita miliki adalah berkat Tuhan dan kita memberi karena kita percaya bahwa Tuhan yang memelihara hidup kita.

    Selain Habel, Abraham juga mempersembahkan dengan iman. Ketika Tuhan memintanya untuk mempersembahkan anak tunggalnya, Ishak, sebagai kurban dia beriman Allah berkuasa membangkitkan orang mati (Ibr. 11:17-19). Jadi, baik persembahan materi maupun persembahan hidup sama-sama dilakukan dengan iman.

    Apa itu iman? Iman artinya percaya dan mempercayakan hidup kepada Tuhan. Jadi, ketika mempersembahkan – bukan masalah banyak atau sedikit – tetapi bagaimana sikap (hati) kita dalam mempersembahkan, apakah atas dasar iman, terpaksa atau alasan lainnya.
       
  • Persembahan atas dasar kasih kepada Tuhan.

    Menjawab pertanyaan orang suruhan ahli Taurat dan imam-imam kepala yang bersifat menjerat, Yesus menjawab, "Kalau begitu berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah!" (Luk. 20:25)

    Jawaban Yesus sama-sama “memberikan” tetapi memiliki sikap beda. Memberi kepada kaisar merupakan kewajiban karena sudah ditentukan. Contoh: kita harus membayar pajak kepada negara demi kepentingan pembangunan dan kesejahteraan bangsa menganut pola dari rakyat untuk rakyat. Di zaman Romawi menguasai Israel, bangsa Yahudi merasa sangat tertekan karena dikenakan pajak sangat tinggi (40%). Apabila mereka tidak membayar pajak, hukuman telah menanti.

    Hal ini berbeda dengan pemberian kepada Allah, ini tidak bersifat kewajiban yang mengandung tekanan akan mendapat hukuman apabila tidak melakukannya tetapi memberi dari hati yang mengasihi Dia. Waktu Allah memerintahkan Musa supaya bangsa Israel membangun Tabernakel, Ia meminta mereka memberikan persembahan dengan sukarela (Kel. 25:1-2).

    Di dalam Perjanjian Lama persembahan selalu identik dengan kurban persembahan sebab mempersembahkan harus dengan sikap pengurbanan sebagaimana Allah mempersembahkan Anak-Nya yang tunggal karena kasih-Nya kepada manusia berdosa agar beroleh keselamatan (Yoh. 3:16). Jadi persembahan perlu pengurbanan atas dasar kasih kepada Dia yang menerima persembahan itu.

    Demikian pula dengan pembangunan Bait Suci di zaman Daud, dia bersyukur dan memuji Tuhan yang empunya segala yang ada di langit dan di bumi, yang berkuasa atas segalanya, yang memampukan dia dan bangsa Israel memberikan persembahan sukarela dengan suka-cita (1 Taw. 29:10-17).

    Kasih dibuktikan dengan rela berkurban. Tanpa dasar kasih, kita dapat bersikap seperti orang kaya yang mempersembahkan tanpa ada rasa pengurbanan. Inilah yang membuat Yesus menilai bahwa nilai persembahan mereka kecil dibandingkan dengan janda miskin.

    Perhatikan, secara fisik orang kaya memberi lebih banyak tetapi Tuhan tidak menilai banyak/jumlahnya tetapi dari sikap memberi. Apa yang kita persembahkan kepada Tuhan? Tidak semata-mata hanya uang atau harta benda. Jangan salah persepsi bahwa persembahan selalu berkaitan dengan uang. Sebab Roma 12:1 menuliskan, “Karena itu saudara- saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati.”

    Tuhan ingin kita memberikan persembahan uang untuk pekerjaan-Nya, tetapi juga tubuh kita sebagai persembahan hidup. Jadi, jangan hanya mempersembahkan uang dan materi saja sementara tubuh kita tidak serahkan sepenuhnya kepada Dia.

    Marilah kita memiliki sikap dan hati yang benar dalam memberikan persembahan dengan mengurbankan materi, waktu, tenaga, ide bahkan seluruh hidup kita dan semua ini kita lakukan dengan iman sebab kita mengasihi Tuhan bukan karena kebiasaan atau kewajiban dan takut dihukum kalau tidak melakukannya. Sikap dan hati semacam ini yang bernilai dan diperkenan oleh Tuhan. Amin.