• SIKAP HATI DALAM DOA YANG DIBENARKAN ALLAH (JOHOR)
  • Lukas 18:1-14
  • Johor
  • 2022-01-23
  • Pdm. Kasieli Zebua
  • https://www.gkga-sby.org/mobile/index.php/ibadah-umum/1053-sikap-hati-dalam-doa-yang-dibenarkan-allah-2

Shalom,

Kita patut bersyukur kepada Tuhan masih diberi kesempatan datang ke rumah Tuhan untuk bertemu dengan-Nya. Marilah kita senantiasa mengagungkan Dia yang memelihara, peduli dan memimpin kita hingga saat ini dan yakin Ia akan terus menyertai kita.

Kali ini kita merenungkan Firman Tuhan berkaitan dengan sikap hati dalam doa yang dibenarkan oleh Allah. Tuhan yang sangat peduli kepada kita mau menasihati kita melalui Firman-Nya, diambil dari Lukas 18:1-14 yang terbagi menjadi dua bagian, yakni:

A. Percaya sepenuh hati kepada Allah (ay. 1-8)

“Yesus mengatakan suatu perumpamaan kepada mereka untuk menegaskan, bahwa mereka harus selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu (not lose heart = tidak putus asa). Kata-Nya: "Dalam sebuah kota ada seorang hakim yang tidak takut akan Allah dan tidak menghormati seorang pun. Dan di kota itu ada seorang janda yang selalu datang kepada hakim itu dan berkata: Belalah hakku terhadap lawanku. Beberapa waktu lamanya hakim itu menolak. Tetapi kemudian ia berkata dalam hatinya: Walaupun aku tidak takut akan Allah dan tidak menghormati seorang pun namun karena janda ini menyusahkan aku, baiklah aku membenarkan dia, supaya jangan terus saja ia datang dan akhirnya menyerang aku." Kata Tuhan: "Camkanlah apa yang dikatakan hakim yang lalim itu! Tidakkah Allah akan membenarkan orang-orang pilihan-Nya yang siang malam berseru kepada-Nya? Dan adakah Ia mengulur-ulur waktu sebelum menolong mereka? Aku berkata kepadamu: Ia akan segera membenarkan mereka. Akan tetapi jika Anak Manusia itu datang, adakah Ia mendapati iman di bumi?"

Melalui suatu perumpamaan Yesus mau menegaskan dan menekankan supaya murid-murid-Nya selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu. Mengapa Yesus perlu menekankan persoalan doa tanpa jemu-jemu? Apakah ini berarti ada kemungkinan mereka ada rasa jemu dan putus asa ketika berdoa atau berdoa tetapi hilang pengharapan sehingga perlu diingatkan kembali?

Mengapa seseorang menjadi jemu, bosan bahkan tidak berpengharapan lagi dalam berdoa? Yesus menegaskan agar berdoa terus menerus – siang malam (ay. 7). Apakah ini berarti kita doa khusus duduk di kaki Tuhan berjam- jam siang malam tanpa henti? Kalau memang demikian, ada kemungkinan seseorang menjadi bosan tidak lagi mau berdoa atau tetap berdoa tetapi hilang pengharapan.

Kalau begitu apa maksud Yesus memberikan perumpamaan seorang janda datang kepada hakim yang lalim meminta keadilan dan perlindungan? Ia mengharapkan orang-orang pilihan-Nya yang saat itu para murid-Nya mengandalkan Dia siang malam dan selalu berkomunikasi dengan-Nya.

Melalui perumpamaan itu Yesus mau menggambarkan sikap doa yang benar di hadapan Allah. Perhatikan, Tuhan sebagai Penjawab doa mampu mengabulkan doa kita secepatnya atau menunggu waktu-Nya atau menjawab dengan tidak memberikan apa yang kita minta. Kita harus melihat Alkitab secara keseluruhan, jangan melihat hanya dari satu bagian saja. Misal: ketika kita diajarkan tentang doa, selalu ditekankan kalau kita beriman doa kita pasti dijawab bahkan dikatakan kita harus menggoncangkan Surga agar doa kita dijawab seolah-olah kita memaksa Tuhan. Memang doa Elia yang meminta turun hujan langsung dijawab tetapi di sisi lain ada juga doa yang dijawab sesuai waktunya Tuhan.

Saat menunggu jawaban, kita tidak boleh menjadi putus asa kemudian malas berdoa. Contoh: Alkitab mengisahkan tentang Abram-Sarai yang dipanggil Allah keluar dari negerinya, dari sanak saudara dan dari rumah bapanya ke negeri yang akan ditunjukkan Tuhan untuk menjadi bangsa yang besar (Kej. 12:1-2). Mereka tidak berbantah dan pergi dengan pengharapan akan menjadi bangsa besar – pasti mempunyai banyak keturunan.

Allah menjanjikan seorang keturunan bagi pasangan Abram-Sarai (mandul) yang merindukan seorang anak. Kapan Allah menggenapi janji-Nya? Mereka menunggu janji-Nya sepuluh tahun (Kej. 16:3) tetapi tidak juga terwujud. Mereka sudah tua (Abram 85 tahun; Sarai 75 tahun) dan ini membuat Sarai bosan/jenuh menanti dan berpikir Tuhan tidak memberinya anak.

Apa yang dikatakan Sarai? “Berkatalah Sarai kepada Abram: "Engkau tahu TUHAN tidak memberi aku melahirkan anak. Karena itu baiklah hampiri hambaku itu….” (Kej. 16:2) “Engkau tahu” menyiratkan bahwa Abram juga menantikan anak yang dijanjikan Allah tetapi diam tidak bertindak apapun. Terlihat Sarai sudah tidak sabaran dan mulai habis pengharapan menantikan jawaban yang tak kunjung datang.

Pembelajaran: jika suami-istri sudah sepakat berdoa memohon sesuatu kepada Tuhan, tetaplah bersabar kalau Tuhan belum menjawab doanya. Jangan bertindak seperti istri Ayub yang malah menyuruh suaminya, “Masih bertekunkah engkau dalam kesalehanmu? Kutukilah Allahmu dan matilah.” (Ay. 2:9)

Demikian pula dengan omongan Sarai yang ditujukan kepada suami yang sabar menantikan janji Allah dan TUHAN yang tidak kunjung memberikan mereka anak. Perkataan Sarai menyiratkan keputusasaan tidak lagi memiliki pengharapan. Lalu dia mencari solusi sendiri dan menyuruh suaminya menghampiri hambanya untuk memperoleh seorang anak. Sayang, Abram mendengarkan perkataan istrinya dan lahirlah Ismael.

Jujur, bukankah kita sering mencari jalan keluar sendiri ketika doa kita bertahun-tahun belum dijawab Tuhan? Masihkah kita perlu menantikan jawaban doa dari Tuhan atau Tuhan melalaikan janji-Nya seperti anggapan Sarai? Tidak! Tuhan izinkan mereka memiliki anak setelah penantian 25 tahun. Apakah Tuhan sengaja mengulur-ulur waktu? Tidak juga! Ia mempunyai rencana besar dalam kehidupan keluarga ini. Tuhan tidak pernah melupakan janji-Nya. Yang Dia inginkan ialah apakah kita tetap percaya kepada-Nya (Luk. 18:7-8).

Mengapa Yesus menekankan pentingnya terus menerus berdoa siang malam dan bertanya adakah Ia mendapati iman di bumi? (ay. 8). Kehidupan doa berlaku siang malam – terus menerus – agar kita tetap memiliki iman hingga Tuhan datang. Kenyataannya, ada orang berdoa tetapi tidak beriman; ada pula yang berdoa tetapi memaksa Tuhan; ada lagi yang berdoa untuk memuaskan hawa nafsu (Yak. 4:3).

Tuhan sepertinya mengulur-ulur waktu sampai 25 tahun untuk memenuhi janji-Nya kepada Abram-Sarai karena Ia mau iman mereka terus bertumbuh kuat. Ia tidak mau setelah mereka keluar dari tanah Ur Kasdim, bangsa penyembah berhala, menjadi pengikut Tuhan yang lemah iman karena mereka akan menghadapi tantangan dari orang-orang yang tidak mengenal Tuhan di negeri yang akan mereka masuki.

Aplikasi: ketika Tuhan membawa kita menjadi pengikut-Nya, Ia mau kita selalu berseru kepada-Nya siang malam dan bergantung kepada-Nya. Kita menyerahkan semua kepada Tuhan dan percaya bahwa Ia menjawab doa kita menurut waktu-Nya. Jangan lupa ada tiga jawaban doa: (1) segera dijawab (2) dijawab sesuai waktunya Tuhan (3) doa yang dijawab dengan cara tidak mengabulkannya.

Rasul Paulus dipakai Tuhan luar biasa bahkan saputangannya pun dapat menyembuhkan orang. Euthikus yang jatuh dari lantai 3 dan diperkirakan meninggal bangun setelah didekap oleh Paulus (Kis. 20:9-12). Anehnya, Paulus menderita sakit yang tidak tersembuhkan walau sudah berdoa tiga kali karena sudah cukup kasih karunia Tuhan kepadanya (2 Kor. 12:7-9). Tuhan tidak mengambil duri dalam dagingnya dan dia mengerti bahwa di dalam kelemahan justru kekuatan Tuhan dinyatakan.

Introspeksi: masihkah kita beriman ketika Anak Manusia datang? Apakah grafik iman kepada-Nya naik, bergelombang atau bahkan menurun sampai minus?

Perhatikan, iman kita bukan karena doa kita dijawab atau tidak seperti hakim lalim yang menolong janda yang meminta keadilan karena merasa direpoti (Luk. 18:5). Yang dimaksud di sini ialah adanya jaminan pertolongan dari Tuhan bagi orang-orang pilihan-Nya (ay. 6) sesuai dengan kehendak-Nya.

Bagaimana sikap doa kita kepada Tuhan? Mungkin apa yang kita doakan baik menurut kita, tetapi belum tentu baik menurut Tuhan. Jujur, bukankah kita sering berdoa dan jawabannya sudah tergambar dalam pikiran kita? Kita mau Tuhan mengabulkan doa yang kita inginkan seperti kita mengajukan proposal untuk disetujui oleh-Nya. Padahal Tuhan mau kita beriman – percaya dan menyerahkan sepenuhnya kepada Tuhan.

B. Rendah hati di hadapan Allah (ay. 9-14)

“Dan kepada beberapa orang yang menganggap dirinya benar (trusted in themselves, have confidence = percaya dirinya benar, berkeyakinan) dan memandang rendah semua orang lain, Yesus mengatakan perumpamaan ini: "Ada dua orang pergi ke Bait Allah untuk berdoa; yang seorang adalah Farisi dan yang lain pemungut cukai. Orang Farisi itu berdiri dan berdoa dalam hatinya begini: Ya Allah, aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini; aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku. Tetapi pemungut cukai itu berdiri jauh-jauh bahkan ia tidak berani menengadah ke langit melainkan ia memukul diri dan berkata: Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini. Aku berkata kepadamu: Orang ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah dan orang lain itu tidak. Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan."

Yesus mengetahui ada beberapa orang yang begitu percaya diri/berkeyakinan mereka benar kemudian melecehkan orang lain. Yesus sangat peduli pada setiap orang. Itu sebabnya Ia memberikan ajaran ini kepada beberapa orang yang bersandar pada diri sendiri dan menganggap diri benar karena telah berbuat baik. Dilihat dari sisi waktu dan kegiatan mereka tampak luar biasa namun Yesus melihat ada satu sikap tidak tepat ketika mereka datang ke Bait Allah. Yesus mengerti doa orang Farisi walau hanya diucapkan dalam hati. Sikap doanya kepada Tuhan, dia merasa diri benar; kepada sesama, dia merendahkan orang lain. Tuhan tidak mau sikap seperti ini ketika kita datang kepada-Nya.

Sikap apa yang Tuhan inginkan saat kita datang beribadah kepada-Nya? Kita bersikap seperti orang miskin – tidak memiliki apa-apa – di hadapan-Nya (Mat. 5:3) dan mengakui bahwa Allah itu kaya dan besar. Mulailah dari persiapan kita. Tahukah ibadah itu meluangkan waktu bukan menyempatkan waktu? Meluangkan waktu berarti kita benar-benar mempersiapkan waktu bukan kalau ada waktu. Contoh: kita tahu besok ada kuliah pkl. 11:00, karena ini penting kita akan menggeser kegiatan lain sehingga kita kuliah tepat waktu. Bagaimana dengan ibadah kita yang dimulai pkl. 08:30, bagaimana persiapan kita? Tepat waktu, terlambat atau sekadar melakukan ritual?

Orang Farisi datang kepada Tuhan dan melaporkan semua yang telah dia lakukan. Apakah Tuhan tidak tahu semua kegiatannya? Tahu! Dalam pandangan orang-orang Yahudi (rohaniawan), pemungut cukai adalah orang berdosa tetapi Yesus berpandangan beda. Ia melihat sikap pemungut cukai yang merasa tidak layak di hadapan-Nya. Sikap seperti ini diperkenan oleh-Nya.

Tuhan sangat mengenal sikap hati dalam doa dan menginginkan kita bersikap senantiasa berharap serta bergantung kepada-Nya. Kita harus memiliki iman yang kuat dan teguh di dalam perjalanan hidup kita. Juga memiliki kerendahan hati dan mengaku tidak dapat melakukan apa-apa tanpa-Nya. Kalaupun kita diberi kemampuan oleh Tuhan, kita hanyalah hamba tidak berguna dan melaksanakan pekerjaan yang wajib kita lakukan. Dengan demikian sikap dan tindakan kita diperkenan oleh-Nya. Amin.