Shalom,
Hari ini kita melaksanakan ibadah pertama di tahun 2022 dan kita berharap segala sesuatu berjalan lebih baik daripada hari-hari di tahun 2021 yang telah terlewati. Tak dapat disangkal kadang tebersit pemikiran mempertanyakan apa yang akan terjadi di hari-hari mendatang ini. Siapkah kita menyikapi sesuatu yang tidak diinginkan dan berusaha menghindarinya agar tidak terulang di waktu mendatang? Tanpa sadar sering terlupakan bahwa Tuhan yang menyertai kita mempunyai kehendak lebih baik dari semua yang kita harapkan. Ia tidak pernah mengabaikan segala doa dan keluh kesah kita juga mempunyai banyak cara untuk menolong umat-Nya secara ajaib.
Sebelum memasuki tema yang akan dibahas, kita melihat lebih dahulu permulaan dari pekerjaan Yesus memberitakan Injil keselamatan. Dimulai dari mana Yesus melayani? Matius 4:12-17 menuliskan, “Tetapi waktu Yesus mendengar bahwa Yohanes telah ditangkap, menyingkirlah Ia ke Galilea. Ia meninggalkan Nazaret dan diam di Kapernaum di tepi danau di daerah Zebulon dan Naftali supaya genaplah firman yang disampaikan oleh nabi Yesaya: "Tanah Zebulon dan tanah Naftali, jalan ke laut, daerah seberang sungai Yordan, Galilea, wilayah bangsa- bangsa lain, bangsa yang diam dalam kegelapan telah melihat Terang yang besar dan bagi mereka yang diam di negeri yang dinaungi maut telah terbit Terang." Sejak waktu itulah Yesus memberitakan: "Bertobatlah sebab Kerajaan Sorga sudah dekat!"
Jelas Yesus memulai pemberitaan Injil dari wilayah berbatasan dengan bangsa-bangsa lain yang memiliki budaya berbeda-beda. Sangat memungkinkan terjadinya pernikahan antarsuku atau dengan bangsa lain sehingga terjadi percampuran ragam budaya sampai tata ibadah mereka. Adapun Samaria berada di antara Galilea dan Yerusalem (lih. Peta Alkitab).
Kali ini Yesus menuju Yerusalem dengan menyusuri perbatasan Samaria dan Galilea (Luk. 17:11) melewati daerah berpenduduk campuran dari suku bangsa Yahudi dan suku-suku bangsa lain yang ada di sekitar. Ia memberitakan Injil keselamatan dan mengajar, membuat Nama dan mukjizat yang dilakukan-Nya makin dikenal orang. Ketika Ia memasuki suatu desa datanglah sepuluh orang yang menderita sakit kusta. Mereka datang kepada Yesus mengharapkan penyembuhan dari-Nya. Mereka berdiri agak jauh dan berteriak, ”Yesus, Guru, kasihanilah kami!” Seruan mereka yang mengakui Yesus sebagai Guru sangat memperkenan Yesus dan sudah selayaknya mereka menghidupi pengajaran-Nya. Yesus kemudian memandang mereka tanpa mempertanyakan latar belakang atau membeda-bedakan kesukuan mereka lalu memerintahkan mereka untuk pergi memperlihatkan diri kepada imam- imam (ay. 14).
Sepuluh orang kusta ini mempunyai masalah sama: mereka menderita penyakit kusta, menderita batin sama karena dijauhi bahkan diasingkan, berharap sama yaitu mendapatkan kesembuhan dari Yesus. Ketika mendengar perintah Yesus, mereka berjalan bersama melakukan perintah-Nya. Sementara di tengah jalan, mereka semua mengalami penahiran dan sembuh dari penyakitnya. Mereka pasti bersukacita tetapi sayang hanya seorang dari mereka yang menyadari bahwa kesembuhannya disebabkan oleh karena melakukan perintah-Nya. Dia kemudian kembali kepada Yesus sambil memuliakan Allah dengan suara nyaring lalu tersungkur di depan kaki Yesus dan mengucap syukur kepada-Nya. Orang tersebut adalah orang Samaria.
Melihat orang Samaria datang kembali kepada-Nya, Yesus bertanya, “Bukankah kesepuluh orang tadi semuanya telah menjadi tahir? Di manakah yang sembilan orang itu?” (ay. 17)
Pertanyan Yesus memiliki makna yang sangat penting untuk dipahami. Sembilan orang yang telah disembuhkan tidak kembali kepada Yesus berarti mereka melupakan pertolongan yang mereka terima dari Yesus atau dapat disimpulkan mereka merasa tidak lagi mempunyai kepentingan dengan Yesus. Iman dan pengharapan mereka berhenti setelah keinginan mereka terpenuhi. Benarkah iman dan pengharapan hanya penting saat dibutuhkan saja? Tentu tidak karena iman dan pengharapan tidak berlaku hanya pada segala sesuatu yang kelihatan tetapi juga menyangkut yang tidak kelihatan yang dijanjikan Tuhan yaitu keselamatan hidup kekal.
Apa makna Yesus menyebut orang Samaria itu “orang asing”? Ini membuktikan bahwa sembilan penderita kusta lainnya adalah orang Yahudi yang menolak Yesus dan tidak mengakui pelayanan Yesus sebagai Imam. Mereka datang kepada imam-imam yang diakui di tempat ibadah di kota tempat tinggalnya. Berbeda dengan orang Samaria ini yang menerima pelayanan Yesus sebagai Imamnya.
Tahukah latar belakang dari orang Samaria? Menurut kesaksian perempuan Samaria yang menerima Yesus sebagai Mesias, orang Samaria mengaku dirinya adalah keturunan Yakub dan nenek-moyang mereka menyembah di atas gunung bukan di Yerusalem (Yoh. 4:12,20).
Jadi dapat disimpulkan bahwa ibadah dan budaya orang Samaria yang sembuh dari penyakit kusta ini tidak beda jauh dengan perempuan yang menerima Yesus sebagai Mesias. Namun sekarang iman orang Samaria eks-penderita kusta ini teguh dan tertuju hanya kepada Yesus sehingga ditanggapi Yesus dengan perkataan yang sangat menjadi berkat dalam hidupnya, “Berdirilah dan pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau."
Perkataan Yesus ini mengandung jaminan teguh, kemana pun dan di mana pun orang Samaria ini berada, ia tetap di dalam keselamatan Tuhan.
Tak dapat dipungkiri kita masih membutuhkan mukjizat-mukjizat jasmani dari Tuhan dan percaya Ia mampu melakukannya. Hendaknya kita tahu berterima kasih setelah mendapatkan pertolongan dari-Nya tetapi iman kita harus terus ditingkatkan untuk memercayai perkara-perkara tidak kelihatan yang menyangkut kekekalan sebab iman semacam ini memberi kekuatan dalam menghadapi berbagai bentuk masalah pribadi, nikah maupun dengan sesama karena Yesus sebagai Imam Besar mengetahui segala kelemahan kita dan siap menyertai kita dengan pertolongan- Nya. Amin.