• SETIALAH DARI PERKARA KECIL
  • Lukas 16:1-18
  • Lemah Putro
  • 2021-12-05
  • Bpk. Hari Gunawan
  • https://www.gkga-sby.org/mobile/index.php/ibadah-umum/1021-setialah-dari-perkara-kecil
  • Video Ibadah: KLIK DISINI

Shalom,
Hati kita penuh dengan ucapan syukur karena Tuhan masih memberi kita kesempatan untuk beribadah di mana pun kita berada (on line atau on site). Ia begitu setia kepada kita dan marilah kita belajar setia kepada-Nya dimulai dari perkara kecil untuk satu kali kelak kita mendapat upah yang tersedia di Surga bagi kita.

Bicara mengenai kesetiaan, kita selalu mendengar nasihat Firman Tuhan agar kita setia dalam pekerjaan apa pun yang Tuhan percayakan kepada kita. Kenyataannya, Firman Tuhan yang disampaikan hari-hari ini lebih banyak mengikuti situasi-kondisi yang lagi trending saat ini dan mengarah/berfokus pada persoalan jasmani/fisik yang berbicara tentang berkat, kebutuhan jasmani, kesembuhan dll. Mereka mengira bahwa ibadah adalah suatu keuntungan atau pencapaian materi lahiriah (bnd. 1 Tim 6:5b) padahal Tuhan menghendaki dengan beribadah kita mendapat dorongan dan kekuatan dari Firman dan Roh Kudus yang memimpin pada seluruh kebenaran (Yoh. 16:13) untuk mencapai pengharapan yang sesungguhnya yaitu janji pengampunan, janji penebusan sampai pada janji kekekalan. Kalau pembicaraan Firman Tuhan hanya berkutat pada perkara jasmani, ini sama dengan kita melokalisasi/membatasi kuasa Tuhan hanya pada berkat jasmani padahal Firman yang berbicara tentang kebenaran dan keselamatan kekal mencakup berkat jasmani di dalamnya.

Introspeksi: percayakah kita akan berita Injil tentang pengampunan, kesucian dan hidup kekal? Atau kita hanya suka dan memilih berita kemakmuran dan kesuksesan hidup di dunia? Hendaknya kita membuka diri mau dikoreksi Firman Tuhan yang mengandung berkat jasmani maupun rohani. Sesungguhnya ibadah yang kita jalani saat ini mengandung janji baik untuk hidup sekarang maupun untuk hidup yang akan datang (1 Tim. 4:7b-9).

Sesuai dengan tema kita hari ini, kita memeriksa lebih lanjut tentang kesetiaan yang diambil dari Lukas 16:1-18. Kesetiaan macam apa yang dikehendaki Tuhan bagi kita yang telah mengenal pembelajaran Kitab Suci sejak kecil (2 Tim. 3:15-17)? Ia menginginkan kita agar:

•    Setia untuk hidup dalam kejujuran (ay. 1-9)
“Dan Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: “Ada seorang kaya yang mempunyai seorang bendahara. Kepadanya disampaikan tuduhan bahwa bendahara itu menghamburkan miliknya. Lalu ia memanggil bendahara itu dan berkata kepadanya: Apakah yang kudengar tentang engkau? Berilah pertanggungan jawab atas urusanmu sebab engkau tidak boleh lagi bekerja sebagai bendahara…”

Walau kisah ini berupa perumpamaan, kita dapat mengambil hikmah darinya. Dikatakan bahwa bendahara itu menghamburkan milik tuannya berarti dia tidak menghargai kesempatan jabatan yang diembannya. Dan konsekuensi yang dihadapi oleh siapa pun yang tidak setia dalam pekerjaan/jabatan baik di dunia sekuler maupun pelayanan ialah dipecat/diberhentikan oleh tuannya.

Aplikasi: setiap pelayanan pekerjaan Tuhan yang kita lakukan merupakan kesempatan yang Tuhan percayakan kepada kita. Kalau kita tidak setia dan tidak jujur melakukannya, ini akan berpengaruh pada upah pelayanan yang akan distop karena kita diberhentikan oleh Tuan di atas segala tuan kita.

Kita harus berusaha mendapatkan penghasilan dengan jujur alias tidak merugikan org lain. Kita tidak tahu persis apa yang telah diperbuat oleh bendahara ini; seandainya korupsi, dia pasti sudah ditangkap untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Dia berpikir keras kalau dipecat dia tidak mudah bekerja di tempat lain sebab namanya sudah tercemar sedangkan dia tidak mempunyai keahlian di bidang pekerjaan lainnya.

Dia kemudian memberikan “taktik diskon” kepada pembeli yang berutang pada tuannya. Aneh, seharusnya si tuan marah besar karena dirugikan oleh bendahara yang tidak jujur ini. Namun sebaliknya, si tuan malah memuji kecerdikan hambanya karena si tuan melihat wawasan luas hambanya yang mampu mengatasi krisis dengan strategi bagus dan berhasil mengikat persahabatan dengan Mamon yang tidak jujur.

Pesan bagi kita yang saat ini menghadapi kondisi sulit akibat pandemi berkepanjangan yang membuat ketidakpastian dalam keuangan. Kita memiliki iman yang mendorong kita berpikir positif dan kreatif membuat terobosan-terobosan untuk menciptakan sesuatu agar dapat bertahan hidup. Jangan hanya menyesali nasib lalu pasrah tidak berbuat apa-apa. Kita harus tetap berpikiran jernih untuk mendapatkan jalan keluar yang terbaik.

•    Setia mengabdi pada satu tuan (ay. 10-13)
Perumpaman bendahara tidak jujur ini dikaitkan dengan Mamon (ay. 9). Perhatikan, Mamon memiliki makna sesuatu yang dipercayakan. Misal: kita mempunyai uang atau barang berharga kemudian kita percayakan ke bank untuk disimpan. Dalam perkembangannya, Mamon (diawali huruf besar M → dianggap sebagai orang/subjek) yang kita taruh di bank bergeser menjadi sesuatu yang kita percayai. Mamon menjadi dewa uang yang kita percayai/andalkan padahal Mamon itu tidak jujur. Mungkinkah kita mengikat persahabatan dengan Mamon yang tidak jujur? Ilustrasi: kita tidak dapat memercayai orang yang tidak jujur; berarti kita tidak dapat mempercayakan diri kepada Mamon/uang dan harta kekayaan yang tidak jujur.

Namun Tuhan mengajarkan bagaimana kita mengadakan persahabatan yang dibangun dengan benar menggunakan Mamon yang tidak jujur untuk tujuan kebaikan terhadap sesama. Bukankah saat kita meninggal, Mamon tidak dapat menolong kita tetapi kalau selama masih hidup kita menggunakan persahabatan dengan Mamon untuk menolong sesama, persahabatan ini mempermuliakan Tuhan? Dengan kata lain, Mamon/uang tidak kita simpan untuk diri sendiri tetapi untuk keperluan orang lain yang membutuhkan. Jika Mamon tidak dapat menolong pemiliknya lagi, pemilik uang diterima di dalam kemah abadi.

Perlu diketahui ada dua hal yang salah dalam menyikapi Mamon, yakni:

-    Kita menganggap uang/harta yang ada pada kita adalah milik kita sendiri padahal semua adalah titipan dari Tuhan dan kita diberi kekuasaan/kepercayaan untuk mengelolanya dengan baik. Bukankah kita tidak lagi hidup untuk diri sendiri tetapi untuk Dia yang telah mati dan bangkit bagi kita (2 Kor. 5:15)? Jelas, kita bukan lagi milik kita sendiri tetapi milik-Nya yang telah membayar kita lunas dengan darah-Nya (1 Kor. 6:19-20). Dengan demikian harta/uang yang ada pada kita adalah milik Tuhan (“harta orang lain; Luk. 16:12) sementara harta kita sesungguhnya tersedia di Surga dan disiapkan sebagai upah bersifat kekal yang tidak dapat dirusak oleh ngengat dan karat (Mat. 6:19).

-    Kita menggunakan uang dengan salah untuk hal-hal bersifat dosa walau kita memperolehnya dengan cara yang benar. Atau uang tersebut tidak dipakai untuk perkara yang menyerempet dosa tetapi menghambur-hamburkannya untuk sesuatu yang tidak perlu. Terlebih lagi jika kita menghamburkan uang untuk memuaskan keinginan diri sendiri tetapi kikir untuk perkara rohani – untuk pekerjaan Tuhan atau peduli terhadap sesama yang lagi membutuhkan).

Aplikasi: kita harus setia dalam mengelola Mamon yang tidak jujur; kalau kita salah menggunakan uang kita akan kehilangan harta sesungguhnya yang tersimpan di Surga. Ingat, cinta akan uang adalah akar dari segala kejahatan. Oleh sebab itu kita harus mengejar keadilan, ibadah dan kesetiaan (1 Tim. 6:10-11). Jangan sombong dan berharap pada kekayaan melainkan kepada Allah (ay. 17)! Justru kita mencari persahabatan dengan Mamon dengan tujuan berbuat baik, kaya dalam kebajikan, suka memberi/berbagi untuk mengumpulkan harta kekal di Surga (ay. 18-19).

Kenyataannya kita mengabdi kepada Allah dan Mamom pada saat yang sama. Kita sadar bahwa Allah mengasihi kita dan kita ingin menjadikan-Nya Tuan kita. Namun kita juga “mengasihi” Mamon karena kita perlu uang. Bahkan Firman Tuhan menegaskan kita harus bekerja mencari uang untuk sesuap nasi (2 Tes. 3:10). Masalahnya, jangan memosisikan uang sejajar atau bahkan lebih tinggi dari Allah! Kita harus menjadikan Tuhan sebagai Tuan di atas segala tuan (termasuk Mamon).

•    Setia dalam nikah
Setelah berbicara mengenai bendahara yang tidak jujur dan Mamon tiba-tiba pembicaraan beralih tentang perceraian (ay. 18). Memang kasus perceraian bagi dunia dianggap lumrah, sepele dan perkara kecil; banyak pasangan nikah-cerai tanpa rasa bersalah. Kalau dunia menganggap perkara nikah itu kecil, Tuhan justru menginginkan kita setia pada perkara kecil ini. Dengan kata lain, kita harus menghargai perkawinan dan tidak mencemarkan tempat tidur (Ibr. 13:4). Heran, setelah mengingatkan kita untuk setia terhadap perkawinan, ayat berikutnya menyinggung agar kita tidak menjadi hamba uang dan mencukupkan diri dengan apa yang ada sebab Ia tidak pernah meninggalkan kita (ay. 5).

Kini kita mengerti apa yang dimaksud Tuhan untuk setia terhadap perkara kecil. Ia menginginkan kita setia dengan jabatan pelayanan yang kita emban, tidak menduakan Tuhan dan menggantikannya dengan Mamon serta setia terhadap ikatan perkawinan. Jika kita setia dalam tiga perkara ini, Tuhan yang setia tidak akan pernah meninggalkan kita dan kita akan beroleh harta sesungguhnya bahkan tinggal bersama Dia di dalam Kerajaan-Nya yang kekal. Amin.