JANGAN TAKUT

Ibu Ester Budiono, Lemah Putro, Kamis, 29 November 2018

Shalom,

Kita sering menyanyikan pujian ‘Jangan Takut’ tetapi sungguhkah kita tidak takut menghadapi hidup yang makin sulit dan banyak tantangannya? Jujur, bukankah sering kali ketakutan menggerogoti kita tanpa kita dapat membendungnya?

Alkitab pernah menghibur seorang perempuan yang sedang dilanda ketakutan terhadap peristiwa yang tidak lazim dialaminya, tertulis dalam Injil Lukas 1:28-30, “Ketika malaikat itu masuk ke rumah Maria, ia berkata: "Salam, hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau." Maria terkejut mendengar perkataan itu lalu bertanya di dalam hatinya apakah arti salam itu. Kata malaikat itu kepadanya: "Jangan takut, hai Maria, sebab engkau beroleh kasih karunia di hadapan Allah.”

Perhatikan, Alkitab mengingatkan ‘jangan takut’ terhadap:

  • Maria berkaitan dengan kelahiran Yesus (Luk. 1:30).
  • Zakharia berkaitan dengan kelahiran Yohanes (Luk. 1:13).
  • Gembala-gembala saat mereka menjaga kawanan ternak pada malam hari kemudian melihat kemuliaan Tuhan bersinar meliputi mereka (Luk. 2:8-10).
  • Yusuf ketika mengetahui Maria hamil padahal mereka belum hidup sebagai suami-istri (Mat. 1:19-20).
  • Abram karena dia tidak mempunyai anak untuk mewarisi harta bendanya (Kej. 15:1-4).
  • Musa saat diutus untuk membebaskan umat Israel (Kel. 3 – 4).
  • Elia ketika diancam akan dibunuh oleh Izebel setelah nabi-nabi Baalnya dibunuh (1 Raja. 18:40; 19:1-4).

Terbukti ketakutan tidak pandang usia, waktu dan generasi tetapi manusia dari seluruh lapisan dapat dirundung rasa takut dalam hidupnya. Ketakutan begitu nyata mencengkeram dan menguasai jiwa manusia termasuk kita, wanita Kristen. Sebenarnya kita tidak perlu malu atau minder mengaku takut karena perasaan takut itu wajar dan Tuhan mengetahui kedalaman hati kita.

Kita membahas lebih lanjut ketakutan yang melanda Maria dalam masa/usia berbeda, yaitu:

  • Masa usia remaja belum menikah.

Maria dalam usia remaja (14-15 tahun) ketika malaikat Gabriel datang memberitahu bahwa dia beroleh kasih karunia Allah dan akan mengandung serta melahirkan anak laki-laki. Apa respons Maria? Dia terkejut dan takut tetapi menyimpannya dalam hati. Alangkah indahnya jika kehidupan muda-remaja menyimpan perkataan Firman Tuhan dalam hati saat meng-hadapi ketakutan.

Sangatlah wajar dan manusiawi bagi Maria untuk terkejut dan takut ketika mendengar dia akan mengandung dan melahirkan anak laki-laki karena dia belum berhubungan suami-istri dalam menikah. Itu sebabnya malaikat Gabriel, utusan Tuhan, datang dengan kata pem-bukaan “jangan takut”.

Frasa “jangan takut” bukanlah suatu larangan untuk takut atau memiliki perasaan takut itu dosa. Tuhan bertindak bagaikan seorang ‘ibu’ memeluk anaknya yang ketakutan sambil menenangkannya untuk tidak takut karena sang ibu ada bersamanya. Jadi, kalau kita menghadapi ketakutan, Tuhan tidak marah tetapi Ia ‘memeluk’ dan ‘mendekap’ untuk menenangkan kita.

Pada masa itu, Maria mengalami ketakutan yang tidak lazim. Di usia muda (14 tahun) dia sudah ditunangkan dengan Yusuf dan menurut budaya waktu itu mereka sudah resmi suami-istri tetapi belum/tidak tinggal satu atap.

Mendengar Maria mengandung padahal belum hidup bersama, Yusuf yang tulus hati juga shocked dan bermaksud menceraikannya dengan diam-diam (Mat. 1:19). “Menceraikan” di sini bukan sekadar putus tunangan seperti sekarang ini tetapi putus hubungan sebagai suami-istri.

Hubungan pertunangan di era itu tidak sama dengan pergaulan muda-mudi zaman sekarang. Sangat dimungkinkan Maria remaja belum mengenal betul tunangannya, Yusuf. Sebagai orang Yahudi, Maria sudah dididik sejak kecil membaca kitab Taurat tentang peraturan bahwa istri harus tunduk kepada suami. Tentu dia membayangkan bagaimana harus beradaptasi hidup bersama Yusuf yang menjadi suaminya kelak; yang pasti dia harus tunduk kepada suaminya. Belum lagi dengan kandungan yang dialaminya tanpa suami, dia merasa masa depannya suram sebab belum tahu soal nikah sudah mengandung pula. Hal ini tercetus dalam perkataannya, “Bagaimana hal itu mungkin terjadi karena aku belum bersuami?" (ay.34)

Faktanya, ibu-ibu di zaman akhir ini sudah nikah sah pun dibayangi ketakutan untuk mengandung; terlebih lagi mengandung di luar nikah. Maria merupakan gadis pertama yang tahu penderitaan bagaimana mengandung di luar nikah. Malaikat mengerti perasaannya walau tidak menguraikannya kemudian menghiburnya dengan mengatakan, “Dan sesung-guhnya, Elisabet, sanakmu itu, ia pun sedang mengandung seorang anak laki-laki pada hari tuanya dan inilah bulan yang keenam bagi dia yang disebut mandul itu. Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil." (ay. 36-37)

Sungguh merupakan suatu penghiburan bagi anak-anak muda yang menghadapi banyak kasus terlebih problem berkaitan dengan kejatuhan soal seks. Bukankah anak-anak remaja-muda sekarang ini banyak dilanda putus asa – mau melanjutkan sekolah ke jenjang lebih tinggi sulit karena banyak saingan ditambah dengan masalah dana, mencari pekerjaan juga sulit apalagi dengan ijazah pas-pasan dan tidak ada ketrampilan. Parahnya, mereka sering mengambil jalan pintas dan salah jalan menghadapi kesulitan-kesulitan tersebut. Tak sedikit dari mereka mencari pelarian dan terjerumus dalam penggunaan-pengedaran narkoba, menjual diri dll.

Maria menjadi tenang setelah mendengar “bagi Allah tidak ada yang mustahil” lalu katanya, “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan, jadilah padaku menurut perkataanmu itu.” (ay. 38)

Aplikasi: hendaknya anak-anak muda saat menghadapi jalan buntu tidak menjadi bingung dan merasa tidak mempunyai masa depan lalu ‘lari’ menjauh dari Tuhan. Sebaliknya, datanglah mendekat kepada-Nya, dengarkan suara-Nya dan yakinlah bahwa Tuhan yang disembah itu luar biasa. Tidak ada yang mustahil bagi-Nya, buktinya Elisabet melahirkan anak diusia lanjut dan mandul pula.

Apa yang dilakukan Maria? Dia menyerahkan hidupnya menurut apa yang dikatakan malaikat dan diteguhkan oleh perkataan Elisabet kepadanya, “Dan berbahagialah ia, yang telah percaya, sebab apa yang dikatakan kepadanya dari Tuhan, akan terlaksana."

Hendaknya anak muda-remaja tidak hanya suka mendengarkan Firman tetapi lebih penting lagi ialah memercayai Firman yang didengarnya. Bila dia meyakini Firman tersebut, perkataan Firman itu pasti terjadi dalam hidupnya seperti dialami oleh Maria.

  • Masa usia sebagai istri dan ibu muda.

Waktu Maria mendengar Yusuf akan menceraikannya diam-diam, dia tidak membela diri. Yusuf yang tulus hati tidak grusa-grusu langsung memutuskan tetapi masih memper-timbangkan rencananya ketika malaikat Tuhan menampakkan diri dalam mimpi meng-ingatkan dia agar tidak takut mengambil Maria sebagai istrinya sebab anak yang dikan-dungnya adalah dari Roh Kudus (Mat. 1:19-20).

Indahnya pemuda-pemudi yang hidup benar dan takut akan Tuhan. Masing-masing tidak cepat mengemukakan alasan untuk membela diri sendiri. Maria tetap diam walau sedih hati karena hamil di luar nikah dan terancam diceraikan oleh Yusuf; belum lagi menghadapi guncingan orang-orang di kampungnya tentang kondisi kehamilannya tanpa suami. Dia hanya menyerah dan pasrah sebagai hamba Tuhan dan mengatakan, “Jadilah padaku me-nurut perkataanmu.” Dia tetap percaya akan perkataan Tuhan dan yakin apa yang dikata-kan kepadanya pasti terlaksana.

Introspeksi: mampukah kita berdiam diri saat kita mengalami masalah berat? Dapatkah kita berserah kepada-Nya seperti dilakukan oleh Maria?  

Maria sebagai istri/ibu muda menjadi teladan dalam berdiam diri. Alkitab menuliskan bagaimana suami yang tidak taat kepada Firman (Yusuf yang tidak mengerti hampir saja melanggar Firman) dapat dimenangkan oleh kelakuan istri (Maria yang murni dan saleh) tanpa banyak perkataan maupun dandanan yang wah (1 Ptr. 3:1-4,7). Namun jangan disalahartikan bahwa istri tidak perlu berhias diri kemudian tidak merawat diri sehingga penampilannya awut-awutan tidak sedap dipandang mata! Istri harus rapi namun tidak memakai perhiasan berlebihan apalagi hasil utang. Perhiasan jasmani (di luar) dapat dilihat orang tetapi perhiasan batiniah pemberian Allah itulah Roh lemah lembut sangat berharga di mata-Nya. Roh lemah lembut merupakan perhiasan damai/tenteram pemberian dari Yesus – Sang Firman dan Raja damai.

Maria termasuk tipe wanita pendiam dan pemikir. Ketika heran dan tidak mengerti tentang nubuat dari Simeon (Luk. 2:29-33), dia diam dan merenungkannya dalam hati. Juga saat berumur 12 tahun, Yesus ketinggalan di Yerusalem dan sebagai ibu dia merasa jengkel kemudian bertanya mengapa Yesus membuat orang tua-Nya cemas. Jawaban Yesus tidak dimengerti olehnya tetapi Maria menyimpan semua perkara di dalam hatinya (Luk. 2:45-51) bukan sebagai dendam karena dia tahu Yesus adalah Anak Allah yang ditaruh dalam kandungannya.

Aplikasi: dalam menghadapi kasus dan masalah hidup, hendaknya kita bersikap diam dan suka merenungkan Firman bukan ngomong ke sana-sini tanpa mampu mengendalikan mulut dan lidah.

  • Masa usia sebagai ibu janda.

Setelah melahirkan Yesus, Maria melahirkan empat laki-laki (Yakobus, Yusuf, Simon, Yudas) dan beberapa anak perempuan (Mat. 13:55-56).

Maria dan Yusuf sangat menaati peraturan hukum Taurat, contoh: bayi Yesus (berumur 8 hari) dibawa ke Bait Allah untuk disunat (Luk. 2:21), umur 12 tahun Yesus diajak ke Yerusalem untuk merayakan paskah (ay. 41) dst.

Orang tua yang baik akan menaati Firman dan peduli terhadap pertumbuhan rohani anak-anaknya bukan sekadar menuruti tradisi atau peraturan gereja.

Kapan Yusuf meninggal tidak ditulis dalam Alkitab dan Yesus sebagai anak sulung laki-laki bertanggung jawab menjadi kepala menggantikan Yusuf.

Ibu janda Maria bersama Yesus dan saudara-saudara-Nya juga para murid-Nya diundang ke perjamuan kawin di Kana. Waktu Maria mengetahui penyelenggara pesta kekurangan anggur, dia menyimpan itu sebagai rahasia dan hanya dapat dikatakan kepada Yesus. Apa respons Yesus, “Mau apakah engkau daripada-Ku, ibu (woman = wanita), saat-Ku belum tiba.” Dengan kata lain, Yesus tidak berkewajiban melakukannya karena saatnya belum tiba. Mendengar jawaban ‘tajam’ dari anaknya, Yesus, Maria tidak sakit hati tetapi diam dan mengerti apa yang dimaksud oleh Yesus. Walau masalah kekurangan anggur ini bukan urusannya, Maria mendatangi para pelayan dan memberitahu untuk melakukan apa yang dikatakan oleh Yesus (Yoh. 2:1-5). Maria adalah pendorong bagi mukjizat pertama yang dilakukan Yesus.

Apa yang dapat kita pelajari dari Maria tentang cara seorang wanita yang disucikan memberikan perhatian? Jangan berbuat seperti orang Farisi dan ahli Taurat yang hafal dan mengerti seluruh kitab Perjanjian Lama tetapi tidak menerapkan dalam hidupnya. Akibatnya, mereka suka menghakimi dan memojokkan orang lain. Ketika mendengarkan Firman, hendaknya kita mengerti apa maksud Tuhan kepada kita serta menempatkan diri sebagai orang-orang kecil (pelayan) yang bisa disuruh dengan mudah.

Ibu janda Maria selalu mengikuti perjalanan hidup Yesus bahkan saat Yesus disalib dia mendekat di kaki-Nya padahal ada penjaga-penjaga di sana. Di saat itulah Maria mengerti nubuat dari Simeon (setelah puluhan tahun) yang mengatakan, “dan suatu pedang akan menembus jiwamu sendiri…” (Luk. 2:35a) Hati ibu mana tahan melihat anaknya menderita begitu hebat tetapi Maria tidak bersuara. Dia tahu ada misi tertentu bagi anak sulungnya, Yesus, karena Dia milik Allah.  

Maria adalah seorang wanita yang suka berpikir. Ia adalah seorang dari sedikit wanita yang mampu mencapai suatu pertimbangan rohani antara melakukan dan merefleksikan, antara bekerja keras dan menyediakan waktu untuk mendengarkan suara Allah. Ia memiliki pemikiran yang sangat dalam dan tahu kapan saat untuk berbicara dan kapan waktunya untuk tidak berbicara. Apakah Anda dan saya pernah merasakan perlu lebih banyak berpikir dan sedikit berbicara?

Dokter Lukas, penulis Injil Lukas dan Kisah Para Rasul menuliskan, “Teofilus yang mulia, banyak orang telah berusaha menyusun suatu berita tentang peristiwa-peristiwa yang telah terjadi di antara kita seperti yang disampaikan kepada kita oleh mereka yang dari semula adalah saksi mata dan pelayan Firman. Karena itu setelah aku menyelidiki segala peristiwa itu dengan seksama dari asal mulanya, aku mengambil keputusan untuk membukukannya dengan teratur bagimu supaya engkau dapat mengetahui bahwa segala sesuatu yang diajarkan kepadamu sungguh benar.” (Luk. 1:1-4)

Sebagai janda, Maria tetap berpegang pada janji Tuhan dan yakin perkataan-Nya pasti terjadi. Dia telah mengalami penyertaan Tuhan mulai dari masa remaja kemudian hamil dan harus menempuh perjalanan sulit ke kota Betlehem untuk sensus sekaligus melahirkan bayi Yesus (Luk. 2:4-6); harus menyingkir ke Mesir menghindari pembunuhan anak-anak di bawah dua tahun atas perintah Herodes (Mat. 2:13); menginjak remaja Yesus tertinggal di Bait Allah saat merayakan Paskah di Yerusalem kemudian umur ± 30 tahun Yesus memulai pelayanan hingga penderitaan-Nya disalib dan mati dst. Maria masih dapat berbagi kesaksian hidup bersama Yesus di usia senja.

Usia tua tidak boleh menjadi penghambat dan alasan bagi kita untuk menyaksikan penga-laman pribadi bersama Tuhan. Marilah kita tetap semangat bersaksi dan memberitakan tentang Tuhan selama kita masih diberi perpanjangan umur oleh-Nya (bnd. Mzm. 92:15-16).

Sekarang, bagaimana para remaja, para istri, para ibu dan janda harus bersikap dalam hidup di masa sekarang ini? Manfaatkan masa kini sebaik-baiknya! Amsal 8:11 mengatakan bahwa hikmat lebih berharga daripada permata. Hikmat inilah modal utama untuk masa depan. Kejarlah pengetahuan dan karakter yang bersumber dari takut akan TUHAN.

Bukan hanya percaya di mulut dan dihati tetapi kita harus menyatakannya dalam seluruh hidup kita; inilah arti dari “Takut akan TUHAN” – melahirkan hidup dan tutur kata yang bertanggung-jawab, bukan hidup dan tutur kata sembrono.

Orang yang takut akan TUHAN, menggunakan waktu pemberian TUHAN untuk menambah (belajar) dan membina karakter sehingga ia menjadi lebih berhikmat dan lebih bijaksana.

Masa depan suram (madesu) kemungkinan selalu ada! Namun kalau kita memiliki hikmat, pengetahuan dan karakter yang semuanya bersumber dari takut akan TUHAN, kita akan siap menghadapinya! Bukan ketakutan dan menggerutu!

Kesaksian Maria mulai dari masa remaja, sebagai istri, sebagai ibu dan sebagai janda penuh dengan berbagai masalah tetapi ia sanggup menjalaninya dan menjadi kesaksian hidup bagi kita semua. Memang tidak mudah tetapi kita pasti akan dapat mengatasinya bersama dengan Tuhan; tergantung bagaimana kita memanfaatkan masa kini kita.

Tiba saatnya untuk datang kepada Tuhan dan dengan jujur mengakui betapa rapuh dan ren-tannya kita terserang ketakutan maka Dia akan memeluk kita dan berkata, “JANGAN TAKUT.” Amin.