Shalom,

Memang kebanggaan akan masa lalu sering menghalang-halangi kita untuk menjadi pengikut Tuhan yang benar. Itu pula yang dialami oleh pemuda Saulus sebelum dia bertemu Tuhan dan bertobat. Betapa tidak, sejak kecil keluarganya telah begitu mematuhi agama dan tradisi Yahudi yang sangat kental yaitu disunat. Selain itu, ia bangga akan marganya yang terhormat, sebagai orang Israel keturunan Benyamin yang pemberani dan perkasa. Bukan saja itu, ia seorang pemuda terpelajar, berpendidikan tinggi keluaran dari tempat pendidikan berkualitas premium. Saulus menjadi ganas dengan menganiaya pengikut Yesus yang dianggap tidak sealiran dengannya. Ia begitu bangga akan semua atribut yang dimilikinya dan senang melihat pengikut Yesus teraniaya.

Namun, ketika Saulus yang kemudian dikenal sebagai Paulus bertemu Yesus dalam perjalanan menuju Damaskus, sinar kemuliaan Yesus menyinarinya. Kemilau itu begitu dahsyat. Yesus, yang dahulu dibencinya kini dikenalnya dan menjadi harta yang indah baginya. Ia kemudian membuang semua yang menguntungkan baginya di masa lampau bahkan menganggapnya sebagai sampah (kotoran) walau untuk itu dia mengalami banyak penderitaan jasmani dan mental. Rasul Paulus telah mengalami seperti kata-kata nyanyian yang sering kita nyanyikan:

Kupandang wajah Yesus, kupandang wajah mulia….
Kemuliaan dunia jadi suram oleh sinar kemuliaan-Nya

Apa yang menjadi kebanggaan kita saat ini? Status kita sebagai seorang Kristenkah? Atau jabatan kita di gereja? Garis keturunan kita atau tingginya pendidikan dan ilmu pengetahuan kita? Itu semua tidak mempunyai arti apa-apa! Firman Tuhan mengajarkan bahwa apa yang menjadi kebanggaan kita adalah apabila kita mengenal Yesus dan apabila kita bermegah biarlah kita bermegah akan salib Kristus! (Red.)