• Editorial 950, 11 Februari 2024

“Aku hendak mengingat perbuatan-perbuatan TUHAN, ya, aku hendak mengingat keajaiban-keajaiban-Mu dari zaman perbakala. Aku hendak menyebut-nyebut segala pekerjaan- Mu dan merenungkan perbuatan-perbuatan-Mu…..Ya Allah, jalan-Mu adalah kudus, Allah manakah yang begitu besar seperti Allah kami? Mazmur 77:11-14

Pikiran kita (terutama) pada saat kesesakan dapat membawa kita ke dua arah yang berlawanan – menjauhi Allah atau mendekati-Nya! Dan Asaf telah mengalaminya!

Asaf berada dalam keadaan susah saat itu dan dia mencari-cari Tuhan. tubuhnya lesu dan jiwanya enggan dihiburkan. Ia mengingat-ingat Allah dan merenung tetapi makin lesu juga rasanya. Hatinya gelisah hingga tak dapat berkata- kata. Ia memikir-mikir hari-hari zaman purbakala dan terus merenung serta rohnya mencari-cari. Ia memikirkan masa- masa lalu, betapa baik dan ajaibnya Tuhan yang bermurah hati dan berbelas kasihan. Namun mengapa ia tidak dapat merasakan hal itu kembali? Ia melihat pada kesusahan yang begitu berat menekan jiwanya dan merasa betapa terpuruknya dia…..telah lenyapkah untuk seterusnya kasih setia-Nya? Telah berakhirkah janji Nya turun- temurun…….? Ia merasa sikap Tuhan telah berubah terhadapnya dan dia sangat kecewa.

Entah berapa lama Asaf merenungi keadaannya hingga suatu saat pikirannya berubah! Ia tahu sikap dan pikiran seperti itu tidak harus dibiarkan terus membuatnya makin tenggelam dalam kesedihan. Dengan segenap daya ia mencoba untuk bangkit dan kembali mendekati Allah…. kini pikirannya ditujukan kepada Allah yang besar dan perkasa bukan pada persoalannya.

“Aku hendak mengingat perbuatan-perbuatan ajaib-Mu Tuhan!”…. seru jiwanya. “Aku hendak mengingat keajaiban- keajaiban-Mu dari zaman purbakala….!Aku hendak menyebut-nyebut segala pekerjaan-Mu dan merenungkan perbuatan-perbuatan-Mu…. tidak ada Allah yang begitu besar seperti Engkau….. Engkaulah yang mempunyai kuasa untuk melakukan keajaiban-keajaiban… Engkau menguasai seluruh alam semesta dan mereka gemetar melihat Engkau.”

Sejak Asaf mengambil keputusan dan memakai pikirannya menuntun jiwanya mendekat kepada TUHAN, hatinya menjadi tenang hingga di ayat terakhir ia sepertinya mengatakan, “Seperti Engkau telah menuntun umat-Mu bagaikan kawanan domba dengan perantaraan Musa dan Harun, …Kau pun pasti akan menuntunku dalam pelukan- Mu!” (Red.)