“Tuhan, Engkau adalah Gembalaku, bersama-Mu, aku takkan kekurangan sesuatu pun…… aku akan diam dalam rumah TUHAN sepanjang masa.” Mazmur 23
Seekor domba kecil berada dalam pangkuanku. Badannya penuh bekas luka robek. Kuusap jari jemariku ke dahinya dan menggaruk-garuknya penuh sayang. Ia tampak begitu nyaman di dalam pangkuanku. Matanya meredup menikmati usapan-usapan tanganku. Aku mengingat kembali saat-saat itu…….Aku baru saja menemukannya terjatuh di jurang setelah seharian aku mencarinya. Ia terjatuh dan tersangkut di antara semak-semak duri. Aku mengangkatnya, menggendongnya dan membawanya pulang. Untuk mencapai tempat di mana dia terjatuh, aku harus menuruni lembah berduri itu. Untuk itu kaki dan tanganku ikut terluka oleh tajamnya duri-duri tersebut bahkan ada kemungkinan aku bisa jatuh ke dalam jurang. Namun aku tidak memedulikannya. Perasaan lega dan sukacita besar aku rasakan ketika aku menemukannya kembali…. Luka-lukanya kubersihkan dan kububuhi minyak agar cepat sembuh. Ketika aku melihat badannya masih tergetar trauma karena ketakutan, aku meletakkannya di dadaku, memeluk serta membelainya.
Dapatkah kau bayangkan sahabat mengapa aku melakukan itu semua? Karena aku sangat mengenal keadaan domba- dombaku dan mengasihi mereka. Domba-domba tidak mempunyai indra penglihatan yang baik sehingga mudah tersesat. Sering bila dia berada jauh dari kandangnya, dia tidak dapat menemukan jalan pulang kembali. Jika aku tidak mencari dan tidak menemukannya untuk ditolong, ia tentu akan menderita. Itu sebabnya jika ada yang hilang aku harus mencari hingga menemukannya kembali. Ketika binatang buas ingin memangsanya, aku menghadapinya dengan mempertaruhkan nyawaku. Setiap hari aku harus membimbing domba-dombaku ke rumput yang hijau dan ke mata air yang jernih karena mereka tidak pandai memilah makanan yang baik dan mencari sendiri air yang bersih…. Ya, domba-domba sangat membutuhkan seorang gembala dan hidupnya sangat tergantung padanya.
Aku memandangi domba-dombaku lainnya yang sedang makan rumput dengan tenang di hadapanku sementara domba yang terluka masih terbaring di pangkuanku. Aku segera teringat pada diriku sendiri…. aku tak ubahnya seperti domba ini, lemah, bodoh dan hidupku sangat bergantung pada TUHAN Gembalaku. “Tuhan,…..” bisikku, “Engkau adalah Gembalaku, bersama-Mu aku tidak akan kekurangan sesuatu pun!” Dalam hati aku berjanji untuk tidak menjadi domba yang suka berkelana meninggalkan kandang tetapi selalu dekat dengan-Nya. Aku berjanji akan selalu mendengar suara-Nya dan mengikuti bimbingan-Nya! “Tuhan,…”, kataku lagi, “Aku akan selalu tinggal di rumah- Mu sepanjang masa hidupku….” (Red.)