Tentu sangat menarik bagi kita saat mendengar uraian Firman Hari Minggu lalu untuk mempelajari tentang “Perjanjian Garam”.
Jika kita menyelidikinya dalam Alkitab, Perjanjian Garam diberikan Tuhan kepada keluarga Harun untuk menerima segala persembahan khusus yang dipersembahkan orang Israel kepada TUHAN (Bil. 18:19) dan kepada keluarga Raja Daud, berupa kuasa kerajaan atas Israel (2 Taw. 13:5).
Yang menarik dari istilah “Perjanjian Garam” ialah perjanjian yang ditujukan bagi keluarga Harun, para imam, dan keluarga Raja Daud, keluarga kerajaan.
Mengapa disebut “Perjanjian Garam”? Garam mempunyai makna penting dan sangat berharga bagi masyarakat; rasa asin merupakan “jati diri” permanen yang tidak pernah hilang dari garam yang telah diolah. Di mana pun garam larut, ia tetap garam yang membawa rasa asin. Dengan menggunakan istilah “Perjanjian Garam” Tuhan meyakinkan kita bahwa perjanjian-Nya kepada kita yang disebutnya sebagai bangsa terpilih dan “imamat rajani" tidak pernah berubah. Perjanjian Tuhan kepada umat-Nya tidak bersifat sementara dan tidak dapat dibatalkan tetapi bersifat abadi. Kasih, keselamatan, dan berkat-Nya adalah untuk selama-lamanya!
“Kamu adalah garam dunia”, kata Yesus kepada para murid-Nya yang percaya, taat dan setia melakukan Firman-Nya dan mencintai Yesus lebih dahulu dari yang lain seperti Dia telah mengasihi murid-murid-Nya, termasuk kita, selama-lamanya. Banyak dari kita gagal merasakan perjanjian garam karena tidak setia melakukan Firman Tuhan. Daud pun yang menerima perjanjian itu pernah gagal karena tidak menurut perintah Tuhan. Namun dia bertobat dan kembali kepada Tuhan. Tuhan selalu mau menerima kembali mereka yang datang kepada-Nya dan mengubah cacat cela kita menjadi baik kembali.
“Kamu adalah garam dunia”, kata Yesus kepada kita. Ia pun mengharapkan “jati diri” garam itu ada pada kita yang harus kita manfaatkan bagi keluarga dan masyarakat di sekelilling kita dalam bertutur kata, mempersembahkan diri kita bagi- Nya, menaikkan penyembahan dan ucapan syukur kita bagi-Nya. (Red.)