• MENYEMBUHKAN EMOSI-EMOSI YANG TERLUKA (2)
  • Disadur dari: “Mengelola Emosi Anda” oleh Joyce Meyer
  • https://www.gkga-sby.org/mobile/index.php/artikel/970-menyembuhkan-emosi-emosi-yang-terluka-2

Roh Kudus memimpin kita dalam penyembuhan emosi-emosi yang terluka. Adapun langkah-langkah yang menolong kita mencari kemenangan atas masalah-masalah emosional kita dan penyembuhan jiwa yang terluka ialah:

LANGKAH 1: MENGHADAPI KEBENARAN

Jika kita ingin menerima kesembuhan emosional, salah satu hal yang harus kita lakukan ialah menghadapi kebenaran (Yoh. 8:31-32). Kita tidak mungkin dimerdekakan jika kita masih hidup di dalam penyangkalan. Kita tidak dapat berpura-pura bahwa hal-hal negatif tidak terjadi pada diri kita atau kita tidak terpengaruh olehnya atau tidak bereaksi terhadapnya.

Sering orang yang menderita penganiayaan atau tragedi lain dalam kehidupannya berusaha bertindak seolah-olah hal itu tidak pernah terjadi. Misal: seseorang yang menderita penganiayaan secara verbal atau seksual memiliki gambaran diri buruk di bawah konsep yang salah bahwa ia mengalami perlakuan buruk itu oleh sebab ada yang salah dengan dirinya atau dia memang pantas menerimanya. Pengalaman traumatis itu dapat membuatnya terluka secara emosional dan rapuh di dalam hidupnya kemudian ia mengembangkan opini dan sikap terhadap dirinya berdasarkan apa yang telah dialaminya. Manusia sangat ahli membangun tembok pemisah dan menyembunyikan banyak hal ke sudut yang gelap dan berpura-pura semua itu tidak pernah terjadi.

Mengapa kita tidak bersikap terbuka? Kita takut akan apa yang bakal dipikirkan oleh orang lain. Kita takut ditolak, disalahpahami, kehilangan cinta mereka yang kita sayangi yang mungkin memiliki opini berbeda terhadap kita jika mereka benar-benar mengenal kita.

Sungguh luar biasa kita memiliki Yesus sebagai sahabat karena kita tidak perlu menyembunyikan apa pun dari-Nya. Ia sudah tahu semuanya mengenai kita. Bahkan Ia tahu kata-kata yang ada dalam mulut kita sebelum kita mengutarakannya (Mzm. 139:1-4). Kita dapat datang kepada-Nya kapan pun dan tahu bahwa kita akan diterima dan dikasihi tidak peduli apa pun yang kita alami.

Keterbukaan merupakan bagian dari proses penyembuhan. Jika saat ini kita memiliki masalah apa pun, hadapi dan akui kepada Tuhan di dalam doa. Mintalah Roh Kudus untuk memulihkan kita dan Ia akan mulai membimbing kita di dalam proses kesembuhan.

LANGKAH 2: MENGAKUI KESALAHAN KITA

Kita perlu bercerita kepada seseorang mengenai apa yang telah terjadi dalam kehidupan kita. Namun pergunakan hikmat dan pimpinan Roh Kudus memilih seseorang yang dapat kita percayai. Pastikan bahwa dengan berbagi beban dengan seseorang, kita terbantu membebaskan diri dari beban.

Ada kelegaan yang kita rasakan saat kita menceritakan kepada seseorang hal-hal yang telah tersimpan bertahun-tahun terutama saat kita mengetahui orang yang mendengar cerita kita masih mengasihi dan menerima kita apa pun yang terjadi. Pasti terjadi reaksi emosional (gemetar, ketakutan, malu dll.) saat kita mengungkapkan peristiwa mengerikan yang sudah terkubur bertahun-tahun itu.

LANGKAH 3: MENGAKUI KEBENARAN KEPADA DIRI SENDIRI

Allah ingin kita menghadapi kebenaran dalam batin kita (Mzm. 51:8) lalu mengakuinya dengan cara yang benar kepada orang yang tepat. Misal: kita harus menghadapi fakta jika orang tua tidak menyayangi kita. Sebagian orang menghabiskan seluruh hidup mereka dengan berusaha mendapatkan apa yang tidak akan pernah mereka dapatkan. Jika kita menghadapi fakta tidak dikasihi orang tua, jangan biarkan hal ini menghancurkan seluruh hidup kita. Kita harus bertindak seperti yang diperbuat Daud di dalam Mazmur 27:10. Akui diri sendiri, “Sekalipun ayahku dan ibuku meninggalkan aku namun TUHAN menyambut aku.”

LANGKAH 4: MENERIMA PENGAMPUNAN DAN MELUPAKAN DOSA KITA

Tidak peduli apa pun masalah kita atau seberapa buruknya perasaan kita, Allah mengasihi kita. Di dalam Kristus Yesus, Ia telah memberi kita hidup baru. Ia juga memberikan keluarga dan teman-teman baru untuk mengasihi, menerima, menghargai dan mendukung kita. Kita akan berhasil karena Ia hidup di dalam kita dan peduli kepada kita.

Sekali kita mengakui dosa-dosa kita kepada Allah dan minta agar Ia mengampuninya, Ia bukan hanya mengampuni tetapi juga melupakan dosa itu. Jadi, setelah kita mengakui dosa dan memohon pengampunan-Nya kemudian kita terus mengungkit-ungkit dosa itu di hadapan-Nya setiap kali kita berdoa, ini sama dengan kita mengingatkan Dia akan sesuatu yang telah Ia lupakan, sesuatu yang telah Ia lemparkan di sejauh timur dari barat (Mzm. 103:12).

LANGKAH 5: MENGAKUI DIRI KITA SEBAGAI CIPTAAN BARU

Alkitab mengatakan bahwa manusia lama kita telah mati dan dikuburkan dan sekarang bangkit di dalam Kristus Yesus juga memberikan tempat bersama-Nya di Surga (Ef. 2:5-6). Jika kita ciptaan baru di dalam Kristus Yesus dan hal-hal yang lama telah berlalu (2 Kor. 5:17), kita harus melupakan semuanya itu.

LANGKAH 6: MENERIMA TANGGUNG JAWAB PRIBADI

Sebagian orang terjebak di dalam penyangkalan, takut akan apa yang mungkin terjadi jika orang lain mengetahui kebenaran tentang mereka. Namun sepanjang mereka menyangkal masa lalunya, mereka tidak akan pernah dimerdekakan dari masa lalu itu. Tidak seorang pun dapat dibebaskan dari suatu masalah hingga ia bersedia mengakui bahwa ia memiliki masalah.

Bukannya memikul tanggung jawab atas masalah-masalah kita, biasanya kita ingin menyalahkan orang lain. Ketidaksediaan menghadapi dan menerima tanggung jawab pribadi ialah perbuatan yang kekanak-kanakan. Masing- masing dari kita harus menghadapi kebenaran mengenai diri sendiri dan memikul tanggung jawab atas masalah- masalah kita dan solusinya. Pengalaman-pengalaman masa lalu yang mungkin membuat kita menjadi seperti sekarang ini tidak boleh diteruskan tetapi kita harus mengambil inisiatif dan mulai melakukan sesuatu untuk mengubahnya.

LANGKAH 7: MENGIKUTI ROH KEBENARAN

Untuk dapat disembuhkan, kita harus menghadapi kebenaran (Yoh. 16:13) dan mengakui situasi kita. Kita harus berhenti menyalahkan orang lain atas segala sesuatu yang salah dalam diri kita. Berusaha menyalahkan apa yang terjadi pada masa lalu juga tidak sehat. Demikian pula dalih/alasan hanya akan menutupi akar permasalahan sehingga kebenaran tidak pernah diungkapkan dan kita tidak pernah dapat dimerdekakan. Ketika seseorang mengoreksi kita, apakah kita tetap berdalih atau menghadapi kebenaran dan mengakui bahwa kita salah? Mengakui kesalahan merupakan salah satu hal paling sulit yang kita lakukan dalam hidup ini. Kejujuran di dalam hubungan kita dengan Allah dan orang lain menghentikan Iblis mengendalikan hidup kita.

MEMBUKA DIRI BAGI ALLAH

Jika kita mau memikul tanggung jawab atas diri sendiri juga atas situasi kita bukan malah menyalahkan orang lain, ini adalah langkah pertama untuk kita menerima kesembuhan. Sering kita mencoba menutup-nutupi dengan menguburnya dalam-dalam menjadi kegelapan di dalam diri kita. Di dalam Allah tidak ada kegelapan sama sekali (1 Yoh. 1:5-6), jika kita membiarkan Ia masuk ke dalam hati dan pikiran kita, tidak akan ada kegelapan lagi di situ. Allah mengisi setiap ruang hati sehingga kita dipenuhi dengan terang-Nya. Tidak ada tempat dalam hati yang terhalang bagi-Nya juga oleh terang yang datang dari hadirat-Nya. Salah satu tanda kita sedang berjalan di dalam terang Injil ialah kita memiliki hubungan yang baik dengan semua orang termasuk dengan pasangan hidup dan anak-anak kita.

SETIAP ORANG TAHU

Jika kita hidup di dalam terang sama seperti Dia ada di dalam terang, kita beroleh persekutuan seorang dengan yang lain dan darah Yesus menyucikan kita dari segala dosa (1 Yoh. 1:7).

Jika ada barang busuk di kulkas, kita akan mengetahuinya setiap kali kita membuka pintunya karena kita menciumnya. Kita mungkin tidak tahu dengan tepat di mana tempatnya tetapi kita yakin sumber bau busuk itu ada. Demikian pula bila ada sesuatu di dalam diri kita ditutup-tutupi dan membusuk, baunya akan memancarkan aroma tidak sedap dan dapat dideteksi oleh semua orang seperti dikatakan oleh Paulus mengenai orang percaya (2 Kor. 2:15). Itu sebabnya kita harus membuka diri dan mengizinkan Roh Kudus masuk untuk membersihkan hati kita serta menyingkirkan apa pun yang membuat kita mengeluarkan bau busuk.

MENYELIDIKI AKAR PERMASALAHAN

Kita tidak pernah dapat berharap menemukan solusi dari permasalahan hingga kita bersedia mengakui bahwa kita memiliki masalah dengan dosa lalu membiarkan Tuhan menyucikan kita (1 Yoh. 1:8-9).

Saat kita mengalami masalah-masalah emosional, kita harus menyadari bahwa emosi-emosi yang kita alami bukanlah akar dari permasalahan tetapi hanya merupakan suatu manifestasi. Yang perlu dilakukan ialah bukan hanya menangani gejala-gejala dari emosi kita tetapi mencari akar permasalahannya.

Umumnya kita terlalu memerhatikan perasaan-perasaan kita, misal: kita merasa orang tidak peduli, tidak mengerti dan tidak mencintai kita. Pemikiran semacam ini merupakan bukti kita sedang dipengaruhi oleh emosi bukan pada apa yang benar-benar terjadi dalam kehidupan kita. Selama kita tidak menyelesaikan akar permasalahan dan menyelesaikannya, kita akan menyalahkan orang lain dan mengatakan bahwa masalah muncul karena kesalahan mereka yang tidak peka atau tidak menghargai kita.

Penelitian medis mengindikasikan bahwa 75% dari penyakit fisik disebabkan oleh masalah emosional. Dan salah satu masalah emosional terbesar yang dialami banyak orang adalah perasaan bersalah. Mereka menolak untuk bersikap relaks dan menikmati hidup; akibatnya, mereka hidup di dalam rasa bersalah dan penyesalan. Jenis tekanan seperti ini membuat banyak orang jatuh sakit. Bila kita mengalami hal demikian, mohon Roh Kudus untuk menolong membereskan akar permasalahan sebab Roh Kudus mengenal kita lebih baik daripada kita mengenal diri sendiri. Ia tahu apa yang salah dengan kita dan apa yang harus diperbuat mengenainya. Izinkan Ia ‘mengotak-atik” kita dan bersabarlah karena penyembuhan emosional membutuhkan proses yang memakan waktu.

Jika kita ingin menerima penyembuhan emosional dan melanjutkan hidup, kita harus berhenti merasa kasihan terhadap diri sendiri sebab mengasihani diri sendiri menjadi tembok yang mencegah kita untuk maju terus dalam hidup ini.

Sesungguhnya kita semua istimewa di hadapan Allah tetapi masing-masing dari kita harus memikul tanggung jawab atas perilaku kita dan menghindari menyalahkan masa lalu atau mereka yang telah menyakiti kita. Alkitab mengatakan siapa yang tenggelam dalam rasa kasihan terhadap diri sendiri rentan terhadap iblis yang sedang mencari-cari orang yang dapat ditelannya (1 Ptr. 5:8-9).

Penyembuh yang terbaik sering muncul dari penyembuh yang terluka karena ia telah menghadapi dan mengalaminya sendiri (2 Kor. 1:3-4). Jika kita pernah mengalami masa-masa sulit dalam hidup, kita akan lebih berhasil dalam melayani mereka yang mengalami kesulitan serupa dalam kehidupan mereka. Allah dapat memakai apa yang telah kita alami bagi kemuliaan-Nya jika kita mengizinkan Ia melakukannya. Ia mampu mengubah situasi dan memakainya untuk memajukan Kerajaan-Nya dan mendatangkan berkat bagi kita dan banyak orang lain. Ini tidak berarti mereka yang belum pernah mengalami penderitaan atau kesukaran tidak dapat dipakai oleh Tuhan.

KASIH SAYANG ATAU RASA KASIHAN

Rasa kasihan terhadap diri sendiri dipandang sebagai salah satu dosa kedagingan (Gal. 5:19-21) dan termasuk dalam penyembahan berhala karena kita memusatkan perhatian pada diri sendiri dan mengasihani diri sendiri. Kita membuat diri kita menjadi pusat dari segala sesuatu dan menaruh kasihan pada diri sendiri karena segala sesuatu tidak berjalan seperti yang kita inginkan.

Kasih sayang menggerakkan kita untuk bertindak bagi orang lain tetapi rasa kasihan terhadap diri sendiri menyeret kita ke dalam depresi dan perasaan putus asa. Apa yang dilakukan Paulus dan Silas ketika mereka dibelenggu dengan rantai di penjara di Filipi karena mencoba berbuat baik kepada orang-orang? Bukannya mengasihani diri sendiri, mereka malah menyanyi dan memuji serta bersukacita di dalam Tuhan. Akibatnya, mereka membuat kepala penjara bertobat dan diselamatkan.

Saat dihadapkan pada cobaan dan masalah, kita memiliki berbagai pilihan. Kita dapat merasa kasihan terhadap diri sendiri atau kita mengangkat kepala dan menatap Tuhan yang memimpin kita menuju kemenangan sama seperti yang telah Ia lakukan kepada Paulus dan Silas. Pilihannya tergantung kepada kita.

MELANJUTKAN HIDUP

Ketika anaknya sakit, Daud berbuat sebisanya untuk menyelamatkannya. Namun setelah anaknya mati, tidak ada lagi yang dapat Daud lakukan. Mengapa dia harus duduk meratapi sesuatu yang tidak dapat dia ubah? Lebih baik jika dia bangun dan melanjutkan hidupnya (2 Sam. 12:16-23).

Allah meminta kita berhenti meratapi apa yang telah terjadi di masa lalu dan tidak menghancurkan waktu yang masih kita miliki dengan menangisi apa yang telah hilang. Saat kita kehilangan orang yang kita cintai, ada periode berkabung normal yang harus dijalani tetapi jika periode itu terlalu lama maka ini menjadi destruktif. Berjanjilah mulai detik ini kita tidak akan membuang-buang waktu berharga dengan menyesali diri dan tenggelam dalam rasa kasihan terhadap diri sendiri atas hal-hal yang tidak dapat kita ubah. Sebaliknya, berjanjilah bahwa kita akan hidup setiap hari semaksimal mungkin dan menanti-nantikan apa yang Allah sediakan bagi kita saat kita mengikuti Dia selangkah demi selangkah.

(bersambung)