• KALA ALLAH TAK TERPAHAMI
  • https://www.gkga-sby.org/mobile/index.php/artikel/857-kala-allah-tak-terpahami

“Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan.” Ucapan ini ditujukan Yusuf kepada saudara-saudara kandungnya. Apa yang dimaksud Yusuf dengan kalimat “Kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku”? Yaitu tindakan kakaknya di masa lampau ketika mereka berbuat jahat terhadap Yusuf seperti: dia dibuang, dijual menjadi budak, dihabisi masa depannya. Apa pula yang Yusuf maksudkan dengan kalimat berikutnya “tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan”? Kalimat ini dijelaskan Yusuf pada ucapan berikutnya “dengan maksud melakukan seperti yang sekarang ini yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar”.

Jadi, melalui tindakan jahat saudara-saudaranya, Allah telah melakukan segala perkara yang baik dan menjadikan Yusuf orang yang sangat besar dan penting demi memelihara bangsa Israel yang saat itu dilanda bencana kelaparan yang dahsyat. Melalui ucapan Yusuf, kita akan mencermati beberapa hal penting bagi kehidupan kita.

PENDERITAAN DAN RENCANA TUHAN

Ketika Tuhan mereka-rekakan atau merencanakan yang baik, Ia tidak membebaskan Yusuf dari kejahatan kakak- kakaknya. Akibat ulah jahat mereka, Yusuf harus menanggung pelbagai kesengsaraan, kepedihan bahkan kesukaran yang lebih besar dari kehidupan sebagai budak sampai kehidupan sebagai tahanan penjara.

Ketika kita mengalami hal-hal yang pahit, menyakitkan dan jahat, kita bertanya, “Di manakah Engkau Tuhan? Mengapa Engkau diam saja? Apakah Engkau benar-benar mengasihi dan peduli kepadaku?” Pertanyaan tersebut timbul karena dilatarbelakangi pemahaman “Jika Allah peduli dan merencanakan yang baik, seharusnya hidupku tidak begini. Tidak ada yang buruk boleh terjadi!” Ternyata pemahaman semacam ini keliru. Prinsip Allah tidak pandang bulu. Jangan berpikir, “Jika saya sudah taat, mengasihi dan melayani Allah dengan sungguh-sungguh, saya akan bebas, ada dispensasi, ada perlakuan khusus dari Allah buat saya.”

Mengapa Yusuf dipenjarakan? Mengapa Daniel dilemparkan ke dalam lubang singa? Mengapa Yesus disalibkan? Apakah karena mereka tidak taat atau kurang sungguh-sungguh dalam mengiring Tuhan? Justru sebaliknya! Mereka mengalami kesulitan dan penderitaan karena sungguh-sungguh mau taat dan mengasihi Tuhan. Kita bahkan mungkin mengakui fenomena umum bahwa “orang baik umurnya pendek; sebaliknya, yang jahat umurnya panjang.”

Kita sering berpikiran keliru bahwa jika kita hidup dalam ketaatan dan setia dalam pelayanan, Tuhan tentu melindungi kita lebih hebat dari segala yang jahat. Padahal kenyataannya banyak misionaris meninggalkan segala kenyamanan hidup untuk masuk ke ladang misi namun Tuhan tidak membebaskan mereka dari segala yang jahat; bahkan ada yang mati dibunuh saat menginjak ladang misi sebelum mereka sempat memberitakan Injil. Apakah hal ini melemahkan iman kita? Atau sebaliknya, jika kita percaya kepada Tuhan dan mengikut Dia sungguh- sungguh, kita akan hidup lancar, aman, nyaman dan makmur. Apakah pemahaman seperti ini mengokohkan iman kita? Realitanya, pemahaman semacam ini justru membuat orang Kristen mudah rontok karena membuat mereka berpikir dengan pola salah ketika menghadapi pelbagai masalah kehidupan yang tak terhindarkan seperti:

  • Aku berdosa

“Semua malapetaka ini terjadi karena aku tidak percaya sungguh-sungguh, tidak taat dst. sehingga Tuhan marah dan menghajar atau membiarkan aku mengalami semua ini.” Bagaimanapun ia berusaha, masalah tetap tidak terhindarkan. Akibatnya, ia akan frustrasi karena Tuhan begitu sulit dipuaskan hati-Nya.

  • Tuhan berdusta

“Aku sudah taat dan sungguh-sungguh mengiring Dia. Mengapa Ia membiarkan semua kejadian ini menimpaku?” Timbul perasaan kecewa kepada Tuhan kemudian mulai menuduh bahwa Ia pendusta, Ia tidak peduli. Orang Kristen macam ini akan meninggalkan Allah justru di saat-saat ia paling membutuhkan-Nya. Kesedihan yang dideritanya juga lebih berat daripada yang lain sebab ia merasa paling berhak menuntut Allah untuk memperlakukannya dengan istimewa.

Memang kedengaran kurang menyenangkan bila kita memegang pemahaman yang benar tetapi ini adalah batu karang landasan yang kokoh bagi iman kita. Dengan pemahaman ini, kita dapat mengatasi apa saja yang terjadi dalam kehidupan bahkan saat kita tidak dapat memahami Tuhan. Iman seperti ini akan menjadi pelita dan terang yang membimbing kita sekalipun kita berjalan dalam lembah maut. Contoh: ada dua pemahaman yang bertolak belakang melalui Mazmur 23. Pemahaman kesatu: dalam menanggapi Mazmur 23:4, orang ini akan berkata, “Jika Ia menyertaiku, mengapa aku berada dalam lembah maut?” Jika benar gada dan tongkat-Nya menjagaku, mengapa aku berjalan dalam kekelaman?” Pusat perhatiannya ada pada persoalan, kesukaran dan ketakutan. Energinya terkuras untuk konsentrasi yang salah. Kehadiran Tuhan, gada dan tongkat-Nya tidak menjadi sumber kekuatan tetapi kekecewaan. Sementara orang dengan pemahaman kedua akan mengatakan, “Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya sebab Ia besertaku, gada dan tongkat-Nya menghibur aku.” Hasilnya, kuat kuasa Tuhan menggantikan ketakutan dan iman kepada-Nya menggantikan kekecewaan.

PROSES DAN PENGGENAPAN

Apa yang baik yang Tuhan reka dan rencanakan atas diri Yusuf sudah Tuhan komunikasikan kepada Yusuf jauh sebelumnya. Dua kali dia diberi mimpi bahwa dia akan menjadi orang nomor satu (Kej. 37). Perhatikan, Allah memberitahukan rencana-Nya kepada Yusuf tetapi Ia sama sekali tidak memberitahukan bagaimana proses yang akan dicapainya.

Rasul Paulus mengatakan bahwa Allah mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi-Nya. Jelas, kebaikan itu berkenaan dengan seluruh rencana-Nya atas kehidupan orang percaya. Sedangkan proses mendatangkan kebaikan itu dikerjakan-Nya melalui “Allah turut bekerja di dalam segala sesuatu”. Tidak dijelaskan dengan detail apa yang dimaksud dengan “segala sesuatu”, mungkin di dalamnya termasuk sakit penyakit, kebangkrutan, kehilangan karena tabrakan, kematian dst. Dengan demikian, rencana Allah dan proses pencapaiannya dalam kehidupan kita dapat dibedakan sebagai berikut: ada yang Allah singkapkan untuk kita pahami dan ada yang disembunyikan-Nya dan tak terpahami. Yang penting Allah mau kita berpegang pada yang Ia singkapkan dalam menjalani proses pencapaian yang tak terpahami oleh kita. Hal ini menuntut kita untuk beriman tetapi sayangnya ketidakjelasan ini justru menghasilkan guncangan hebat yang menyebabkan frustrasi dahsyat karena kita suka meminta penjelasan mengapa Tuhan membiarkan pengalaman pahit terjadi saat proses berlangsung padahal ini adalah bagian yang Allah sembunyikan dan tertutup untuk dipahami. Jika Allah memberikan penjelasan, akan lebih mudah bagi kita untuk bersedia dan kuat menjalani kesukaran-kesukaran itu tetapi Ia tidak melakukannya. Allah ingin kita memegang erat apa yang disingkapkan oleh-Nya di dalam menjalani proses yang gelap, tak terpahami, serta bagaimana dan kapan semuanya membawa kita kepada penyempurnaan rencana-Nya. Penulis Ibrani menjelaskan bahwa kesulitan-kesulitan yang dialami sebagai proses pencapaian Allah antara lain: diejek, didera, dibelenggu, dipenjara, dilempari, digergaji, dibunuh dengan pedang, menderita kekurangan, kesesakan, siksaan, bahkan tidak memperoleh apa yang dijanjikan sebab Allah telah menyediakan sesuatu yang lebih baik (Ibr. 11:36- 40).

KEBAIKAN YANG TUHAN MAKSUDKAN

Jika kita mencermati Firman Tuhan, ternyata hasil yang baik itu bukan menurut selera kita tetapi menurut penggenapan kehendak dan rencana Allah seperti dialami oleh Yusuf. Penderitaannya yang begitu dahsyat ternyata merupakan persiapan untuk memelihara hidup suatu bangsa yang besar. Jadi “baik” itu menurut keinginan Allah sendiri. Kita harus memahami bahwa sekalipun Allah mereka-reka yang baik dalam hidup kita, ini tidak berarti hidup kita menjadi mudah dan semua berjalan lancar. Kita harus tetap beriman pada apa yang Ia singkapkan sebagai terang dalam menjalani kegelapan; jangan membiarkan hal-hal yang tidak dipahami yang menimpa kita malah menghancurkan iman kita. Kiranya kita selalu hidup dalam naungan terang-Nya.

Disadur dari: “Menapaki Hari bersama Allah” oleh Yohan Candawasa