Siang Dan Malam

“Siang malam ku memuja, siang malam menyembah Dia, tiada lagi air mata dan sengsara”. Kata-kata dalam lagu itu mengalunkan bagaimana kita harus bersikap dalam menantikan kedatangan Tuhan kembali ke dalam dunia yang penuh pencobaan dan penderitaan ini. Namun mungkinkah kita dapat memuja dan menyembah Dia “siang malam”?

Angan-anganku kembali ketika Allah menciptakan dunia ini. Walaupun ayat tidak menyatakan dengan pasti, aku membayangkan Dia bekerja siang dan malam karena disebutkan Dia baru berhenti bekerja pada hari ketujuh.

Hingga kini, ribuan tahun setelah hari penciptaan itu Allah masih tetap memegang kendali. Buktinya, kehidupan dalam alam semesta yang Dia ciptakan masih berjalan terus siang malam tanpa berhenti. Matahari tetap bersinar memberikan kehangatan dan kehidupan di siang hari, bulan menyinari bumi, bintang-bintang berkerlap-kerlip di langit pada malam hari, oksigen mengalir terus-menerus menghidupi makhluk hidup, embun membasahi bumi setiap pagi buta tanpa berhenti sedetik pun. Ia memelihara burung-burung di udara dan bunga-bunga rumput walau tak seorang pun memedulikan dan memelihara mereka.

Jika kita membayangkan diri sendiri, siapa yang selalu menggerakkan sistem pernapasan dan peredaran darah kita, jantung yang senantiasa berdenyut serta saraf-saraf kita yang bekerja siang malam? Siapa pula yang mengatur sistem pencernaan kita? Aku begitu mengagumi-Nya! Dialah Allah kita yang mengatur dan mengendalikan semuanya! Bahkan Dia memberikan rezeki kepada orang yang dicintainya pada waktu dia tidur (Mzm. 127:2). Sungguh benar apa yang dikatakan dalam Mazmur 121:3, “Ia takkan membiarkan kakimu goyah; Penjagamu tidak akan terlelap.”

Berlebihankah bila kita bersyukur kepada-Nya setiap saat atas apa yang telah dilakukan-Nya ketika kita mengakhiri hari-hari kita bahkan bila kita diberi kesempatan untuk memulainya lagi? Tentu saja tidak! (vs)