PERJALANAN MENUJU BUKIT GOLGOTA
Hanya beberapa saat lalu jalan-jalan di Yerusalem dipenuhi pujian dari orang banyak yang membawa tangkai-tangkai daun palem ketika Yesus melewatinya dengan menunggang seekor keledai betina, “Hosana bagi anak Daud, diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan, hosanna di tempat yang mahatinggi……” Kini jalan-jalan yang dilewati-Nya terdapat bercak-bercak darah dan teriakan riuh yang berubah total menjadi, “Salibkan Dia…….. salibkan Dia…!
Banyak perempuan menangis dan meratapi-Nya tetapi Dia berkata, “…. Jangan menangisi Aku,…. Tangisilah dirimu sendiri dan anak-anakmu!” (Luk 23:28) Seolah-olah ingin mengingatkan bahwa Ia akan disengsara dan mati untuk keselamatan mereka tetapi Dia akan hidup. Namun bagaimana jika mereka dan anak-anak mereka tidak mendapatkan keselamatan? Itulah yang harus mereka tangisi!
Seorang yang baru datang dari luar kota bernama Simon Kirene mendapat pengalaman luar biasa! Ia tidak menyadari apa yang sedang terjadi ketika tiba-tiba dipaksa untuk memikul salib Yesus. Sambil memikul salib, Simon berjalam bersama Yesus yang sudah kelelahan menuju bukit Golgota tempat Dia disalibkan! Mereka berjalan beriringan menunjukkan gambaran indah seperti dikatakan Yesus, “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku.” Simon melihat dari dekat luka-luka yang diderita Yesus, keadaan Yesus yang penuh sengsara dan bagaimana Ia disalibkan. Walau yang dipikul saat itu bukan salibnya sendiri, Simon mendapat kemurahan Tuhan untuk menggambarkan bagaimana seseorang mengikut Yesus dalam jalan sengsara menuju salib, dirinya tertera di sana. Saya tidak dapat menggambarkan perasaan Simon waktu itu, dapatkah Anda?
1 Korintus 13:8 menuliskan kasih tidak berkesudahan; semua akan berakhir yang tinggal hanyalah iman, pengharapan dan kasih; yang terbesar ialah kasih (ay. 13). Nyata dari semua murid-Nya, hanya Yohanes yang sangat mengasihi Yesus mengikuti Gurunya hingga saat terakhir tanpa memedulikan segala sesuatu. Yesus mengalami semua – dikhianati orang dekat-Nya, disangkali, dijual, dihakimi dengan tidak adil, dibelenggu, diludahi, ditampar, ditinju, dirajam, dihina, diolok-olk, difitnah, disalibkan, ditinggalkan Bapa-Nya dan mati. Hancurlah tubuh, jiwa dan roh-Nya. Mungkin kita hanya mengalami sebagian kecil saja tetapi sudah merasa begitu berat penderitaannya. Yesus mengalami semuanya!
Hal-hal yang hebat terjadi saat kematian-Nya. Tabir Bait Suci terbelah, terjadi gempa bumi dan bukit-bukit batu terbelah! Bukan itu saja, kuburan-kuburan terbuka dan banyak orang kudus yang telah meninggal bangkit! Kepala pasukan dan prajurit-prajuritnya menjadi sangat ketakutan! Mereka yang tadinya berlaku kasar dan kejam terhadap Yesus masih mendapat kemurahan untuk menyaksikan hal itu dan memberikan pengakuan, “Sungguh, Ia ini adalah Anak Allah.”
Pada Paskah pertama diikuti dengan paskah-paskah selanjutnya, domba-domba dikurbankan sebagai penghapus dosa untuk menghindari kematian. Pengurbanan anak domba harus dilakukan berulang-ulang untuk keselamatan Israel. Namun Anak Domba Allah yang sempurna tanpa cacat cela telah dikurbankan sekali untuk selamanya!
Begitu banyak kemurahan terjadi sekitar kematian-Nya. Haleluya!
“Lihatlah…. Anak Domba Allah yang menghapus dosa dunia” (Yoh. 1:29)