Jika Anda tahu mengenai berkebun, akar yang pahit menghasilkan buah yang pahit. Jika Anda bermasalah di dalam sikap, perilaku dan hubungan dengan orang lain, tampaknya ini merupakan gejala awal dari permasalahan yang lebih mendalam.
CIPTAAN BARU DENGAN AKAR YANG LAMA
Sebagian orang mengatakan, “Karena aku telah lahir baru, aku adalah ciptaan baru di dalam Kristus. Aku tidak mau direpotkan dengan segala sesuatu yang terjadi pada masa lalu karena aku tidak ingin mendengarnya. Aku telah mati dari semua itu dan semua itu tidak memengaruhi aku lagi.”
Kita harus dapat memahami apa yang dikatakan Paulus dalam 2 Korintus 5:17 tentang kata “baru” yang dapat menunjuk pada sesuatu yang dikuduskan atau didedikasikan untuk penggunaan yang baru atau berbeda. Saat kita dilahirkan kembali, Ia menyucikan atau mendedikasikan kita pada penggunaan yang baru dan berbeda yang direncanakan-Nya sejak semula. Kita boleh mengatakan bahwa kita memiliki kesempatan baru untuk melayani.
Saat Kristus datang untuk tinggal di dalam diri kita, benih yang tidak mungkin binasa ditanamkan di dalam diri kita. Namun benih ini harus disirami dan diberi gizi agar dapat tumbuh dan menghasilkan buah. Dua orang dilahirkan kembali pada saat bersamaan; yang satu menghasilkan buah banyak sementara yang lain tidak menghasilkan sama sekali. Alasannya ialah yang satu mendapatkan siraman dan gizi bagi benih yang ditanamkan di dalam dirinya dan yang lain tidak.
Mengapa setelah 10 tahun meluputkan diri dari lingkungan kejam yang sama, orang yang satu hidup di dalam kemenangan sementara yang lain tidak membuat kemajuan sama sekali? Alasannya ialah yang satu melakukan apa yang harus ia lakukan sementara yang lain tidak.
Kita mungkin saja dilahirkan kembali tetapi jika kita tidak membaca dan mempelajari Firman Allah dan menjadi pelaku Firman, kita tidak akan pernah menikmati semua hal baik yang Allah rencanakan agar kita memilikinya. Kita adalah ciptaan baru di dalam Kristus. Kepada kita telah diberikan kesempatan baru untuk hidup bagi Tuhan dan menghasilkan buah-buah yang baik. Namun kita malah menghasilkan buah-buah yang busuk. Mengapa? Karena meskipun benih di dalam diri kita baik, akarnya buruk. Kita adalah ciptaan baru secara spiritual tetapi jiwa kita masih belum berubah. Tidak peduli seberapa besar kita berusaha mengubah sisi luar diri kita menjadi wewangian yang harum bagi Tuhan tetapi di dalam diri kita penuh dengan akar busuk yang menebarkan bau busuk kepada setiap orang dengan siapa kita berhubungan. Meskipun kita ingin menjadi pohon menghasilkan buah yang baik, kita tidak dapat melakukannya karena di dalam diri kita terdapat akar pahit yang pasti menghasilkan buah yang pahit.
POHON YANG BURUK
Yesus mengatakan bahwa setiap pohon dikenal dan diidentifikasikan dari buahnya. Bayangkan Anda sedang mencari-cari pohon buah yang mewakili setiap hal buruk yag dihasilkan di dalam kehidupan seseorang yang terganggu emosionalnya. Jika Anda melihat akarnya, Anda akan melihat hal-hal seperti penolakan, penyalahgunaan, rasa bersalah, negativisme dan rasa malu. Jika Anda mengalami masalah dengan hal-hal ini, alasannya ialah karena semua itu adalah buah-buah pahit yang telah berakar di dalam pikiran Anda. Anda mungkin merupakan produk dari cerminan berasal dari orang tua dan orang lain. Anda mungkin menderita karena contoh buruk yang Anda lihat sewaktu Anda masih berusia lebih muda.
Jika saat masih muda, Anda berulang-ulang diberitahu oleh orang tua, guru atau figur otoritas lainnya bahwa Anda tidak berguna, ada sesuatu yang salah dengan anda, Anda tidak mampu melakukan apa pun dengan benar, Anda akan selalu merasa tidak berharga dan tidak akan pernah berhasil melakukan apa pun karena Anda memercayainya. Iblis menguatkan pesan itu dengan mengulanginya di dalam pikiran Anda berulan kali sehingga hal itu menjadi bagian dari gambaran diri Anda yang sebenarnya menyeleweng keluar dari jalur bagaimana seharusnya Anda membayangkan diri Anda.
Telah terbukti bahwa jika orang-orang cukup kuat memercayai sesuatu mengenai diri mereka pada akhirnya mereka akan mulai berlaku seperti cara mereka memandang diri sendiri. Yang terjadi adalah bahwa akar pohon buruk yang dibayangkan dalam pikiran Anda mulai menghasilkan buah-buah buruk yang tumbuh di sana. Salah satu buah buruk dari pohon yang buruk ialah rasa malu.
RASA MALU YANG NORMAL DAN RASA MALU YANG TELAH BERAKAR
Jika Anda berakar di dalam rasa malu, Anda perlu menyadari bahwa rasa malu berbeda dengan rasa bersalah, akar lain dari pohon buruk yang Anda bayangkan. Ada perbedaan antara rasa malu yang normal dengan rasa malu yang telah berakar. Misal: setelah jatuh ke dalam dosa, Adam dan Hawa merasa malu saat sadar mereka telanjang kemudian membuat cawat dari daun pohon ara untuk menutupi diri mereka. Ini merupakan reaksi yang normal.
Saat kita melakukan kesalahan atau berbuat dosa, kita merasa tidak enak kemudian kita bertobat dan diampuni lalu meninggalkan semua itu di belakang dan maju terus tanpa dibebani lagi oleh kesalahan itu. Namun saat seseorang berakar di dalam rasa malu, hal itu memengaruhi seluruh hidupnya. Ia bukan hanya malu dengan apa yang telah ia perbuat tetapi malu dengan siapa dirinya. Misal: ketika seorang anak dilecehkan secara seksual oleh ayahnya, awalnya ia merasa malu akan apa yang menimpanya. Namun jika pelecehan itu berlangsung terus selama beberapa waktu, ia mulai menginternalisasi keadaan traumatis itu dan merasa malu bukan hanya atas apa yang terjadi pada dirinya tetapi juga merasa malu terhadap dirinya sendiri. Mulailah ia bertanya, “Apa yang salah dengan diriku sehingga ayahku berbuat demikian? Apa kekurangan dalam diriku yang membuat ayah berbuat demikian?”
Seorang anak tidak memiliki kapasitas seperti orang dewasa dalam memandang apa yang terjadi dan menimpakan kesalahan di tempat yng semestinya. Ia tidak mampu membedakan apa yang sedang terjadi pada dirinya dan siapa dia sebenarnya. Bahkan mungkin ia menganggap bahwa perilaku ayahnya itu merupakan kesalahannya bahwa ia yang mengundang perilaku itu. Dia kemudian berlarut-larut menyalahkan diri sendiri dan bertanya-tanya apa yang salah dengan dirinya.
BATANG POHON
Jika seseorang berakar pada rasa malu, cepat atau lambat rasa malu itu akn bergerak menaiki batang pohon yang buruk itu dan secara tidak sadar orang itu akan mulai berpikir, “Karena aku banyak sekali kekurangannya, diriku yang sejati tidak lagi diterima sehingga lebih baik aku berpura-pura saja.”
Berapa banyak di antara kita menjalani hidup ini dengan berusaha menjadi sesuatu yang bukan diri kita, berusaha membuat orang-orang terkesan dan kebingungan saat kita tidak tahu seperti apa diri kita sebenarnya. Sering karena perasaan takut terlihat siapa diri kita sebenarnya, kita kemudian mengubah-ubah kepribadian. Karena rasa takut ditolak atau dipermalukan, kita menghabiskan seluruh hidup kita menjadi apa yang orang lain inginkan dari kita. Di dalam proses ini, kita kehilangan arah tentang siapa diri kita sebenarnya dan akhirnya merasa menderita.
Sebagian orang menjadi begitu ahli dalam menekan perasaan sejati mereka sehingga secara emosional mereka menjadi beku sama sekali tidak mampu mengungkapkan perasaan atau emosi karena untuk melakukan itu semua rasanya terlalu menyakitkan. Contoh: banyak pria tidak akan memperlihatkan kerapuhan, kelemahan atau kepekaan karena takut terlihat lemah. Jadi bukannya memperlihatkan perasaan yang sebenarnya, mereka berlagak jantan untuk menutup-nutupi permasalahan, mendatangkan luka batin bagi diri sendiri dan orang-orang lain terutama istri-istri mereka.
Sudah saatnya kita keluar dari balik topeng kita dan memperlihatkan siapa diri kita sebenarnya. Sudah saatnya kita berhenti bermain sandiwara. Kita perlu membiarkan Roh Kudus mengajar kita tentang siapa diri kita yang sebenarnya. Di samping itu, kita harus jujur dan membuka diri kepada orang lain bukannya selalu takut akan apa yang dipikirkan orang-orang tentang kita jika kita mengungkapkan sifat kita yang asli.
(bersambung)