Naik turunnya emosi kita merupakan salah satu perangkat utama yang Iblis pakai untuk mencuri sukacita kita dan menghancurkan efektivitas kita sebagai saksi-saksi Kristus.
Hidup ini tidak menyenangkan jika dikendalikan oleh perasaan karena perasaan kita berubah dari hari ke hari, jam ke jam bahkan dari suatu saat ke saat lainnya. Perasaan tidak dapat dipercaya bukan hanya karena berubah-ubah begitu seringnya tetapi karena perasaan juga berdusta.
Iblis senang sekali memakai perasaan kita untuk memengaruhi kita karena ia tahu bahwa kita adalah makhluk berjiwa. Sering kita membiarkan diri kita dipimpin oleh jiwa – pikiran, kehendak dan emosi – daripada dipimpin oleh Roh kebenaran.
Kita tidak dapat menghentikan musuh menaruh pemikiran-pemikiran negatif di dalam benak kita tetapi kita tidak perlu terpaku pada pemikiran-pemikiran itu. Karena kita memiliki kehendak, kita dapat memilih untuk menolaknya. Kita juga tidak dapat menghentikan setan agar tidak mempermainkan emosi kita tetapi kita dapat memakai kehendak yang sama untuk menolak menyerah pada emosi-emosi kita.
Faktanya sebagai pengikut Kristus, kita harus hidup dengan kebenaran dan hikmat bukan dengan perasaan dan emosi.
BERDEBAT DENGAN DIRI SENDIRI
Agar dapat hidup dengan kebenaran dan hikmat kadang kita harus berlogika dengan diri sendiri. Saat perasaan- perasaan aneh mengancam untuk menguasai kita, kita perlu berhenti dan memegang kendali atas pemikiran dan perasaan kita. Jangan mengizinkan perasaan mendikte kita atau menghancurkan kehidupan kita. Ini adalah salah satu wujud kedewasaan emosional. Salah satu cara yang dapat kita lakukan ialah dengan berbicara pada diri sendiri entah di dalam hati atau dengan suara nyaring.
Setan ingin agar kita lebih mendengarkan perasaan kita yang mudah berubah-ubah daripada mendengarkan suara Roh Kudus yang selalu menyampaikan kebenaran. Untuk alasan ini, kita perlu menjadikan kedewasaan emosional sebagai tujuan kita. Langkah pertama menuju kedewasaan emosional adalah belajar lebih banyak mendengarkan Roh Kudus daripada suara daging. Dibutuhkan kemauan untuk memilih bertindak menurut jalan Tuhan bukan jalan kita sendiri.
Salah satu bagian dari kedewasaan ialah stabilitas, tidak mudah berubah. Bukankah Yesus Kristus tetap sama baik kemarin, hari ini dan sampai selama-lamanya (Ibr. 13:8)? Yesus tidak membiarkan diri-Nya digerakkan atau dipimpin oleh emosi-emosi-Nya seperti yang sering kita lakukan. Ia dipimpin oleh Roh bukan oleh perasaan walau Ia memiliki perasaan-perasaan yang sama dengan kita.
Di Perjanjian Lama, Elisa mendekatkan diri kepada Nabi Elia dan menjadi pengikut serta muridnya karena ia ingin menjadi kuat di dalam Tuhan seperti gurunya. Jika kita memiliki masalah emosional, kita perlu berhenti bergaul dengan orang-orang yang keadaannya lebih buruk dibandingkan kita. Sebaliknya, kita perlu meluangkan waktu bersama-sama mereka yang dewasa secara spiritual dan emosional.
Sebagai orang percaya, satu-satunya pengharapan akan kemuliaan kita adalah Kristus Yesus. Hanya Dia yang dapat memberikan apa yang kita butuhkan untuk hidup penuh sukacita dan berkemenangan di dalam hidup ini.
KESTABILAN EMOSIONAL SEBAGAI WARISAN SPIRITUAL
Kita tidak perlu hidup di dalam emosi yang turun naik di mana perasaan kita berubah-ubah dari waktu ke waktu. Sebaliknya, kita harus hidup seperti Kristus hidup dengan perasaan damai dan aman karena tahu siapa kita dan milik siapa kita ini. Waspada, musuh akan terus berusaha merampas damai sejahtera dan sukacita yang telah disediakan Yesus dengan kematian-Nya.
Di dalam Yohanes 16:33, Yesus berkata, “Dalam dunia kamu menderita penganiayaan tetapi kuatkanlah hatimu, Aku telah mengalahkan dunia.” Kita dapat menikmati hidup walau kondisi di sekitar kita tidak bagus tetapi kita tidak dapat memiliki sukacita tanpa kedamaian.
Kita harus belajar bergantung pada Roh Kudus yang membantu kita mengendalikan ledakan-ledakan emosi juga mengalahkan godaan dari perasaan bersalah. Kita belajar bukan menjadi tanpa emosi tetapi seimbang di dalam kehidupan emosional kita.
Bagaimana kita dapat mengalahkan Iblis dan bertahan atas serangan fisik serta emosional kita? Dengan berakar dan berdasar di dalam Kristus. Juga sadar dan berjaga-jaga (1 Ptr. 5:8-9) maksudnya kita dapat menguasai diri, berpikiran waras, berakar, kuat, tidak tunduk pada emosi tetapi berdiri teguh melawan perasaan-perasaan negatif yang menyerang bahkan yang ada di dalam kita.
Keteguhan dan keberanian menggambarkan temperamen sekokoh batu karang yang harus kita perlihatkan dalam menghadapi serangan musuh/lawan kita baik secara fisik maupun spiritual. Saat orang atau peristiwa ingin menghancurkan kita, kita harus berdiri teguh dan yakin semua akan beres. Kita tidak perlu berubah tetapi membiarkan Allah melakukan perubahan situasi di sekeliling kita.
Tahukah Anda mengapa keteguhan dan keberanian Anda merupakan pertanda bagi setan bahwa ia akan jatuh? Karena ia tahu satu-satunya untuk mengalahkan orang percaya ialah melalui tipu daya dan intimidasi. Bagaimana mungkin dia dapat mengancam seseorang yang tidak takut kepadanya? Apa gunanya baginya mencoba membangkitkan perasaan takut atau marah atau depresi di dalam diri seseorang yang tidak tergerak oleh emosi tetapi memilih untuk berdiri teguh di dalam Firman Allah? Saat Iblis melihat taktiknya tidak efektif, ia sadar bahwa ia sedang tumbang dan akan kalah. Contoh: ketika bangsa Israel berdiri di tepi Laut Teberau dan di belakang mereka tentara Firaun mengejar untuk menghancurkan mereka, mereka diperintahkan untuk tetap teguh, diam dan membiarkan Allah berperang bagi mereka.
Kita boleh yakin bahwa jika kita taat kepada Firman dan kehendak Allah serta dipimpin oleh Roh Kudus-Nya, kita tidak perlu takut pada musuh-musuh kita karena Ia sendiri akan berperang bagi kita. Namun Allah tidak akan menolong seseorang yang tidak ingin ditolong. Jika kita benar-benar ingin ditolong, kita harus tetap stabil saat kita menantikan Ia bekerja bagi kita.
Di dalam usaha kita untuk mengembangkan kedewasaan emosional, kita harus hati-hati menghindari dua ekstrem: tinggi dan rendah. Kebanyakan dari kita mendengar tentang emosi rendah seperti: patah semangat, depresi, putus harapan, keputusasaan tetapi kita juga harus menghindari emosi tinggi. Untuk menjaga keseimbangan emosional, kita perlu berada di antara kedua titik ekstrem itu.
SUKACITA SEBAGAI KEGEMBIRAAN YANG TENANG
Kadang orang percaya berpikir bahwa agar penuh dengan sukacita dari Tuhan kita harus senantiasa bersemangat dan bergairah.
Sukacita (Yun: chara) diterjemahkan sebagai “kegembiraan yang tenang” dalam Yohanes 15:11. Kegembiraan yang tenang ini disamakan seperti anak sungai yang mengalir dengan tenang dan damai, mendatangkan kesegaran bagi segala sesuatu dan semua orang di sepanjang jalur yang dilaluinya. Namun banyak dari kita hidup seperti samudera.
Emosi-emosi kita datang dan pergi seperti arus air. Pada suatu saat kita maju menyapu segala sesuatu yang kita lewati dan pada saat berikutnya kita kembali dengan meninggalkan debu di mana-mana. Jelas stres dan pergolakan dapat disebabkan oleh emosi tinggi dan rendah yang berkelebihan.
KECANDUAN EMOSIONAL
Orang yang memiliki kecanduan terhadap kekhawatiran akan merasa khawatir jika tidak ada yang dapat dikhawatirkan. Juga mereka yang kecanduan terhadap perasaan bersalah akan merasa bersalah jika mereka tidak merasa bersalah mengenai sesuatu. Demikian pula dengan orang yang kecanduan terhadap kegairahan. Yang lain berorientasi pada tujuan sehingga selalu mencari tantangan baru; begitu menemukan tujuan yang dapat diraih, mereka menjadi bosan lagi. Terbukti sebagian orang tidak tahu bagaimana harus menjalani kehidupan yang biasa- biasa saja.
Urapan Allah memang perlu bagi karya-karya besar tetapi urapan Allah juga membantu kita menikmati kehidupan sehari-hari yang umum. Sebagai orang Kristen, kita dipanggil untuk mengasihi Allah, bersekutu dengan Dia dan sesama, menjadi berkat ke mana pun kita pergi dan membawa sukacita ke dalam ekhidupan orang-orang. Mazmur 100:2 mengajarkan kita untuk melayani Tuhan dengan gembira.
Kita perlu belajar untuk tidak terlalu terpengaruh oleh keadaan sekitar kita. Kita juga harus belajar mengendalikan emosi-emosi kita dan menghindari perubahan suasana hati yang menghambat kita untuk menikmati kegembiraan tenang yang telah Allah rencanakan bagi kita di dalam hidup ini.