• KESADARAN YANG MEMBUAHKAN PERTOBATAN (JOHOR)
  • Lukas 13:1-9
  • Johor
  • 2021-10-24
  • Pdm. Kasieli Zebua
  • https://www.gkga-sby.org/mobile/index.php/ibadah-umum/991-kesadaran-yang-membuahkan-pertobatan-2

Shalom,
Kita patut bersyukur dapat beribadah tatap muka untuk kedua kalinya setelah sekian lama beribadah online. Biarlah kita memanfaatkan waktu yang singkat ini untuk mendengarkan Firman Tuhan dan mengarahkan hati kita kepada-Nya. Kali ini kita membahas Firman Tuhan dengan tema “Kesadaran yang Membuahkan Pertobatan” yang terdapat di Lukas 13:1-9 yang terdiri atas dua perikop sebagai berikut:

A.    Kita harus Sadar bahwa setiap kita Membutuhkan Pertobatan (Ay. 1-5)

Dikisahkan adanya berita yang disampaikan kepada Yesus berkaitan dengan orang-orang Galilea yang mengalami pembantaian oleh Pilatus saat mereka sedang mempersembahkan kurban kepada Allah. Mereka dibunuh dan darahnya dicampur dengan darah kurban yang dipersembahkan. Tidak disebutkan alasan mengapa Pilatus membunuh mereka tetapi ada kemungkinan mereka ini adalah orang-orang Galilea yang mencoba memberontak kepada pemerintahan saat itu. Mereka termasuk kaum nasionalis yang mencoba membela bangsanya karena saat itu bangsa Israel di bawah penjajahan. Pilatus menganggap mereka adalah kaum pemberontak lalu dibantai saat mempersembahkan kurban.

Apa respons Yesus mendengar berita yang menghebohkan itu? Ia tidak menanggapi mereka tetapi malah mengajarkan sesuatu yang sangat penting kepada mereka juga kepada para murid dan orang-orang yang ada di sekitar itu. Kata-Nya, "Sangkamu orang-orang Galilea ini lebih besar dosanya dari pada dosa semua orang Galilea yang lain karena mereka mengalami nasib itu?

Mengapa Yesus merespons dengan kalimat seperti itu? Sebab Ia mengetahui dalam hati orang-orang yang memberitakan kabar ini timbul prasangka, asumsi atau penilaian sendiri tentang apa yang terjadi. Mereka berprasangka bahwa orang-orang Galilea itu terbunuh akibat dosa mereka. Mereka berasumsi orang-orang Galilea ini lebih besar dosanya sehingga layak dibunuh. Kemudian Yesus menyinggung peristiwa lain yang mengerikan (18 orang mati ditimpa menara dekat Siloam) dan menanyakan apakah mereka juga mati akibat kesalahannya lebih besar dari orang lain yang diam di Yerusalem (ay. 4).

Orang-orang itu memiliki satu pemahaman bahwa mereka yang mengalami musibah mengerikan – dibantai dan ditimpa menara – pasti besar dosanya. Di sisi lain, mereka melihat diri sendiri yang tidak mengalami musibah merasa dosanya lebih kecil atau bahkan merasa tidak berdosa sehingga tidak butuh pertobatan atau datang kepada Allah. Mereka berkesimpulan bahwa mereka adalah orang baik dan benar sehingga tidak ditimpa musibah sementara orang lain mengalami kemalangan akibat dosanya dan mereka perlu bertobat. Ternyata ini merupakan satu paham atau keyakinan yang ada di dalam pikiran khususnya orang-orang Yahudi saat itu bahkan para murid juga memiliki konsep yang sama. Contoh: para murid bertanya kepada Guru mereka apakah orang buta sejak lahir itu akibat dari dosanya sendiri atau dosa orang tuanya (Yoh. 9:1-3). Juga kisah Ayub di Perjanjian Lama, sahabat-sahabat Ayub (Elifas, Bildad, Zofar) menganggap Ayub mengalami penderitaan luar biasa baik kesehatan, kebangkrutan dan kematian semua anaknya akibat dari dosa yang diperbuatnya (Ay. 4:1-8; 8:1-7; 11:1-3).

Apa tanggapan Yesus terhadap pemikiran bahwa seseorang mengalami kesulitan, kesusahan, musibah oleh sebab besar dosanya sehingga pantas menderita? Yesus menjawab dua kali, “…Tetapi jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa atas cara demikian.” (ay. 3,5)

Yesus memberikan penjelasan untuk menyadarkan mereka bahwa setiap orang (baik yang merasa benar maupun yang terkena musibah) membutuhkan pertobatan; jika tidak, mereka juga akan binasa dengan cara demikian.

Aplikasi: kita harus sadar bahwa kita butuh pertobatan juga membutuhkan Tuhan seperti visi gereja kita “Menjadi jemaat yang senantiasa sadar bahwa dirinya sudah dipertunangkan” – hubungan kita dengan Kristus.

Arti kata “kesadaran” dalam kamus: keinsafan, keadaan mengerti, kondisi di mana seseorang mengerti akan hal dan kewajiban yang harus dijalankannya. Kesadaran identik dengan pikiran dan kesadaran dimulai dari diri sendiri.

Sementara pertobatan artinya: berhenti berbuat dosa dan kembali/berbalik kepada Allah. Pertobatan bukan sekadar berhenti melakukan kesalahan tetapi dilanjutkan dengan kembali bersekutu dengan Allah dan mempermuliakan Nama-Nya.

B.    Kita harus Sadar bahwa Kesempatan Bertobat ada Batasnya (ay. 6-9)

Seusai mengingatkan orang-orang tersebut untuk bertobat, Yesus kemudian memberikan perumpamaan tentang pohon ara yang tumbuh di kebun anggur dan tidak berbuah selama tiga tahun sehingga pemilik menyuruh pohon ini ditebang. Namun pengurus kebun anggur meminta waktu setahun untuk merawat dan memberinya pupuk; kalau tetap tidak berbuah maka akan ditebang (ay. 6-9). Apa maksud dari perumpamaan ini? Kesempatan masih diberikan tetapi ada batasnya. Berkaitan dengan kesadaran yang membuahkan pertobatan, orang-orang yang datang kepada Yesus harus sadar bahwa pertobatan itu penting dan harus segera dilakukan, jangan ditunda-tunda.

Aplikasi: hendaknya kita mempergunakan kesempatan bertobat dengan sebaik-baiknya, jangan mengabaikan kesempatan ini terlewatkan begitu saja.

Surat Ibrani 3:13-15 mengingatkan selama masih dikatakan “hari ini” jangan kita tegar hati karena tipu daya dosa. Jika kita mendengar suara-Nya, jangan keraskan hati seperti dalam kegeraman. Konteks ini mengutip perjalanan orang Israel di padang gurun. Mereka diberi kesempatan untuk bertobat dan menyadari bahwa mereka membutuhkan Tuhan setiap hari.

Lebih lanjut dikatakan, “Tetapi nasihatilah seorang akan yang lain setiap hari ini selama masih dapat dikatakan “hari ini” → “hari ini” adalah milik kita (kita masih hidup dan ada kesempatan/waktu) karena besok belum tentu milik kita. Buktinya ada beberapa dari jemaat dipanggil Tuhan secara tiba-tiba, ada yang pagi masih beraktivitas sore sudah dipanggil Tuhan dll. Tak seorang pun tahu apa yang terjadi hari besok! Yang penting, jika hari ini kita mendengar Firman Tuhan yang mengingatkan kita untuk bertobat, kita harus segera mengambil keputusan meninggalkan semua kehidupan dan paham/pikiran lama kita.

Kita harus sadar bahwa kita membutuhkan Tuhan dalam menjalani hari-hari; jika tidak, tanpa sadar kita akan melakukan hal-hal yang menentang atau menyimpang dari kebenaran Firman-Nya. Firman Tuhanlah yang meyadarkan kita untuk tidak hidup di dalam dosa! Jujur, kita sering tidak menyadari telah melakukan kesalahan dan melakukannya terus-menerus sehingga akhirnya menjadi suatu kebiasaan. Namun karena Firman Tuhan mengingatkan “kita telah beroleh bagian di dalam Kristus”, kita makin sadar bahwa kita memerlukan Tuhan setiap hari dan berpegang teguh pada keyakinan iman kita. Jangan bertindak seperti orang-orang Israel yang tetap mengeraskan hati walau telah mendengar suara Tuhan.

Tidak dijelaskan apakah orang-orang yang memberikan laporan kepada Yesus sadar mereka juga butuh bertobat dan tidak hanya sibuk memikirkan orang lain mengalami musibah akibat dosanya yang besar.

Yohanes Pembaptis pernah berkata kepada orang banyak yang datang kepadanya, “Hasilkanlah buah-buah yang sesuai dengan pertobatan. Dan janganlah berpikir dalam hatimu: Abraham adalah bapa kami! ...Kapak sudah tersedia pada akar pohon dan setiap pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik akan ditebang dan dibuang ke dalam api.” (Luk. 3:8-9) Dengan kata lain jangan berpikir karena keturunan Abraham kita pasti selamat! Yang penting kalau kita keturunan Abraham, hiduplah seperti Abraham yang ber iman dan hasilkan buah-buah pertobatan.

Kita harus menyadari – berkaitan dengan pikiran – bahwa kita bersalah dalam banyak hal; barangsiapa tidak bersalah dalam perkataannya ia adalah orang sempurna (Yak. 3:2). Bahkan Rasul Yohanes menegaskan jika kita mengaku tidak berdosa, kita menipu diri kita sendiri dan kebenaran tidak ada di dalam kita (1 Yoh. 1:8). Jelas, kita harus bertobat dalam pikiran dan tutur kata setiap hari. Jangan sibuk memerhatikan tindak tanduk orang lain lalu mengabaikan diri sendiri!

Selain berarti berhenti berbuat dosa dan kembali kepada Allah, pertobatan juga menunjukkan aktivitas meninjau atau menelaah tindakan-tindakan yang pernah diperbuat. Jadi kita meninjau dan melihat diri sendiri apakah tindakan dan perilaku kita sudah menyenangkan hati Tuhan atau belum.

Harus diakui lebih mudah menilai orang lain ketimbang menilai diri sendiri. Oleh sebab itu marilah kita belajar menilai, menegur dan memperbaiki diri sendiri karena untuk menilai dan menghakimi orang lain tidak perlu belajar.

Pelajaran apa yang diperoleh dari perumpamaan pohon ara? Setelah tumbuh selama tiga tahun, pemilik pasti mengharapkan pohon ara itu menghasilkan buah yang menyenangkan hatinya. Mungkin saja batang dan ranting-rantingnya bertumbuh semakin besar tetapi yang dicari tetaplah buahnya.

Bagaimana hidup kita dapat menghasilkan buah yang baik dan menyenangkan Tuhan? Dengan melekat pada pokoknya yaitu Yesus (bnd. Yoh. 15:1). Kita tidak dapat menghasilkan buah yang baik bila kita tidak berbalik dan melekat kepada Yesus. Bila kita hidup dalam kebenaran Firman Tuhan dan menghidupi Firman, kita akan menghasilkan buah.

Perhatikan, kita membutuhkan Tuhan tetapi bukan berarti Tuhan harus menjadi pemenuh segala kebutuhan kita. Ilustrasi: pohon ara merupakan pohon besar, jika pohon ini tidak menghasilkan buah maka akan menimbulkan kerugian bagi pemilik lahan karena makan tempat tetapi tidak memberikan buah. Apalagi sudah diberi pupuk dan dirawat tetap tidak berbuah, sungguh sangat mengecewakan! Kita membutuhkan Dia agar kita dapat menjalani hidup sesuai dengan kehendak-Nya sehingga kehadiran kita bermanfaat bagi sekitar kita. Jangan sudah diberi (pupuk) nasihat, didoakan oleh gembala/pemimpin rohani tetapi kita mengeraskan hati tidak mau berubah untuk menghasilkan buah!

Ingat perlakuan bangsa Israel terhadap Musa yang telah memimpin mereka keluar dari tanah perbudakan Mesir? Mereka tidak tahu berterima kasih kepada pemimpin mereka bahkan hendak melempari batu ketika mereka marah (Kel. 17:4).

Introspeksi: bagaimana penghargaan kita terhadap Yesus yang sudah memberikan hidup- Nya dan mati agar kita berbuah? Apakah kita menyia-nyiakan pengurbanan-Nya dan tidak mau berubah untuk menghasilkan buah pertobatan? Bagaimana perasaan-Nya ketika melihat kita tetap keras hati dan hidup tidak bermanfaat bagi sesama?

Tuhan telah mengingatkan kita melalui Firman-Nya agar kita tidak sibuk menilai kehidupan rohani orang lain tetapi kita mengevaluasi diri sendiri apakah kita telah sungguh-sungguh bertobat dan menghasilkan buah-buah pertobatan yang menyenangkan Tuhan kita. Jangan kita mengecewakan hati Tuhan dan menghina pengurbanan-Nya dengan tidak mau berubah sebab waktu dan kesempatan untuk bertobat ada batasnya nanti penyesalan tidak akan ada gunanya karena sudah terlambat! Gunakan waktu sebaik-baiknya selama masih ada “hari ini”! Amin.