Shalom,
Tak henti-hentinya kita mengucap syukur atas kasih setia Tuhan yang tak berkesudahan dari hari ke hari dan sekarang kita sudah memasuki bulan Oktober. Tuhan senantiasa menyertai kita sehingga kita dapat menikmati Sabat di tengah- tengah ketidakpastian dunia ini; semua ini hanya karena anugerah-Nya.
Melalui Firman penggembalaan, kita juga beroleh nasihat yang terdapat di dalam Injil Luk 12:13-34 dengan tema “Kehidupan yang Kaya di Hadapan Allah”. Apa definisi dari kata “kaya”? Menurut kamus kata “kaya” berarti orang yang mempunyai banyak dan umumnya kekayaan diukur dari segi materi. Namun “mempunyai banyak (makan, minum, pakai)” sebenarnya sangatlah relatif. Contoh: si A yang mempunyai 2 baju melihat si B yang mempunyai 10 baju akan menganggapnya sebagai orang kaya; si B akan menganggap si C orang kaya karena memiliki 100 baju dst.
Saat itu Yesus menyoroti dua kelompok yang ada bersama-Nya, yakni:
- Kelompok banyak (murias: ten thousands, an innumerable multitude = tak terhitung banyaknya) sebagai orang awam (ay. 13-21)
- Murid-murid Yesus (ay. 22-34)
Nasihat apa yang diberikan Yesus kepada dua kelompok ini?
KELOMPOK BANYAK → jangan tamak
Pengajaran Yesus menyedot banyak orang datang berdesak-desakan (ay. 1). Tiba-tiba muncul satu orang mewakili mereka berkata kepada Yesus, “Guru, katakanlah kepada saudaraku supaya ia berbagi warisan dengan aku.” (ay. 13)
Sangat menyedihkan, ternyata orang ini bertujuan memanfaatkan kemampuan dan popularitas Yesus untuk masalah harta dan warisan.
Apa respons Yesus? Dengan tegas Ia mengatakan, “Saudara, siapakah yang telah mengangkat Aku menjadi hakim atau pengantara (divider = pembagi) atas kamu?....Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu.” (ay. 15)
Terlihat jelas ada ketidakberesan dalam hubungan persaudaraan sebab orang itu memperalat Yesus untuk menyelesaikan masalah warisan tetapi di balik itu dia bertujuan melegalisasi perilaku tamaknya. Jelas orang ini tamak/serakah karena ingin menyerobot warisan saudaranya padahal dia telah mendengarkan ajaran Yesus tentang ragi kemunafikan. Berarti orang ini tetap membawa ragi kemunafikan dalam hati hanya namanya berganti menjadi ragi ketamakan/keserakahan – mengingini sesuatu lebih banyak dan lebih banyak lagi.
Introspeksi: apa yang ada di benak kita saat mendengarkan Firman Tuhan? Apakah fokus dengan pemberitaan Firman yang menyinggung soal kenajisan atau justru malah muncul pikiran najis dan jahat saat itu? Apakah datang mengikuti ibadah, KKR bahkan melayani hanya untuk memanfaatkan Yesus dalam menutupi keserakahan kita?
Yesus tahu persis maksud pertanyaan dari orang tersebut kemudian memberikan perumpamaan tentang kondisi orang tamak yaitu seperti orang kaya yang bodoh (ay. 17-20). Melalui perumpamaan ini Yesus mengingatkan semua orang yang mendengarkan-Nya bahwa ketamakan tidak dapat diselesaikan dengan cara menimbun apa pun sebab tidak akan pernah menghasilkan kepuasan. Perhatikan, Yesus tidak anti orang menjadi kaya bahkan mendorong kita bekerja keras supaya ada hasil yang melimpah (ay. 16) tetapi Ia tidak suka sifat tamak/serakah. Bagaimana menyelesaikan masalah tamak? Vaksin/obat dari ketamakan ialah belajar mensyukuri apa yang ada dan budayakan terima kasih serta rasa puas atas apa yang kita miliki.
Aplikasi: hendaknya kita memperbanyak syukur dan belajar berterima kasih dimulai dari hal-hal kecil di rumah – berterima kasih kepada suami yang bekerja menghidupi keluarga, berterima kasih kepada istri yang mengelola pekerjaan rumah tangga, anak berterima kasih kepada orang tua yang telah membesarkan dan mendidik mereka dst. Terlebih di masa pandemi ini, kita dididik untuk bersyukur dengan apa pun yang ada walau dalam keterbatasan. Ingat, keserakahan timbul oleh sebab kita tidak tahu berterima kasih.
Kalau begitu apa kriteria ‘orang kaya’ di hadapan Yesus? Orang yang memiliki filosofi kekal dalam hidupnya. Yesus menegur orang itu karena memiliki filosofi kehidupan salah. Dia hanya memikirkan apa yang harus diperbuat untuk menimbun kekayaan lalu bersenang-senang dengan jiwanya. Dia begitu egosentris karena semua berpusat pada “aku” (15 kali diucapkan dalam ayat 17-19). Dia tidak pernah memikirkan kematian dapat menjemputnya kapan pun. Dengan kata lain, dia juga harus memikirkan filosofi kematian.
Kita harus memiliki filosofi kehidupan maupun filosofi kematian. Misal: selama masih hidup apa yang harus kita perbuat dan kalau mati kita sudah meninggalkan apa untuk orang lain.
Sekali lagi jangan kita berprasangka buruk terhadap Tuhan dengan anggapan Ia tidak suka kita sukses dan kaya. Ia mencintai orang yang berhasil karena kerja keras dan mengelola keuangan dengan baik. Di Injil Lukas saja disebutkan orang-orang kaya dan berkedudukan seperti: (pejabat) Teofilus yang mulia (Luk. 1:1); pemungut cukai dan para prajurit mendapat perhatian khusus dari Yohanes Pembaptis (Luk. 3:12-14); dari tiga pencobaan yang dialami Yesus, dua pencobaan berkaitan dengan penghidupan dan kekayaan (Luk. 4:3-7); Lewi pemungut cukai mengikut Yesus (Luk. 5:27-28); perwira yang mendapat perhatian Yesus (Luk. 7:1-10); Yohana bendahara Herodes yang ditolong Yesus (Luk.8:3) dst.
Kita harus memperbaiki cara pandang kita terhadap Tuhan. Justru karena Ia mengasihi orang kaya maka Ia menegur mereka. Apa obat penghilang sifat tamak? Berbagi dan tidak berpusat pada diri sendiri! Sebenarnya tanpa disadari kita sudah berbagi, misal: gaji kita dipotong untuk pajak, membayar persepuluhan dll. tetapi orang ini ngemplang dan menumpuk semua kekayaan untuk diri sendiri.
Ada dua kalimat yang tidak enak didengar untuk penimbun kekayaan bagi diri sendiri, yakni:
- “bodoh” karena tamak dan tidak pernah memikirkan orang lain.
- “jika jiwamu diambil malam ini, untuk siapakah nanti apa (harta) yang telah kausediakan” → apa yang ada padanya bukan milik dia sepenuhnya tetapi titipan dari Tuhan untuk juga dibagikan kepada orang lain. Tanpa sadar, kita adalah salah satu duta kemanusiaan yang diutus Dia. Dapat dibayangkan sudah banting tulang menimbun harta tetapi nantinya semua harta itu ‘secara paksa’ dibagikan kepada orang lain karena pemiliknya sudah mati!
Orang kaya tersebut mempunyai filosofi salah, dia mengira tumpukan kekayaannya dapat memperpanjang kehidupannya padahal tidak ada korelasi antara banyaknya tumpukan kekayaan dengan perpanjangan umur. Harus diakui, memiliki banyak kekayaan dapat mempermudah banyak hal tetapi tak jarang pula justru kebanyakan harta malah mempersulit kehidupan.
Yesus sengaja menggunakan kata “jiwa (psuche = soul)” bukan napas sebab setelah kematian masih ada pertanggungjawaban ketika Ia datang kembali. Adapun kriteria pertanggungjawabannya tidak rumit seperti diungkapkan di Matius 25:14-15 tentang tuan yang memercayakan hartanya kepada hamba-hambanya. Yang seorang 5 talenta, seorang lagi 2 talenta dan seorang lainnya 1 talenta menurut kesanggupannya masing-masing. Mereka akan dituntut pertanggungjawaban bukan berdasarkan banyaknya jumlah yang dimiliki/dihasilkan tetapi seberapa banyak yang diterimanya juga seberapa besar dampaknya bagi orang lain. Yang menerima banyak bertanggung jawab dengan proporsi banyak pula (5 menjadi 10 talenta, 2 menjadi 4 talenta dst.). Jadi kalau kita menerima titipan harta banyak dari Tuhan tetapi semua hanya berdampak bagi diri sendiri, kita harus siap-siap mempertanggungjawabkannya di pengadilan nanti.
Aplikasi: Tuhan ingin dengan umur kita yang masih ada, kita menikmati apa yang kita miliki dengan bahagia juga membahagiakan orang lain (suami, istri, anak, falimi dll.) karena semua ini ada hubungannya dengan hidup kita setelah kematian.
KELOMPOK SEDERHANA: MURID-MURID YESUS (ay. 22-34) → jangan khawatir
Jika kolompok pertama (orang banyak) bingung karena banyaknya harta, kelompok murid yang sederhana berpotensi bingung menghadapi masalah makan-minum-pakai karena Petrus dan kawan-kawan sudah meninggalkan pekerjaan, keluarga dll. untuk menjadi murid Yesus (Luk. 18:28-30).
Apa nasihat Yesus kepada para murid-Nya? “Karena itu Aku berkata kepadamu: Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai sebab hidup itu lebih penting dari pada makanan dan tubuh itu lebih penting dari pada pakaian.” (ay. 22-23)
Ayat-ayat di atas ini membawa kita pada sikap bagaimana kita memberikan penilaian pada diri sendiri; maksudnya: kita sendiri, bukan orang lain, yang menentukan nilai kehidupan.
Terhadap para murid-Nya, Yesus mengatakan kehidupan yang kaya di hadapan Allah haruslah memiliki penilaian kekal tentang hidupnya.
Yesus mengingatkan mereka supaya tidak khawatir walau belum memiliki banyak yang penting sebab mereka sudah memiliki yang terpenting. Ia ingin menegaskan bahwa bagi Allah tidak ada pengaruh perbedaan nilai terhadap orang kaya dengan orang sederhana seperti kondisi murid-murid Yesus (hamba Tuhan). Dengan kata lain, di hadapan Tuhan mereka (juga kita) adalah orang-orang yang bernilai kekal dan tidak sebanding dengan makanan, minuman maupun pakaian.
Memang jaminan penghidupan dari Tuhan tergolong tidak mudah dipahami; itu sebabnya Yesus memberikan perumpamaan tentang burung gagak yang tidak menabur dan tidak menuai tetapi diberi makan oleh Allah. Tahukah keunikan dari burung gagak? Burung ini omnivora (pemakan segala) dan ukuran otaknya lebih besar dibandingkan tubuhnya. Ini menjadikan kualitas kecerdasannya sangat mengagumkan. Dia sangat pandai menggunakan sumber daya di sekitarnya dalam memperoleh makanan. Misal: burung ini menjangkau makanan di lubang menggunakan ranting kering.
Aplikasi: Tuhan tahu kita membutuhkan sandang pangan dan semua sudah disediakan-Nya di permukaan bumi ini. Masalahnya, jaminan pemeliharaan kehidupan tidak datang sendiri di hadapan kita tetapi kita harus ada usaha keras untuk mendapatkannya. Jangan berpangku tangan dan menangisi nasib kurang/tidak beruntung tetapi bangkitlah dan berusaha lebih keras! Usaha dan kerja keras inilah yang akan diberkati Tuhan.
Sayang, ada orang-orang Kristen yang bingung menjalani hidup oleh sebab kurang tepat memaknai ayat 31 yang mengatakan, “Tetapi carilah Kerajaan-Nya maka semuanya akan ditambahkan juga kepadamu.” Mereka merasa janji Firman Tuhan tidak sesuai dengan fakta di lapangan. Mereka sudah rajin ke gereja tetapi tetap hidup berkekurangan sementara orang di luar Tuhan malah kaya raya. Ingat, makanan dan uang tidak turun langsung dari langit tetapi berkat umum diterima oleh siapa saja yang mau kerja keras dan cerdas untuk menemukannya. Jangan lagi berpikiran ikut Tuhan pasti kaya sebab banyak orang yang tidak mengenal Tuhan hidup bergelimang dengan kekayaan! Bedanya, kita memiliki jaminan keselamatan/hidup kekal.
Selain memberi perumpamaan tentang burung gagak, Yesus juga menyebut bunga bakung yang lebih megah daripada kemegahan Salomo; maksudnya para murid memiliki yang termulia dari yang mulia.
Kita sekarang tahu tipe kehidupan yang kaya di hadapan Allah – tidak diukur dari kekayaan materi – tetapi memiliki filosofi kekal serta penilaian kekal dalam hidupnya. Untuk itu kita tidak boleh tamak dengan terus mengejar kekayaan untuk diri sendiri tetapi suka berbagi dengan orang lain yang membutuhkan. Kita belajar bersyukur dalam kondisi apa pun dan tidak perlu khawatir karena kita memiliki yang terpenting dan termulia itulah keselamatan/hidup kekal untuk kelak tinggal bersama Mempelai Pria Surga di Yerusalem baru selamanya. Amin.