Shalom,
Kita patut mengandalkan Tuhan yang tidak pernah ingkar janji sebab janji manusia sering mengecewakan. Janji-Nya bukan hanya untuk masa kita hidup di dunia ini tetapi juga menyangkut hidup kekal. Untuk itu apa pun bentuk ibadah yang kita ikuti saat ini oleh karena pandemi, percayalah bahwa Tuhan senantiasa ada dan siap menolong serta Firman- Nya membuat kita kuat dan makin dekat kepada-Nya.
Hendaknya kita tetap memercayai Firman Tuhan yang kita dengar untuk dihayati walau Injil Lukas ditulis ribuan tahun lalu (60 M). Kali ini Firman-Nya bertemakan “Praktik Firman Allah yang berintegritas”.
Apa arti dari kata ‘integritas’?
Jujur, lurus, tidak neko-neko, kepaduan, kesatuan, keharmonian, keutuhan, keterbukaan, tidak ada yang disembunyikan, apa adanya.
Jadi Firman Allah tidak hanya untuk didengar tetapi harus dipraktikkan dengan jujur dan apa adanya dalam keseharian hidup. Yakobus, saudara Yesus, mengingatkan supaya kita menjadi pelaku Firman bukan hanya pendengar saja sebab jika tidak, kita menipu diri sendiri (Yak. 1:22).
Injil Lukas 11:37-40 mengisahkan bagaimana orang Farisi yang mengundang Yesus makan di rumahnya menjadi sangat kaget melihat Yesus langsung duduk makan tanpa mencuci tangan terlebih dahulu. Ini sama dengan melanggar adat istiadat yang telah dipegang turun temurun berkaitan dengan cuci tangan sebelum makan. Tindakan ‘cuci tangan dan kaki’ menjadi tradisi orang Yahudi yang telah dilakukan oleh nenek moyang mereka, bangsa Israel, ketika mengembara di padang gurun selama 40 tahun menuju Kanaan. Bayangkan kondisi jalan di padang gurun yang masih natural, liar dan berdebu! Tentu tidak sehat kalau langsung makan tanpa membersihkan badan terlebih dahulu terutama tangan dan kaki yang kotor penuh debu. Itu sebabnya Musa mengatur perihal cuci tangan sebelum makan minum dan ini masih berlaku di zaman Yesus. Tradisi ‘cuci tangan’ ini oleh orang-orang Farisi dijadikan peraturan yang tidak boleh dilanggar. Memang si tuan rumah, orang Farisi ini tidak menegur Yesus secara langsung tetapi dari mimik wajahnya yang berubah membuat Yesus merespons, “Kamu orang-orang Farisi, kamu membersihkan bagian luar dari cawan dan pinggan tetapi bagian dalammu penuh rampasan dan kejahatan. Hai orang-orang bodoh, bukankah Dia yang menjadikan bagian luar, Dia juga yang menjadikan bagian dalam?” (ay. 39-40) Jawaban Yesus menyiratkan perbuatan yang harus dilakukan secara menyeluruh bukan separuh-separuh. Dengan kata lain, ini menunjukkan praktik Firman Allah yang terintegrasi – tidak setengah-setengah melakukan Firman Allah.
Aplikasi: kita tidak boleh merespons Firman Tuhan setengah-setengah – hanya serius mendengarkan Firman di gereja tetapi setelah keluar dari gereja kita lupa karena sibuk memikirkan masalah.
Orang Farisi ini pasti mendengarkan Yesus mengajar tentang terang (ay. 33-36) lalu mengundang-Nya makan di rumahnya seusai Yesus mengajar (ay. 37). Dia tentu menilai pengajaran Yesus baik dan cocok tetapi sayang dia lebih mengutamakan adat istiadat ketimbang Firman dan menganggap Yesus melanggar adat nenek moyang.
Yesus mengenal hati setiap orang; itu sebabnya Ia mengecam keras bahkan mengatakan “celaka” (tiga kali) kepada orang-orang Farisi yang lebih mementingkan peraturan Taurat bersifat lahiriah. Mereka tidak mau mempelajari lebih dalam hingga mengena hati (batiniah) mereka. Apa yang telah dilakukan oleh mereka? Mereka membayar persepuluhan tetapi mengabaikan keadilan dan kasih Allah, mereka suka menerima penghormatan, mereka seperti kubur tidak memakai tanda sehingga orang-orang yang berjalan di atasnya tidak mengetahuinya (ay. 42-44). Di kesempatan lain, Yesus membandingkan sikap orang Farisi dan pemungut cukai kemudian mengatakan bahwa sikap orang Farisi tidak dibenarkan oleh Allah karena sombong/tinggi hati (Luk. 18:10-14).
Aplikasi: kebaktian/ibadah dengan liturgi yang tertib memang penting tetapi kehadiran Tuhan dalam Firman-Nya jauh lebih penting karena dapat menolong kita.
Mendengar kecaman Yesus terhadap orang-orang Farisi, ahli Taurat ikut tersinggung dan berkata, “Guru, dengan berkata demikian, Engkau menghina kami juga.” (ay. 45)
Apakah hati Yesus melunak mendengar perkataan ahli Taurat tersebut? Ia juga mengecam dan mengatakan “celaka” hingga tiga kali kepada mereka. Apa yang telah dilakukan mereka? Mereka meletakkan beban-beban kepada orang tetapi mereka sendiri tidak menyentuh beban itu, mereka membenarkan perbuatan perbuatan nenek moyang mereka yang telah membunuh nabi-nabi dan membangun makam bagi mereka, mereka mengambil kunci pengetahuan dan menghalang-halangi orang yang mau masuk ke dalam sementara mereka sendiri tidak dapat masuk (ay. 46-52).
Mengapa Yesus marah kepada orang Farisi (kelompok yang punya pengaruh) dan ahli Taurat (ahli dalam hukum Taurat)? Karena mereka lebih mementingkan tindakan-tindakan lahiriah yang dilihat orang untuk mencari kehormatan agar dianggap hebat dan benar.
Introspeksi: apa motivasi kita mempelajari Firman Tuhan? Apakah makin mengetahui banyak Firman makin kita merasa benar sendiri? Beribadahlah dengan tulus, apa adanya dan lepaskan semua atribut (pendeta, diaken, imam-imam) yang kita kenakan. Buka hati dan undang Yesus masuk serta siap dikoreksi Firman Allah! Jangan beribadah hanya untuk show supaya dikagumi karena penampilannya bagus dan teratur yang akhirnya mengarah pada pemberhalaan!
Bagaimana respons orang Farisi dan ahli Taurat terhadap teguran Yesus? Yesus menyebut dua kelompok ini munafik (tidak polos, tidak apa adanya) sebab melakukan Taurat tetapi tidak berintegritas/menyatu dengan Sang Firman (Mat. 23:13). Setelah Yesus meninggalkan tempat itu, mereka terus menerus mengintai dan berusaha memancing-Nya supaya mereka dapat menangkap-Nya berdasarkan apa yang diucapkan-Nya (Luk. 11:53-54). Jelas sifat mereka yang tidak berintegritas dengan Yesus – Sang Firman – sebab selalu mencari kesalahan-kesalahan dari-Nya.
Waspada terhadap sekolah teologi yang mendiskreditkan kebenaran Firman dan mencari kekurangan/kelemahan Firman yang tidak sesuai dengan pikirannya yang telah dinodai dosa. Juga dengan (renungan) ‘Firman’ yang disampaikan di seminar atau dikirim via medsos, jangan langsung ‘menelan mentah-mentah’ atau terpancing dengan berita yang tidak diketahui dengan pasti kebenarannya! Beda dengan Yesus yang dapat membungkam setiap pancingan yang dilontarkan oleh orang Farisi dan ahli Taurat sebab Ia menyampaikan Firman yang berintegritas. Ingat, Alkitab adalah Firman sempurna yang datang dari Allah yang mahatinggi.
Melihat kecaman Yesus terhadap orang Farisi dan ahli Taurat, apakah ini berarti Yesus membenci mereka? Justru teguran-Nya merupakan bukti kasih-Nya untuk menolong mereka berubah. Contoh:
- Nikodemus, orang Farisi, adalah pemimpin agama Yahudi yang datang kepada Yesus malam hari dan mengakui- Nya sebagai Guru yang diutus Allah (Yoh. 3:1-2). Dia tidak setuju Yesus dihakimi tanpa bukti-bukti yang lengkap (Yoh. 7:50-51). Dia membawa campuran minyak mur dan bersama Yusuf dari Arimatea mengambil mayat Yesus, mengapaninya dengan kain lenan dan membubuhi rempah-rempah lalu menguburkan-Nya (Yoh. 19:38-41). Nikodemus, orang Farisi ini tidak tersinggung ketika dikoreksi oleh Yesus agar dilahirkan kembali dari air dan Roh untuk dapat melihat Kerajaan Allah (Yoh. 3:3-5). Jujur, sering pengetahuan agama kita hanya sebatas lahiriah dan tidak mau mempelajari lebih jauh tetapi Nikodemus bersedia diubah pola pikirnya.
- Gamaliel, guru dari Paulus (Kis. 22:3), adalah orang Farisi dalam Mahkamah Agama sekaligus ahli Taurat yang sangat dihormati (Kis. 5:34). Oleh sebab perkataannya, Petrus dan kawan-kawannya tidak jadi dihukum (ay. 35- 40).
- Dokter Lukas yang menulis Injil Lukas ini adalah rekan sepelayanan Rasul Paulus dan tidak meninggalkan Paulus saat dipenjara (2 4:11). Siapa Rasul Paulus? Dia orang Farisi sekaligus ahli Taurat (Flp. 3:4-6) yang bertobat setelah berjumpa dengan Yesus (Kis. 9:3-5,18-20).
Dia berseru di hadapan imam-imam kepala dan seluruh Mahkamah Agama (sebagian dari mereka adalah golongan Saduki yang tidak percaya adanya kebangkitan; sebagian lainnya golongan orang Farisi) bahwa dia orang Farisi, keturunan orang Farisi dan sedang menantikan kebangkitan orang mati. Terjadilah keributan besar di antara orang-orang Farisi dan orang-orang Saduki (Kis. 23:6-10).
Setelah bertobat Paulus berubah total, apa yang dahulu merupakan keuntungan baginya sekarang dianggapnya rugi karena Kristus (Flp. 3:7-8). Dia juga mengakui betapa kejam serta jahatnya dia ketika berpegang pada hukum Taurat (1 Tim. 1:13).
Introspeksi: sudahkah kita mengenal Yesus? Jika kita mengenal Dia, sifat munafik akan sirna. Kita beribadah tidak lagi mencari-cari kesalahan orang lain tetapi tutur kata dan perilaku kita menyatu dengan Firman Allah tidak hanya di dalam gereja tetapi di mana pun kita berada (di rumah, di sekolah, di kantor dst.).
Perkataan apa yang keluar dari mulut Rasul Paulus setelah bertobat? Ia memutuskan berbicara tentang Yesus Kristus yang disalib. Dia tidak lagi menggunakan kepandaiannya sendiri tetapi pada kekuatan Roh supaya iman kita tidak bergantung pada hikmat manusia tetapi pada kekuatan Allah (1 Kor. 2:1-5). Kekuatan Allah tidak sekadar mukjizat-mukjizat spektakuler tetapi kekuatan Allah yang sesungguhnya ialah salib kristus.
Perhatikan, orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat yang tidak mau menerima teguran Yesus, hati mereka penuh dengan kebencian dan berusaha membunuh Yesus. Mereka merasa agama mereka paling benar dan tidak mau mencari kebenaran dari Allah yang mampu mengubah hati. Walau Pilatus tidak menemukan kesalahan apa pun pada Yesus (Luk. 23:4,14,22), mereka berteriak menuntut Yesus disalib dan suara mereka menang (ay. 23).
Apa yang kita benci atau cintai? Kalau memilih agama, suatu waktu kita menyenangi dan memercayainya tetapi di lain waktu kita dapat membenci dan menyangkalnya tetapi Yesus – Sang Firman yang menjadi manusia – tetap mencintai manusia walau berdosa dan berusaha menyelamatkannya melalui pertobatan dan keubahan hidup.
Marilah kita menjadi pelaku Firman Allah yang berintegritas oleh sebab keubahan hidup yang dikerjakan oleh kekuatan salib Kristus sehingga orang lain dapat mengenal Tuhan melalui terang yang ada dalam hidup kita. Amin.