• Mengikut Yesus dengan Konsekuensinya
  • Lukas 9:51-62
  • Lemah Putro
  • 2021-08-01
  • Pdt. Paulus Budiono
  • https://www.gkga-sby.org/mobile/index.php/ibadah-umum/933-mengikut-yesus-dengan-konsekuensinya
  • Video Ibadah: KLIK DISINI

Shalom,

Kita layak bersyukur kepada Bapa Surgawi yang telah menganugerahkan Putra tunggal-Nya, Yesus, mati untuk menyelamatkan kita dari hukuman kekal. Kini kita sedang disucikan oleh Firman-Nya serta menantikan kesempurnaan yang dijanjikan-Nya.

Kita telah mempelajari bahwa mengikut Yesus harus ditandai dengan kerendahan hati. Namun kenyataannya, tidak seorang pun berani mengaku dirinya rendah hati kecuali satu Pribadi itulah Yesus yang memiliki sifat rendah hati dan lemah lembut (Mat. 11:29). Sebelum berjumpa dengan-Nya yang akan datang kembali, hendaknya kita rindu mengikut Dia bukan hanya dengan kerendahan hati tetapi juga mengetahui konsekuensi yang harus ditanggung.

Mari kita mempelajari lebih lanjut konsekuensi apa yang perlu kita ketahui dalam mengikut Yesus seperti tertulis di Lukas 9:51-62. Saat Yesus dalam perjalanan, ada orang ingin mengikut Dia ke mana pun Ia pergi. Yesus menjawab bahwa serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang tetapi Anak manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya. Apa jawab orang itu? Yesus masih memberi kesempatan dan dengan sabar mengajak dua orang lainnya untuk mengikut Dia. Namun apa pula respons mereka?

  • Orang pertama tidak merespons jawaban Yesus.
  • Orang kedua meminta izin pergi dahulu menguburkan bapanya.
  • Orang ketiga akan mengikut Tuhan tetapi minta izin pamitan dahulu dengan keluarganya.

Kita mungkin juga memberikan alasan serupa atau memiliki alasan sendiri ketika diminta untuk mengikut Yesus dan ini menghambat bahkan memperlambat pengikutan kita kepada-Nya.

Ketika hampir genap waktunya Yesus diangkat ke Surga, Ia mengarahkan pandangan-Nya untuk pergi ke Yerusalem (Luk. 9:51). Ia mengutus beberapa murid mendahui Dia menuju desa orang Samaria untuk mempersiapkan segala sesuatu bagi-Nya. Apa respons orang-orang Sama ria terhadap kedatangan Yesus? Mereka tidak mau menerima Dia sebab mereka tidak bergaul dengan orang Yahudi (bnd. Yoh. 4:9). Mendengar penolakan mereka, Yakobus dan Yohanes menjadi emosional dan ingin menurunkan api dari langit untuk membinasakan orang-orang Samaria ini. Namun Yesus menghardik mereka dan mengatakan mereka tidak mengetahui roh macam apa mereka ini sebab Anak Manusia datang bukan untuk menghancurkan hidup manusia tetapi untuk menyelamatkan mereka (You do not know what manner of spirit you are of for the Son of man did not come to destroy men’s lives but to save them; ay. 55-56). Yakobus dan Yohanes telah mengikut Yesus tetapi pandangan mereka salah dan hati mereka belum disucikan. Mereka ingin Guru mereka dihormati dan disanjung karena perbuatan- perbuatan besar yang dilakukan-Nya. Mereka juga ingin mengulang secara fisik apa yang pernah dilakukan oleh Elia (Perjanjian Lama) yang menurunkan api dari langit untuk membakar habis seorang perwira dan 50 anak buahnya utusan dari Raja Ahazia (2 Raja. 1:9-12).

Introspeksi: bukankah sering terjadi hamba Tuhan mengharapkan penyambutan yang baik dan pemberian fasilitas yang lengkap ketika terjun dalam suatu pelayanan? Bagaimana reaksinya bila kedatangan mereka ditolak atau mengeluarkan uang dari kantong sendiri? Juga bagaimana pandangan dan pikiran kita dalam mengikut Yesus? Apakah kita lebih fokus pada kuasa mukjizat daripada Si Pembuat mukjizat? Atau menyanjung seorang Hamba Tuhan karena kehebatan karunianya? Rasul Paulus mengingatkan bahwa ia dan Apolos sama-sama pelayan Tuhan hanya beda tugas, yang satu menanam yang lain menyiram tetapi Allah yang memberi pertumbuhan (1 Kor. 3: 5-6).

Yesus tidak sakit hati ketika kedatangan-Nya ditolak oleh orang-orang Samaria. Ia dan murid- murid-Nya pergi ke desa lain. Sebenarnya Yesus rindu menyelamatkan manusia (kehidupan pribadi, nikah dan keluarga) betapapun jahat dan kotornya dia, contoh: perempuan berzina diampuni dosanya, Zakheus pemungut cukai yang serakah diselamatkan oleh-Nya dst. Ingat, tidak ada seorang pun baik di luar Tuhan; bahkan usaha perdamaian dan penyatuan yang dilakukan oleh PBB tidak akan pernah terwujud jika tidak ada Yesus di dalamnya.

Aplikasi: kita tidak boleh kecewa ketika penginjilan dan pelayanan kita mengalami penolakan kemudian berpikir ini bukan kehendak Tuhan. Rasul Paulus dan Silas pernah mengalami hal serupa, Roh Kudus mencegah mereka memberitakan Injil di Asia. Mereka juga mencoba masuk ke daerah Bitinia tetapi Roh Yesus tidak mengizinkan mereka (Kis. 16:6-7). Terbukti Allah mengendalikan semua rancangan dan rencana kita.

Perhatikan, setiap apa yang kita katakan, pikirkan dan perbuat pasti ada konsekuensi/akibat yang harus dipertanggungjawabkan. Contoh: Allah Tritunggal menciptakan alam semesta dan isinya termasuk manusia pertama dengan sangat baik (Kej. 1:31). Namun ketika Adam-Hawa lebih memercayai perkataan ular alias melawan perintah Allah, mereka jatuh ke dalam dosa. Konsekuensinya, semua berubah menjadi tidak baik – mereka diusir dari Taman Eden dan mulailah menjalani hidup dengan susah payah (Kej. 3:16-19,24). Sebaliknya, semua yang tidak baik akan menjadi baik jika kembali menaati apa kata Firman Tuhan.

Mendengar alasan mereka, Yesus menegaskan konsekuensi yang harus dihadapi oleh setiap orang (tidak hanya tiga orang itu) dalam mengikut Dia, yakni:

  • “Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya” → persoalan sandang pangan → Meja Roti Sajian

Orang pertama mengatakan bahwa dia mau ikut Yesus ke mana saja Ia pergi – ke gunung, ke lembah, mengarungi danau, di rumah dll. Apakah Yesus memuji dia karena kesanggupannya pergi ke mana pun? Ternyata jawaban Yesus membuatnya terdiam. Tahukah kegiatan yang dilakukan Yesus? Pernah karena kesibukan-Nya menyembuhkan orang sakit dan mengusir setan, Yesus dan para murid-Nya tidak sempat makan dan ingin beristirahat ke tempat sunyi (Mrk. 6:31).

Aplikasi: mengikut Tuhan ada konsekuensi dengan persoalan sandang, pangan dan papan tetapi kita tidak perlu khawatir karena Bapa Surgawi mengetahui kebutuhan kita (Mat. 6:31-33).

Kesaksian Pembicara: di awal pelayanan (1969), Pembicara beserta istri dan putra sulung beliau meninggalkan zona nyaman di Surabaya karena terpanggil melayani di Sorong. Mereka naik kapal barang dan tidur beralaskan terpal di dek berminggu-minggu lamanya. Mereka mengalami masa-masa sulit di tempat baru tetapi Tuhan tetap memelihara mereka.

  • “Biarlah orang mati menguburkan orang mati tetapi engkau pergilah dan beritakanlah Kerajaan Allah di mana-mana.” → Kandil Emas

Dalam mengikut Yesus kita harus berani menanggung konsekuensi menerobosi adat istiadat (misal: upacara memperingati 40 hari, 100 hari kematian dst.) dalam mengabarkan Injil Kerajaan Allah. Kita harus bersaksi memberitakan Firman Tuhan yang hidup dan berkuasa menghidupkan serta menjanjikan keselamatan kekal.

Kesaksian Pembicara: Pembicara yang melayani di Sorong mendapat berita kalau sang ayah meninggal di Surabaya. Beliau tidak dapat pulang ke Surabaya dan saudaranya marah karena menganggap beliau tidak menghormati orang tua. Bahkan ketika ibunya meninggal, beliau juga tidak pulang ke Surabaya. Sanak saudara ramai menjelek- jelekkannya sebagai anak yang tidak tahu hormat dan berterima kasih kepada orang tua. Tahukah seorang imam Lewi memiliki ciri khas ’tidak mengenal orang tua dan keluarga’ (Ul. 33:8-11) maksudnya mereka melayani bukan dengan emosi/perasaan tetapi oleh karena kurban Kristus.

  • “Setiap orang yang siap untuk membajak tetapi menoleh ke belakang tidak layak untuk Kerajaan Allah.” → Mazbah Pembakaran Ukupan

Orang ketiga ini mau mengikut Yesus tetapi minta izin pamitan kepada keluarganya. Dengan kata lain, hubungan kekeluargaannya lebih kuat ketimbang masuk dalam Kerajaan Allah.

Apa yang dilakukan oleh Rasul Paulus agar dapat masuk dalam Kerajaan Allah? Ia melatih tubuh dan menguasai seluruhnya agar sesudah memberitakan Injil kepada orang lain jangan dia sendiri ditolak (1 Kor. 9:27). Dia juga melupakan apa yang telah di belakangnya dan menyerahkan diri kepada apa yang di hadapannya serta berlari-lari kepada tujuan untuk beroleh hadiah yaitu panggilan Surgawi dari Allah dalam Kristus Yesus (Flp. 3:13- 14).

Aplikasi: dalam mengikut Yesus, kita tidak boleh menoleh pada keberhasilan di masa lalu tetapi fokus pada pekerjaan pelayanan yang baru. Dan jangan lupa dalam membuka ladang pelayanan baru, kita harus berdoa memohon perkenanan Tuhan di tempat itu.

Kesaksian Pembicara: pada tahun 1990 beliau meninggalkan Sorong untuk pelayanan baru di Medan padahal beliau sudah mantap akan menetap seumur hidup di Sorong sambil menikmati keberhasilan setelah 21 tahun pelayanan di sana. Beliau sempat bertanya kepada Tuhan mengapa harus pindah ke tempat baru dan memulai pelayanan lagi dari awal. Tuhan mengingatkan ayat ini bahwa dalam melayani Dia beliau tidak boleh menoleh ke belakang melihat keberhasilan yang telah diraih sebab tindakan semacam ini sering membuat hilangnya visi dan misi tentang Injil salib Kristus yang mengakibatkan kegagalan dalam pelayanan. Jangan bekerja berdasarkan pengalaman dan keberhasilan masa lalu dalam membuka ladang pelayanan baru tetapi berdoalah dahulu di dalam Nama-Nya dan bukalah tanah baru sampai Ia datang yang akan menghujani kita dengan keadilan (Hos. 10:12).

Waspada, jangan Hamba Tuhan kehilangan visi dan misi panggilannya oleh sebab bangga dengan keberhasilan dalam pelayanan dan menikmati pujian yang diterima sehingga mem buatnya lupa akan kemurahan Tuhan.

Sekarang kita mengerti bahwa dalam mengikut Tuhan kita perlu mengetahui konsekuensi yang dihadapi yaitu kita tidak boleh khawatir akan sandang-pangan-papan sebab Ia yang memanggil kita memelihara hidup kita; kita mengabarkan Injil salib Kristus ke segala tempat dengan risiko “menabrak” adat istiadat serta melayani Dia dengan fokus mengarahkan pandangan ke depan hingga tercapai tujuan akhir itulah Yerusalem baru di mana kita akan tinggal bersama-Nya selamanya. Amin.