Yesus Pembuka Jalan Menuju Kesempurnaan

Minggu, Lemah Putro, 26 November, 2017

Pdm. Janche Soehatan

Shalom,

Pernahkan Anda kesasar? Bagaimana perasaan Anda saat tersesat? Pasti panik karena merasa asing dengan tempat di sekitarnya. Sebab tidak dapat memperkirakan kapan tiba di tempat tujuan, Anda lalu bertindak lebih cepat (ngebut dengan segala risikonya) agar tidak terlambat dengan jadwal atau janji yang sudah ditetapkan. Berbeda bila Anda sudah tahu pasti tempat tujuan dan jalan yang dilalui, Anda dengan tenang dapat memperkirakan durasi ke tempat tersebut dan tepat sasaran. Dapatkah dibayangkan bila Anda tersesat dalam mengiring Tuhan? Orang yang tersesat rohani tampak lebih ‘agresif’ dan ‘overacting’, membuat banyak orang memerhatikan dan terkesan olehnya bahkan tak menutup kemungkinan terpengaruh dengan sikap yang kelihatan spektakuler kemudian mengikutinya.

Masih ingatkah kita akan ‘jalan Tuhan’ dalam Tabernakel yang Allah perintahkan kepada Musa untuk didirikan oleh bangsa Israel? Kita membahas lebih jauh tentang Tabernakel untuk menyegarkan ingatan kita kembali. Tabernakel melambangkan Kerajaan Surga di mana kita akan menuju ke tempat itu, dimulai dari:

  • Pintu gerbang → Yesus adalah pintu (Yoh. 10:9).
  • Mazbah Kurban Bakaran → Yesus menjadi kurban untuk mengampuni segala dosa manusia (Ibr. 9:26).
  • Bejana Pembasuhan → Yesus sebagai Pembaru kehidupan manusia yang bertobat.

Kasih karunia berlaku bagi orang yang masuk melalui Pintu keselamatan. Yesus memberi iman kepadanya untuk mendekat kepada Mazbah Kurban Bakaran sebagai tindakan awal berdamai dengan Tuhan – bertobat dan memohon ampun kepada-Nya.

Orang yang beroleh pengampunan memiliki kerinduan akan hati nurani yang baik, bukan lagi ‘berjalan’ dengan naluri. Untuk mempunyai hati nurani baik, dia mengambil keputusan memiliki hidup baru melalui baptisan air. Saat dibaptis, dia percaya turut mati bersama Kristus dan bangkit bersama-Nya.

  • Pintu Kemah → Yesus sebagai Pembaptis dengan Roh.

Orang yang memiliki hati nurani baik tidak ada kendala untuk menerima Roh Kudus di dalam hidupnya. Roh Kudus menolong berdoa untuknya kepada Allah dengan keluhan-keluhan tak terucapkan (Rm. 8:26). Dampaknya, semakin nyata dia mempunyai kerinduan untuk melayani Tuhan.

Secara bertahap proses ini menjadi pengalaman pribadi kita semua sehingga pendekatan kita kepada Tuhan makin bagus dan Tuhan akan memakai kehidupan kita sebagaimana dijabarkan dalam perabot yang terdapat di Tempat Kudus, seperti:

  • Kandil Emas

Kita menjadi saksi Tuhan kepada mereka yang belum/tidak mengenal Tuhan Yesus. Roh Kudus yang memenuhi kita berperan menganugerahkan penguasaan diri (bnd. 2 Ptr. 1:6) sebagai salah satu hasil dari buah Roh Kudus (Gal. 5:23).

Perhatikan, Tuhan memakai orang yang mampu menguasai diri untuk menjadi saksi-Nya. Jika tidak, tindakannya akan memalukan orang itu sendiri juga memalukan Tuhan yang mengutusnya. Sikap penguasaan diri dibuktikan dari tingkah laku kita sehari-hari – bagaimana kita memperlaku-kan pasangan hidup, anak-anak, keluarga dan teman-teman kita.

  • Meja Roti Sajian

Kita haus dan lapar akan Firman Tuhan sebagai kebutuhan untuk dapat melayani-Nya secara baik dan benar juga makin tekun mempelajari Firman-Nya.

Kenyataannya, banyak orang bertahun-tahun rajin ke gereja tetapi pengenalan mereka akan Firman Tuhan sangatlah minim terlihat dari tutur kata dan tindakannya yang tidak menunjukkan perubahan hidup. Kebiasaan ke gereja hanya dilakukan sebatas rutinitas bukan suatu kebutuhan yang mampu mengubah kehidupannya sehingga bermanfaat bagi orang lain.

  • Mazbah Pembakaran Ukupan

Kita yang hidup dalam kesalehan rindu untuk dapat menolong orang lain, seperti Yesus menempatkan diri sebagai Juru Syafaat.

Tingkat kesalehan lebih tinggi dari kesucian karena bersifat proaktif untuk selalu introspeksi diri sementara orang suci lebih bersikap pasif sehingga memungkinkan dia menjadi tinggi hati/sombong.

Setelah melalui Pelataran dengan dua alat Tabernakel (Mazbah Kurban Bakaran dan Bejana Pembasuhan) memasuki Tempat Kudus dengan tiga alat di dalamnya (Kandil Emas, Meja Roti Sajian dan Mazbah Pembakaran Ukupan) melalui Pintu kemah, tingkat kerohanian anak-anak Tuhan mengalami progres masuk ke Tempat Mahakudus melalui:

  • Tabir

Tabir yang membatasi Tempat Kudus dan Tempat Mahakudus terbelah dua dari atas ke bawah saat Yesus mati di kayu salib (Mat. 27:51), mengindikasikan Allah tidak suka terpisah dengan manusia. Di zaman Taurat sampai era Yesus lahir, Taurat masih dipertahankan oleh orang-orang Yahudi sehingga menjadi pembatas/penghambat manusia masuk ke pada kesempurnaan.

  • Tabut Perjanjian

Tabut Perjanjian menggambarkan persekutuan erat antara manusia ilahi dengan Yesus Kristus. Di dalam Peti Perjanjian ini ada 3 benda, yaitu: buli-buli emas berisi manna, tongkat Harun yang bertunas, dua loh batu (Ibr. 9:4).

Manna di dalam buli-buli emas membuktikan pemeliharaan Tuhan sehingga orang Israel dapat bertahan hidup sampai di Tanah Perjanjian. Tongkat Harun bertunas – dari benda mati dan kering menjadi hidup dan bertunas – menggambarkan pengharapan. Sementara dua loh batu menunjukkan kasih Allah sebab segala hukum Allah adalah kasih.

Tiga benda yang disimpan di dalam peti kayu penaga dilapis emas (sifat manusia ditutup dengan sifat Allah yang ilahi) sehingga tabiat kemanusiawian yang buruk tidak tampak lagi.

Sesungguhnya tiga benda tersebut mengisahkan kejahatan dan kegagalan bangsa Israel dalam ketaatan mereka kepada Allah. Buktinya? Bangsa Israel muak dengan manna yang diturunkan Allah sebagai pemeliharaan mereka selama di padang gurun (Bil. 11:4-6) berakibat Allah murka dan menghajar mereka sehingga banyak yang mati di padang gurun karena ketamakan (ay. 33-34). Tongkat Harun bertunas mengakhiri sungutan dan kedurhakaan bangsa Israel (Bil. 17:1-10). Demikian pula dengan dua loh batu yang dibawa Musa turun dari Gunung Sinai terpaksa harus dihancurkan ketika dia mendapati bangsa Israel murtad dengan menyembah anak lembu emas (Kel. 32). Musa sebagai pemimpin tahu bila dia menunjukkan loh batu tersebut kepada bangsa Israel yang sedang bermasalah, tidak ada seorang pun dari mereka selamat. Itu sebabnya dia melemparkan dua loh batu tersebut dan memecahkannya di kaki gunung (ay. 19) sehingga tidak sempat menghukum orang Israel.

Peringatan bagi kita untuk mengingat bagaimana perjalanan hidup kita sebelumnya yang jauh dari baik dan kelayakan tetapi Allah Tritunggal (Tutup Pendamaian) dengan kasih-Nya menutup kejahatan kita dengan kurban-Nya.

  • Untuk masuk ke dalam Tempat Mahakudus diperlukan satu imam besar yang setahun sekali membawa darah kurban untuk pelanggaran diri sendiri juga untuk umat Israel (Ibr. 9:1-7).

Hanya satu imam besar yang boleh masuk ke dalam Tempat Mahakudus dan tugas keimamatan diperoleh dengan cara diundi, contoh: imam Zakharia keturunan Harun (Luk. 1:5-6). Setiap imam yang mendapat giliran bertugas sebagai imam besar untuk masuk ke tempat ini harus berdoa dan berpuasa menguji diri agar selalu dalam keadaan kudus. Jika tidak kudus, dia akan mati di depan hadirat Allah dalam tempat Mahakudus.

Bagaimanapun juga, persembahan kurban mereka tidak dapat menyempurnakan mereka sebab semua hanyalah peraturan-peraturan untuk hidup insani (Ibr. 9:8-10). Semua masih merupakan kiasan namun direalisasikan kesempurnaannya melalui kematian Yesus. Oleh sebab itu Ia berani memproklamasikan Diri-Nya sebagai jalan, kebenaran dan hidup; tidak ada seorang pun dapat datang kepada Bapa kalau tidak melalui Dia (Yoh. 14:6).

Hanya Yesus dengan pengurbanan-Nya yang dapat membawa kita mencapai kesempurnaan masuk ke Tempat Mahakudus dengan memosisikan Diri sebagai Imam Besar menurut peraturan Melkizedek (Luk. 23:44-45) dan membawa darah-Nya sendiri (Ibr. 9:11-12).

Sejak itu dikatakan Allah tidak lagi berkunjung ke Bait Allah (fisik) dan tempat-tempat sakral yang didirikan oleh tangan manusia tetapi Dia lebih suka mendiami Bait Allah yang hidup yaitu manusia itu sendiri (bnd. Kis. 17:24). Menurut sejarah, tahun 70 Masehi, tentara Roma di bawah pimpinan jendral Titus membumihanguskan bait Allah (fisik) dan Yesus menubuatkan tidak ada satu batu pun tinggal terletak di atas batu yang lain karena bait Allah dicemarkan menjadi arena perda-gangan, pemerasan dan penipuan oleh imam-imam di sana (Luk. 19:44-46).

Memang Taurat tidak dapat menyempurnakan kita (Ibr. 10:1) tetapi memberikan informasi tentang perubahan-perubahan apa yang Allah lakukan terhadap kita. Taurat bagaikan bayangan dari keselamatan yang akan datang (Ibr. 10:1) tetapi bayangan itu makin mendorong kita untuk mengetahui wujud dari bayangan itu. Di sinilah korelasi antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru dan Yesus Kristus sebagai kegenapan hukum Taurat (Rm. 10:4). Ia tidak hanya mengudus-kan tetapi juga menyempurnakan kita (Ibr. 10:10,14).

Introspeksi: sudahkah kita memanfaatkan kesempatan dengan menghargai apa yang disediakan oleh-Nya agar kita boleh masuk ke dalam kesempurnaan?

Bila Allah sendiri mengklaim kita sebagai milik-Nya dan untuk itu Yesus telah mempertaruhkan segala-galanya agar kita menikmati kesempurnaan dan Ia mau diam di dalam kehidupan kita sebagai bait-Nya, apa tanggung jawab kita kepada-Nya? Memang kita terlepas dari hukum Taurat tetapi kebebasan yang Ia berikan harus dipergunakan dengan hati-hati dan bijak untuk tidak menjadi sandungan bagi orang lain (1 Kor. 6:12-20). Contoh: kita boleh makan segala macam (dianggap halal) tetapi jika karena makanan, orang-orang di sekitar kita yang lemah iman terganggu bahkan tersinggung, kita harus berani mengambil sikap mengalah dengan tidak memakan makanan tersebut. Ingat, makanan adalah untuk perut dan perut untuk makanan tetapi keduanya akan dibinasakan Allah tetapi tubuh bukan untuk percabulan melainkan untuk Tuhan (1 Kor. 6:13).

Kita bertanggung jawab atas tubuh kita untuk tidak terjerumus dalam percabulan jasmani maupun rohani (1 Kor. 6:14-16). Tubuh kita tidak boleh ditempati, dipakai bahkan di bawah penguasaan oknum lain kecuali Tuhan yang memiliki hak kepemilikan penuh. Sesungguhnya, tidak ada susunan nikah di dunia ini seperti nikah orang Kristen yang mana Kepala dari tiap laki-laki ialah Kristus, kepala dari perempuan ialah laki-laki dan Kepala dari Kristus ialah Allah (1 Kor. 11:3).

Aplikasi: jangan suami menganggap istri sebagai perhiasan – kalau perlu dipakai kalau tidak perlu digeletakkan begitu saja. Istri adalah pemberian Allah yang sangat berharga dan dia mendapat mandat sebagai penolong sepadan dan tidak boleh direndahkan. Jelas yang ditolong lebih lemah daripada si penolong namun sering yang ditolong merasa lebih kuat dari penolongnya sehingga menghinakan kebaikan Allah. Bila suami tidak menghargai istrinya, dia langsung berhadapan dengan Allah yang sudah memberikan ciptaan terbaik kepada suami.

Karena tubuh kita telah dibeli dan harganya lunas dibayar, kita harus memuliakan Allah dengan tubuh kita (1 Kor. 6:19-20). Bagaimana memuliakan Dia? Dengan melayani-Nya. Jika kita tetap keras hati tidak mau masuk dalam pelayanan, sesungguhnya kita tidak tahu diri dan ‘jual mahal’ kepada-Nya.

Rindukah kita untuk tinggal di Yerusalem baru bersama Mempelai Pria Surga? Jadikan tubuh kita tabernakel/bait Allah untuk dimiliki-Nya; untuk itu kita harus bertobat membuang segala dosa kejahatan dan kenajisan untuk beroleh pembaruan hidup dilanjutkan dengan melayani Dia sebagai ungkapan rasa syukur kita kepada-Nya hingga satu kali kelak kita tinggal bersama Pemilik kita selamanya di Yerusalem baru. Amin.