Ujilah Dirimu Sendiri!

Minggu, Johor, 05 November, 2017

Pdt. Paulus Budiono

Shalom,

Setiap dari kita yang pernah mengenyam dunia pendidikan pasti mengalami tes dan ujian yang mana tingkat kesulitan dari materi maupun bentuk ujiannya tergantung dari jenjang pendidikan masing-masing.

Bagaimana respons murid menghadapi tes/ujian? Murid play-group dan TK hanya ingin bermain-main, mereka suka buku bergambar warna-warni; murid SD masih suka buku bergambar tetapi sudah mulai berkurang, mereka belajar serius ketika men-dekati tes yang mana bahan ujian sudah ditentukan sehingga mereka hanya mempelajari topik-topik tertentu sementara topik lain diabaikan. Makin tinggi tingkat pendidikannya (SMP – SMA - S1), makin sulit pula tes/ujian yang dikerjakannya untuk menjawab dengan benar semua materi yang diajarkan oleh guru atau dosen. Para murid tidak mempunyai pilihan kecuali harus dan terpaksa mengerjakan ujian yang telah disiapkan oleh guru/dosen. Berbeda dengan mahasiwa S2 dan S3, mereka tidak lagi bergantung kepada dosen tetapi secara mandiri menyelidiki, menganalisa dan menemukan kebenaran yang dapat dibuktikan.

 

Faktanya, sebagian besar murid/mahasiswa tidak suka menghadapi ujian (UTS maupun UAS) dan suka menunda-nunda belajar untuk kemudian mengebut belajar semalam suntuk sehari sebelum ujian. Apa yang dikatakan oleh Daud berkaitan dengan ujian? “Selidikilah aku, ya Allah, dan kenallah hatiku, ujilah aku dan kenallah pikiran-pikiranku;” (Mzm. 139:23) Terdengar aneh dan tidak lazim, Daud (berposisikan sebagai manusia/“murid”) malah meminta diuji dan diselidiki oleh TUHAN seluruh aspek hidupnya (luar dan dalam). Demikian pula Rasul Paulus menasihati jemaat Korintus, “Ujilah dirimu sendiri apakah kamu tetap tegak di dalam iman. Selidikilah dirimu! Apakah kamu tidak yakin akan dirimu bahwa Kristus Yesus ada di dalam diri kamu? Sebab jika tidak demikian, kamu tidak tahan uji (disqualified = ditolak). Tetapi aku harap, bahwa kamu tahu, bahwa bukan kami yang tidak tahan uji.” (2 Kor. 13:5-6)

Kita mempelajari lebih lanjut nasihat Rasul Paulus kepada jemaat Korintus (juga kita), antara lain:

  • “Ujilah dirimu”

Rasul Paulus mengingatkan jemaat Korintus (di suratnya yang kedua) untuk menyelidiki diri sendiri (2 Kor. 13) apakah layak menjadi Mempelai Tuhan sebab mereka sudah dipertunangkan kepada Kristus tetapi masih mudah dipengaruhi oleh roh lain dan injil lain (2 Kor 11:2-4). Sementara itu, di surat pertamanya, Rasul Paulus menegur jemaat ini yang bersikap seperti bayi karena belum/tidak dapat menerima ‘makanan keras’ tetapi ‘susu’, buktinya masih ada iri hati dan perselisihan yang menyebabkan perpecahan (1 Kor. 3:14; 1:10).

Rasul Paulus ingin jemaat Korintus (yang dianggap) sudah dewasa dapat bersikap mandiri dan mampu mengambil inisiatif dalam mempersiapkan diri sebagai calon Mempelai Kristus.

Perhatikan, beberapa gereja boleh mengklaim pengajarannya paling ‘murni’ tetapi mereka tidak mampu menguji hati dan batin seseorang kecuali Tuhan Yesus sendiri karena yang mengetahui isi hati kita sesungguhnya hanyalah kita dan Tuhan (Ams.16:2; 21:2). Kita dapat berpura-pura di hadapan manusia tetapi tidak ada suatu makhluk pun tersembunyi di hadapan-Nya, semua telanjang dan ter-buka di depan mata-Nya untuk dipertanggungjawabkan (Ibr. 4:13).

Introspeksi: sudahkah kita mengizinkan Tuhan menguji dan menyelidiki batin serta hati kita? Atau kita menolaknya karena hati kita masih dipenuhi rasa dongkol dan marah terhadap suami/istri, anak dan teman sepelayanan? Juga percayakah bahwa Kristus Yesus ada dalam kita? Terbukti Rasul Paulus lulus menghadapi ujian semacam ini.

  • “Jadi, adakah aku bertindak serampangan dalam merencanakan hal ini? Atau adakah aku membuat rencanaku itu menurut keinginanku sendiri sehingga padaku serentak terdapat "ya" dan "tidak"? Demi Allah yang setia, janji kami kepada kamu bukanlah serentak "ya" dan "tidak". Karena Yesus Kristus, Anak Allah, yang telah kami beritakan di tengah-tengah kamu, yaitu olehku dan oleh Silwanus dan Timotius, bukanlah "ya" dan "tidak", tetapi sebaliknya di dalam Dia hanya ada "ya".” (1 Kor. 1:17-19)

Perlu diketahui, jangan mengukur pembicara Injil dari kefasihan maupun banyaknya gelar yang disandangnya tetapi dari berita yang disampaikannya. Berita yang benar dan tepat ialah tentang Yesus yang telah mati dan bangkit menjadi satu-satunya Juru Selamat dunia (Kis. 4:12).

Siapa yang memberitakan? Rasul Paulus (sudah tua), Silwanus (agak tua) dan Timotius yang masih muda. Artinya, pemberita Injil tidak dibatasi oleh usia dan tingkat senioritas tidak menjamin dia masuk Surga. Demikian pula, kita dapat merekomendasikan seseorang untuk masuk ke Sekolah Alkitab tetapi tidak dapat memberi jaminan dia masuk Surga atau tidak.

Di dalam Yesus yang ada hanyalah ‘ya’ karena Allah bukan manusia. Saat Adam dan Hawa melanggar satu ayat Firman saja – janganlah kau makan buahnya (Kej. 2:16) – semua menjadi kabur. Ingat, satu ayat Firman Tuhan diragukan ber-dampak kaburnya semua ayat dalam Alkitab; akibatnya, masalah hidup nikah, pekerjaan, pelayanan menjadi tidak terang.

Janji Allah banyak dituangkan dari Kitab Kejadian sampai Wahyu. Jika kita meragu-kan janji-Nya, kita akan diliputi ketakutan dalam menghadapi dunia ini dan per-masalahannya. Tak dapat dihindari, setiap dari kita mempunyai masalah sendiri-sendiri, hadapilah dengan berpegang pada janji-Nya maka kita dapat mengucap syukur bukan omelan dan ketidakpuasan yang keluar dari mulut kita.

  • “Sebab Kristus adalah "ya" bagi semua janji Allah. Itulah sebabnya oleh Dia kita mengatakan "Amin" untuk memuliakan Allah. Sebab Dia yang telah meneguhkan kami bersama-sama dengan kamu di dalam Kristus adalah Allah yang telah mengurapi, memeteraikan tanda milik-Nya atas kita dan yang memberikan Roh Kudus di dalam hati kita sebagai jaminan dari semua yang telah disediakan untuk kita.” (2 Kor. 1:20-22)

Bagaimana kita yakin Yesus ada dalam hati sementara kita tidak melihat Dia?

- Dengan iman yang diwujudkan dalam tutur kata dan tindakan saat meng-hadapi masalah. Kita mengimani Yesus dengan membiasakan diri mendengar Firman Kristus (Rm. 10:17) bukan mendengarkan masalah dunia yang mem-buat iman kita makin kecil dan hilang.

Dengan beriman, kita mampu tetap tegak dan bertumbuh di dalam Tuhan. Namun jangan lupa, iman perlu diuji dengan api untuk mengetahui kemur-niannya meskipun untuk itu kita harus berdukacita (1 Ptr. 1:6-7). Semakin kita dimurnikan melalui ujian, semakin sedikit keluhan terlontar tentang perkara jasmani. Kita tidak lagi fokus minta berkat atau gila hormat minta dilayani.

- Dengan menuruti segala perintah-Nya (Yoh. 14:15,23).

Kita tidak berhenti hanya mendengarkan Firman Tuhan tetapi dilanjutkan dengan mempraktikkannya. Tentu melalui proses bagaikan ‘anak kecil’ yang melakukan Firman sebatas pengertian mereka menginjak ’pubertas’ lebih me-mahami dan setelah ‘dewasa’ makin mengenal Pribadi Tuhan Yesus.

Dalam menuruti perintah-Nya, Roh Kudus membawa kasih Allah yang dicu-rahkan ke dalam hati kita. Kasih Allah yang mana? Pengurbanan Putra Tunggal-Nya, Yesus, mati di kayu salib demi manusia berdosa (Yoh. 3:16).

Bukti bahwa Yesus ada di dalam hati, kita suka mengampuni orang yang bersalah kepada kita, suami mengasihi istri, istri tunduk kepada suami, pemuda/i hidup dalam kekudusan. Namun perlu diperhatikan, dalam pengam-punan harus ada unsur mendidik seperti Yesus mengampuni perempuan berzina tetapi dengan tegas memperingatkannya untuk tidak mengulangi per-buatan yang sama (Yoh. 8:1-11).

  • “Tidak tahukah kamu bahwa dalam gelanggang pertandingan semua peserta turut berlari tetapi bahwa hanya satu orang saja yang mendapat hadiah? Karena itu larilah begitu rupa sehingga kamu memperolehnya! Tiap-tiap orang yang turut mengambil bagian dalam pertandingan menguasai dirinya dalam segala hal. Mereka berbuat demikian untuk memperoleh suatu mahkota yang fana tetapi kita untuk memperoleh suatu mahkota yang abadi. Sebab itu aku tidak berlari tanpa tujuan dan aku bukan petinju yang sembarangan saja memukul. Tetapi aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya supaya sesudah memberi-takan Injil kepada orang lain jangan aku sendiri ditolak (disqualified).” (1 Kor. 9:24-27).

Sebagai penginjil, Rasul Paulus sangat militan dan teruji, terbukti dari ucapannya, “Celakalah aku jika aku tidak memberitakan Injil.” (1 Kor. 9:16) Meskipun demi-kian, dia tetap melatih tubuh dan menguasainya seperti olahragawan yang ikut mengambil bagian dalam pertandingan atau seperti petinju yang tidak semba-rangan memukul agar dirinya tidak tertolak setelah berjerih payah menginjil.

Aplikasi: kita harus melatih diri dengan disiplin tinggi untuk dapat menguasai tubuh dan keinginannya sebelum kita bersaksi dan memberitakan Injil, misal: kita ber-bicara mengenai kesabaran, sudahkah kita sabar? Kita menasihati seseorang agar tidak berzina, kita sendiri harus mengalami penyucian terlebih dahulu dst.

Rindukah kita menjadi Mempelai Wanita Anak Domba? Jika ya, iman kita harus siap diuji, pengharapan akan kedatangan-Nya untuk menjemput kita menjadi Mempelai-Nya jangan ditolak, berarti kita harus tahan uji dengan bersedia menerima Firman Tuhan yang menasihati, mengingatkan bahkan menegur kepura-puraan kita – di luar tampak seperti malaikat, di dalam hati penuh kejahatan dan kenajisan. Untuk itu kita harus melatih diri dengan disiplin tinggi agar dapat menguasai daging dan keinginannya. Jangan berkecil hati, kasih Yesus dan Roh Kudus yang ada dalam hati menolong dan memampukan kita keluar sebagai pemenang untuk beroleh mahkota abadi di Kerajaan Surga yang kekal. Amin.