YESUS PEMBEBAS SEJATI


Lemah Putro, Minggu, 14 Juni 2020
Pdt. Paulus Budiono


Shalom,

Marilah kita bersatu hati mengikat janji bahwa kita hidup bagi-Nya, hati kita menyembah Dia dan mata kita tertuju hanya kepada-Nya walau kita masih hidup di dunia ini. Jujur, bila kita tidak lagi tertarik pada Firman-Nya, dunia akan menjebak kita untuk kembali menuruti keinginan daging.

Walau kita beribadah di tempat berbeda-beda via online, kita patut bersyukur masih dapat mendengarkan Firman Tuhan bersama untuk menikmati kasih-Nya yang membuat kita tetap kuat dan tidak mudah dipengaruhi oleh kondisi dunia yang mencekam oleh sebab virus COVID-19 juga oleh tipu daya Iblis yang mau menjebak kita. Hendaknya kita tetap bersemangat setelah dibebaskan dari dosa oleh darah Yesus dan dipimpin oleh Roh Kudus ke dalam seluruh kebenaran.

Kali ini Firman Tuhan ingin memberikan kekuatan yang meneguhkan iman melalui tulisan di Injil Yohanes 8:30-36, “Setelah Yesus mengatakan semuanya itu, banyak orang percaya kepada-Nya. Maka kata-Nya kepada orang-orang Yahudi yang percaya kepada-Nya: “Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku dan kamu akan mengetahui kebenaran dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu.” Jawab mereka: “Kami adalah keturunan Abraham dan tidak pernah menjadi hamba siapa pun. Bagaimana Engkau dapat berkata: Kamu akan merdeka?” Kata Yesus kepada mereka: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya setiap orang yang berbuat dosa adalah hamba dosa. Dan hamba tidak tetap tinggal dalam rumah tetapi anak tetap tinggal dalam rumah. Jadi apabila Anak itu memerdekakan kamu, kamu pun benar-benar merdeka.”

Ayat di atas tampak tidak bermasalah bila kita membaca sekilas tetapi bila kita membaca lebih lanjut ternyata terlihat suatu kondisi yang mengejutkan sekaligus menyedihkan seusai Yesus mengampuni perempuan berzina. Memang banyak orang percaya akan perkataan Yesus (Yoh. 8:30) tetapi ironisnya justru pada akhirnya mereka mengambil batu untuk melempari-Nya (ay. 59).

Yesus sangat menghargai orang yang percaya kepada-Nya dan waktu itu ditujukan kepada orang-orang Yahudi. Bagaimana dengan iman kita, bangsa kafir, terhadap ayat-ayat dalam Alkitab yang ditulis oleh orang Yahudi namun kita juga memercayainya sebab kita beriman kepada Yesus yang sama? Mengapa akhirnya terjadi penolakan sehingga Yesus menghilang dan meninggalkan Bait Allah?

Introspeksi: kita adalah Bait Allah rohani (1 Kor. 3:16), apakah kita telah bersikap kurang hati-hati sehingga Firman kebenaran meninggalkan kita? Bagaimanapun juga (Firman) Tuhan masih berbicara dan Ia ingin di setiap kebaktian – offline atau online – iman kita bertumbuh setelah mendengar dan membaca Injil sebab kita tahu Firman itu adalah Allah (Yoh. 1:1) dan menjadi daging serta bertabernakel di antara kita (ay. 14). Ironisnya, kita (orang percaya) datang beribadah tetapi seusai ibadah sepertinya kita menolak Firman dengan sikap tidak melakukan tindakan iman untuk menjadi murid-Nya padahal Tuhan menginginkan terjadinya peningkatan dalam mengenal kebenaran untuk mengalami kebebasan/kemerdekaan.

Perhatikan, orang yang percaya kepada Tuhan dan menghargai Firman-Nya adalah satu hal sementara mereka yang melakukan Firman dan sungguh-sungguh menghidupi Firman merupakan hal lain.

Orang-orang Yahudi menolak ketika dianggap belum/tidak merdeka sebab sebagai keturunan Abraham mereka merasa tidak pernah menjadi hamba/budak siapa pun. Yesus kemudian menyatakan pandangan mereka yang sebenarnya yaitu orang Yahudi sangat kuat dengan agama, Taurat dan peraturan-peraturan. Bukankah menghadapi perempuan berzina, mereka langsung menggunakan hukum Taurat untuk menghakiminya dengan melempari batu (Yoh. 8:4-5)? Namun Yesus melihat ketidakjujuran mereka karena mereka tidak menghadirkan lelaki yang berbuat zina. Perkataan Yesus yang tepat telah membebaskan perempuan itu tetapi membuat-Nya tidak disenangi oleh mereka.

Perbudakan macam apa yang dimaksud oleh Yesus? Seseorang mengalami kebebasan jika tidak lagi diperbudak oleh dosa (tetap) dan Yesus, Anak Allah, mampu memerdekakannya. Namun hingga sekarang
orang-orang Yahudi tidak memercayai Yesus dan tetap berpatokan pada hukum Taurat padahal hukum Taurat tidak menyelamatkan dan tidak dapat menghapus dosa (Ibr. 10:1-4).

Harus diakui, tidak ada seorang pun benar, semua orang telah berbuat dosa (Rm. 3:10, 23); terbukti tidak ada satu pun – dari yang tertua sampai yang muda – melempar batu pertama kepada perempuan berzina (Yoh. 8:7-9). Rasul Paulus mengakui bahwa dia (juga kita) terjual di bawah kuasa dosa (Rm. 7:14); dengan demikian dia (juga kita) menjadi budak dosa. Itu sebabnya Yesus mengingatkan agar kita tetap dalam Firman-Nya untuk mengetahui kebenaran yang dapat memerdekakan kita dari perhambaan dosa.

Sayang, tidak banyak orang mengerti tentang kebenaran termasuk Pilatus yang bertanya kepada Yesus “apakah kebenaran itu?” ketika Yesus menjelaskan kedatangan-Nya ke dalam dunia untuk memberi kesaksian tentang kebenaran (Yoh. 18:38a). Perhatikan, filosofi dunia yang hebat sekalipun tidak menyatakan kebenaran mutlak tetapi hanya di area tertentu (misal: kebenaran pada budaya suatu negara) tetapi Yesus mengatakan bahwa Ia adalah kebenaran (Yoh. 14:6); Roh Kudus adalah kebenaran (1 Yoh. 5:6) dan Allah adalah kebenaran (Yoh. 17:3). Kebenaran dari Allah Tritunggal ini perlu kita ketahui, alami dan simpan dalam kehidupan kita.

Terbukti kebenaran bukan sekadar perkataan, ide/pikiran atau suatu filosofi tetapi Pribadi (Allah Tritunggal) yang menetap dan menyertai mereka yang mengenal kebenaran tersebut (2 Yoh. 1:1-2). Rasul Yohanes sangat bersukacita ketika mendengar kesaksian tentang mereka yang hidup dalam kebenaran (3 Yoh. 1:1-4). Jelas, bagaimana mungkin kita dapat merdeka jika kita menolak Pribadi Allah yang adalah kebenaran, menolak Firman yang memerdekakan juga menolak pimpinan Roh Kudus ke dalam seluruh kebenaran?

Ingat, orang yang berbuat dosa (hamba dosa) tidak tinggal di dalam rumah – sewaktu-waktu akan meninggalkan rumah – tetapi anak tetap tinggal di dalam rumah yaitu setiap orang yang percaya dalam Nama-Nya dan menerima Dia diakui sebagai anak-anak Allah (Yoh. 1:12). Bahkan Efesus 2:19 menegaskan bahwa kita bukan lagi orang asing dan pendatang melainkan anggota keluarga Allah, bukankah ini merupakan sukacita tak terbendung yang melimpah dalam kehidupan kita? Yesus juga berjanji bahwa Ia pergi ke rumah Bapa-Nya untuk menyediakan tempat bagi kita (Yoh. 14:2) dengan syarat kita harus bertobat dan bebas dari perbudakan dosa.

Introspeksi: harus diakui kita masih melakukan banyak kesalahan. Sejauh mana pertobatan kita untuk berlanjut mengenal Dia dan mengalami kebebasan? Masihkah kita bermain-main dengan dosa untuk beroleh makin banyak kasih karunia? Bila kita benar-benar telah mati bagi dosa, dibaptis dalam Kristus dan kehidupan lama kita dikuburkan dalam kematian-Nya, kita telah bebas dari (budak) dosa untuk hidup bagi Allah dalam Kristus Yesus (Rm. 6:1-2,6-11,15-17) serta menjadi hamba kebenaran/hamba Allah yang membawa kita kepada pengudusan dan hidup kekal (ay. 18-23).

Amat disayangkan orang-orang Yahudi menolak Yesus dan kebenaran-Nya; berbeda dengan seorang Yahudi bernama Paulus yang bertobat dan tulisan-tulisannya menjadi berkat bagi bangsa kafir (termasuk kita) yang menjadi percaya dan mengenal Allah.

Mengapa Yesus berbicara tentang “Anak itu memerdekakan kamu”? Ia ingin menunjukkan bahwa Ia adalah Pembebas sejati yang mampu memerdekakan mereka yang awalnya percaya kepada-Nya tetapi berniat menolak Dia bahkan mau membunuh-Nya padahal mereka masih di dalam Bait Allah. Ironis, mereka menolak perkataan Yesus (Firman kebenaran) tetapi mengaku tidak pernah menjadi hamba (dosa). Mereka percaya kepada Yesus sebagai langkah awal tetapi tidak dilanjutkan dengan memelihara perkataan-Nya. Yesus menilai mereka belum mengerti makna kebebasan yang menuju pada kehidupan kekal tetapi hanya menjalankan ibadah agamawi. Mereka mau membunuh Yesus sebab hati mereka tidak dapat menampung Firman-Nya (Yoh. 8:37). Jelas, mereka tidak mau mengalami keubahan hidup.

Lebih lanjut Yesus menegur mereka dengan keras dan mengatakan bahwa Iblislah yang menjadi bapa mereka sebab Iblis tidak hidup dalam kebenaran dan bapa segala dusta. Mereka tidak mendengarkan perkataan Yesus sebab mereka tidak berasal dari Allah (Yoh. 8:44-47). Waspada bagi mereka yang hatinya tidak mau menampung Firman kebenaran!

Introspeksi: apakah kita berasal dari Allah? Percayakah kita akan Firman kebenaran secara utuh dan bersediakah dipimpin Roh Kudus ke dalam seluruh kebenaran? Jangan membiasakan diri mengaminkan satu ayat lalu
mengabaikan ayat lain seperti dilakukan oleh banyak orang yang percaya kepada Yesus tetapi menolak ketika Yesus mau menyucikan hati mereka.

Jujur, kita sering tidak melakukan Firman yang kita imani agar dilepaskan dari perbudakan dosa. Yakinlah bahwa Yesus telah melenyapkan kuasa Iblis yang memperhamba manusia saat Ia disalib.

Selain Yesus, Rasul Paulus juga mengalami penolakan terhadap pemberitaan Firman kebenaran. Awalnya jemaat Galatia menyambut Paulus dengan antusias seperti menyambut malaikat (Gal. 4:12-15) tetapi ketika mengatakan kebenaran, ia menjadi musuh mereka (ay. 16). Mengapa mereka memusuhi Paulus? Sebab mereka berbalik dan mengikuti injil lain yang mengacaukan bahkan memutarbalikkan Injil Kristus (Gal. 1:6-9). Kita harus berpegang teguh pada Injil kebenaran yang berusaha dihadang oleh saudara-saudara palsu yang menyusup masuk untuk memperhamba kita dengan peraturan dan liturgi (Gal. 2:4-5).

Perhatikan, Injil kebenaran tidak boleh digeser atau diputarbalik menjadi setara dengan Injil kesembuhan atau Injil kemakmuran. Rasul Paulus terang-terangan menentang sikap Rasul Petrus yang munafik dalam mempertahankan kebenaran Injil (Gal. 4:11-14) sebab permulaan Injil adalah Yesus Kristus, Anak Allah (Mrk 1:1). Tahukah Rasul Paulus dan rasul-rasul lainnya telah menjadi teladan dalam menyatakan kebenaran dengan konsekuensi mati syahid?

Kita, bangsa kafir, yang sebelumnya tidak mengenal Allah diberi hak menjadi anak-anak-Nya ketika kita percaya kepada Yesus. Kita harus menerima kebenaran seutuhnya dan Yesus tahu masih banyak perkara yang belum dapat ditanggung; itu sebabnya Ia mengirim Roh Kudus yang memimpin kita ke dalam seluruh kebenaran (Yoh. 16:12-13).

Aplikasi: hendaknya kita memercayai Alkitab sepenuhnya, jangan meragukan, menolak apalagi membunuh/ membencinya. Kalau kebenaran sudah mati dalam hidup kita, kita menjadi budak dosa yang sedang menuju pada maut.

Rasul Paulus mengingatkan bahwa Kristus telah memerdekakan jemaat Galatia (juga kita); oleh sebab itu jangan mau lagi dikenakan kuk perhambaan (Gal 5:1). Dahulu mereka (juga kita) berlomba dengan baik, siapa yang menghalang-halangi sehingga mereka (juga kita) tidak lagi menuruti kebenaran (ay. 7)?

Waspada bila kita tidak lagi rajin (berlomba) melakukan kebenaran tetapi mulai malas membaca Firman Tuhan juga enggan beribadah dan melayani; sedikit ragi sudah mengkhamirkan seluruh adonan (ay. 9). Sebaliknya, kita harus mempergunakan kemerdekaan dengan maksimal untuk melayani seorang akan yang lain oleh kasih bukan malah saling menggigit (ay. 13-15).

Kebenaran Allah itu utuh, kekal dan tidak pernah berubah. Yesus – Sang Firman – adalah kebenaran yang tetap sama baik kemarin, hari ini maupun selamanya (Ibr. 13:8). Bila kita mau bebas dari perhambaan dosa, kita harus mempelajari Firman lebih banyak dan bersedia dipimpin oleh Roh Kudus maka kita menjadi hamba kebenaran yang menuntun kita kepada kehidupan kekal bersama-Nya. Amin.

 

Video Ibadah ini dapat disimak di Ibadah Minggu Raya - 14 Juni 2020 - Pdt. Paulus Budiono.