ALASAN YANG TULUS DALAM MENGUCAP SYUKUR
Lemah Putro – Minggu, 4 Agustus 2019
Pdt. Stephen P Manurung
Shalom,
Kain berencana mempersembahkan hasil pekerjaan tangan dari hasil pertanian. Hatinya meluap dengan ucapan syukur kepada Allah karena ini baru pertama kali bumi memberikan hasil yang dapat dinikmati olehnya. Ia membuat mazbah dan mempersembahkan hasil sulung pertanian untuk Allah. Awalnya tampak tidak ada masalah dari kegiatan tersebut, semua terlihat sangat baik dan rohani. Habel, adiknya, mencontoh apa yang dilakukan oleh kakaknya. Dia mempersembahkan anak sulung kambing domba (Kej. 4:4). Barulah ketahuan ucapan syukur Kain kurang tulus karena ada motivasi salah dalam kegiatan syukuran yang dilakukannya. Ketika Allah mengindahkan persembahan Habel tetapi tidak mengindahkan kurban persembahannya, timbullah iri hati dan kebencian berakibat ia membunuh adiknya dengan keji (Kej. 4:5-8).
Jika Kain mengucap syukur dengan alasan dan cara yang salah, seharusnya tidaklah demikian dengan kita yang datang beribadah dan sejak awal sudah menyanyikan lagu-lagu pujian syukur. Kenyataannya, ada banyak alasan dan motivasi dalam mengucap syukur kepada Tuhan – ada yang tulus ada pula maksud tersembunyi dll.
Bagaimana dengan Rasul Paulus? Kita sedang mempelajari surat Rasul Paulus kepada jemaat Filipi. Apa luapan isi hatinya yang tertuang dalam tulisannya? Surat Filipi 1:3-8 menuliskan, “Aku mengucap syukur (= eucharisteo: to express gratitude for benefit or blessings) kepada Allahku setiap kali aku mengingat kamu. Dan setiap kali aku berdoa untuk kamu semua, aku selalu berdoa dengan sukacita. Aku mengucap syukur kepada Allahku karena persekutuanmu (fellowship, participation) dalam Berita Injil mulai dari hari pertama sampai sekarang ini. Akan hal ini aku yakin sepenuhnya, yaitu Ia, yang memulai pekerjaan (ergon: business) yang baik di antara kamu akan meneruskannya sampai pada akhirnya pada hari Kristus Yesus. Memang sudahlah sepatutnya aku berpikir demikian akan kamu semua sebab kamu ada di dalam hatiku oleh karena kamu semua turut mendapat bagian dalam kasih karunia yang diberikan kepadaku baik pada waktu aku dipenjarakan maupun pada waktu aku membela dan meneguhkan Berita Injil. Sebab Allah adalah saksiku betapa aku dengan kasih mesra Kristus Yesus merindukan kamu sekalian.”
Saat itu Rasul Paulus lagi dipenjara di Roma namun dia dapat mengucap syukur kepada Allah. Apa alasannya dia mengucap syukur kepada-Nya?
- Karena dia mendapat keuntungan.
Semua orang pasti senang mendapat keuntungan dan orang Indonesia terkenal dengan ungkapan „masih untung‟, misal: rumah kemalingan, "masih untung‟ brankasnya tidak diangkat; dalam perjalanan mengalami kecelakaan "masih untung‟ kakinya tidak patah dst.
Sebenarnya ucapan syukur merupakan kegiatan yang tidak terlepas dari identitas kita sebagai orang percaya. Rasul Paulus mengucap syukur karena dia mendapatkan keuntungan. Tahukah keuntungan/berkat apa yang diperoleh Rasul Paulus? Berkat borgol dan pemenjaraan demi Kristus (Flp. 1:12-13).
Jujur, tidaklah mudah mengucap syukur saat dalam kondisi dipenjara terlebih Rasul Paulus diborgol bukan karena tindakan kriminal. Sebenarnya dia mengalami ketidakadilan dalam pengadilan. Faktanya, ada pelanggar hukum yang sudah jelas melakukan tindakan kejahatan malah tidak terima dengan vonis pengadilan kemudian naik banding. Bahkan pada beberapa kasus hukuman mati, ada orang terpidana tidak mau meminta grasi kepada presiden meski presiden memberikan lampu hijau untuk pengampunan. Dia tidak mau mengajukan grasi karena tidak mau dianggap bersalah dan minta pengampunan presiden.
Beda dengan Rasul Paulus, dia tidak meminta-minta untuk dibebaskan dari penjara walau tidak bersalah. Justru saat menderita di penjara, dia mengucap syukur karena beroleh untung dan berkat. Bagaimana mungkin Rasul Paulus mengubah “kesialan semacam ini” menjadi suatu keuntungan?
Tampaknya ucapan syukur yang kita ungkapkan setiap hari dalam perjalanan hidup kita tidak ditentukan dengan apa yang kita hasilkan/dapatkan; entah untung atau buntung – tergantung bagaimana cara kita menyikapi keadaan yang sedang dihadapi. Misal: dapatkah kita melihat matahari di tengah-tengah awan? Tergantung darimana kita melihatnya – dari bawah atau atas awan. Masihkah kita menemukan kebaikan Tuhan di tengah kesulitan hidup kita? Mungkinkah kita bersukacita di tengah kedukaan, menemukan keuntungan di tengah kebangkrutan? Semua tergantung dari perspektif mana kita melihatnya. Buktinya Rasul Paulus merasa beruntung saat dipenjara.
Rasul Paulus selalu mengingat jemaat (Flp. 1:3) yang mengisi ruang hatinya.
Dilihat dari psikologi sastra/bahasa, Surat Filipi merupakan cetusan hati Rasul Paulus yang di dalamnya penuh dengan cita rasa, perasaan dan pergumulan teologis dari seorang hamba Tuhan. Ada banyak hal yang Rasul Paulus pikirkan ketika dia dipenjara, antara lain: dia memikirkan tentang keadaannya, tentang jemaat dan masa depan gereja Tuhan juga tentang bangsa Israel dsb. Perasaan Paulus campur aduk namun dari pergumulan yang panjang itu menghasilkan ucapan syukur bukan keluhan tentang kejamnya pengadilan yang tidak adil, kesulitan karena kemerdekaannya sebagai warga Negara Romawi dirampas dll.
Introspeksi: apakah hamba Tuhan merasa beruntung karena perolehan fasilitas lengkap bukan karena jemaat? Atau menjadi hamba Tuhan lebih banyak keluhannya karena kesulitan dalam keuangan, tidak kuat menghadapi jemaat yang suka berulah dll.?
Ternyata Rasul Paulus tidak hanya ingat akan jemaat tetapi juga ingat kepada penatua dan diaken. Mau tidak mau, mereka menjadi beban pikiran Rasul Paulus dan jemaat tidak perlu merasa bersalah telah menjadi beban pikiran gembala/hamba Tuhan sebab ingatan terhadap mereka justru membuat Paulus makin bersemangat, terhibur dan dapat berdoa penuh sukacita. Memang pekerjaan hamba Tuhan ialah menyampaikan Firman Tuhan, menjenguk jemaat yang sakit, mendoakan mereka yang dalam persoalan dst. tetapi lebih dari itu ada hubungan batin antara hamba Tuhan dengan jemaat, penatua dan diaken bukan sekadar hubungan bisnis atau sebatas pekerjaan seorang hamba Tuhan. Kedekatan relasi ini membuat hamba Tuhan makin bersukacita melayani Tuhan.
Aplikasi: hendaknya terjalin relasi yang cukup baik antargembala-penatua-majelis-jemaat agar masing-masing makin bergairah dan bersukacita dalam beribadah dan melayani Tuhan. Jangan malah memperberat beban gembala atau merusak hubungan antarjemaat dengan perkataan dan tindakan yang ceroboh! Bila terjadi relasi dan komunikasi yang baik, hati menjadi sukacita serasa mendapatkan keuntungan yang luar biasa. Jangan pula suka membanding-bandingkan pengkhotbah satu dengan pengkhotbah lainnya; sebaliknya, pernahkah kita berterima kasih terhadap gembala yang telah menggembalakan dan mendoakan jiwa kita sekeluarga bertahun-tahun? Ilustrasi: secara psikologis, seorang istri akan merasa sangat bahagia ketika suaminya memuji dia dan merasa beruntung menikah dengannya; demikian pula seorang gembala akan makin bersemangat melayani Tuhan ketika menerima ucapan syukur dari jemaat yang diberkati dengan khotbahnya.
Kepada siapa Rasul Paulus mengucap syukur? Kepada Allah yang oleh karena-Nya dia dipenjarakan (Ef. 3:1; 4:1; 6:20; Flp. 1:7,13; Kol. 4:3; Fil. 1:9,13). Aneh, bukankah seharusnya ucapan kecewa dan dendam pantas diucapkannya kepada Allah? Jujur harus diakui, betapa sering kita kecewa dan marah kepada Tuhan ketika usaha kita bangkrut padahal kesalahan terletak pada kita sendiri dalam mengelolanya; kita marah kepada Tuhan ketika nilai kita di sekolah hancur padahal kemalasan dalam belajar yang membuat kita mendapat nilai jelek dst.
Rasul Paulus menulis “Aku mengucap syukur kepada Allahku..” (Flp. 1:3)
Dia mengatakan Allah “ku” (kata ganti kepemilikan orang pertama tunggal) bukan Allah “kita” (kata ganti orang kedua jamak) padahal surat ini jelas dia tulis untuk jemaat Filipi. Ini menegaskan bahwa hubungannya dengan Allah bersifat pribadi/personal, eksklusif dan spesial. Semua rasa kecewa, amarah, sakit hati Paulus hilang karena baginya Allah itu spesial.
Ada waktunya kita memakai kata kepemilikan bersifat umum (milik kita/kami) tetapi ada pula yang bersifat pribadi (milik saya/ku). Contoh: ketika mengundang tamu ke rumah, kita mengatakan, “Ini rumah kami, mari masuk dan silakan duduk.” Namun saat memperkenalkan istri, kita mengatakan, “Dan ini istri saya.”
Aplikasi: di dalam “koinonia” (persekutuan seorang dengan yang lain), hubungan kita dengan Tuhan dalam pemujaan dan pengagungan haruslah bersifat eksklusif, pribadi dan khusus. Seorang suami/istri jangan mengikut Tuhannya istri/suami tetapi masing-masing harus menikmati relasi pribadi dengan Tuhan tanpa "membonceng/nggandol‟ pasangan hidupnya. Seorang anak juga harus memiliki pengalaman pribadi dan memastikan Tuhan yang disembah bukan lagi Tuhannya ayah/ibu tetapi “Tuhanku” sendiri. Bila hubungan kita dengan Tuhan sudah sejauh ini, apa pun boleh terjadi tetapi kita tidak akan pernah berhenti mengucap syukur.
- Karena dia mendapatkan dukungan (Flp. 1:5-8).
Semua mahluk hidup memerlukan dukungan supaya ia dapat hidup dengan sehat dan baik bahkan rumput halaman pun butuh dukungan dari kita supaya dia tetap hidup, jika kita menginjaknya atau tidak menyiraminya, dia akan layu dan kering. Demikian pula anak-anak kita perlu didukung dan diberi motivasi serta pujian agar mereka tumbuh sehat.
Rasul Paulus mengucap syukur kepada Tuhan karena dia mendapatkan dukungan luar biasa dari jemaat di Filipi. Dukungan apa yang diperolehnya dari mereka? Jemaat Filipi memberikan dukungan all out kepada hamba Tuhan ini. Mereka bersekutu/berpartisipasi dalam pemberitaan Injil. Rupanya jemaat Filipi suka memberikan dukungan finansial (utang piutang = memberi dan menerima) kepada Paulus (Flp. 4:14-15). Persembahan mereka jelas meringankan kesusahan Paulus baik secara moril maupun finansial padahal mereka tidak ikut pergi ke mana-mana dalam memberitakan Injil. Kesimpulan, ketika jemaat mendukung seorang Hamba Tuhan, sebenarnya mereka sedang mendukung pengabaran Injil bukan untuk pribadi hamba Tuhan sendiri. Ilustrasi: seorang pengusaha yang ingin masuk dalam pelayanan melihat kondisi gerejanya sudah mewah dan hamba Tuhannya kaya, dia kemudian memutuskan memberikan uang persepuluhannya kepada gereja-gereja kecil. Tampak tindakannya sangat rohani dan dermawan tetapi tanpa disadari dia memberi bukan melihat pekerjaan Tuhan tetapi melihat keadaan hamba Tuhannya. Seharusnya semakin besar gerejanya, semakin besar pula kebutuhan dan biaya yang dipakai untuk pemberitaan Injil. Di seluruh Alkitab (PL – PB), persembahan kepada Tuhan diatur oleh Tuhan sendiri bukan diatur berdasarkan selera manusia dan dalam kondisi apa pun.
Jemaat Filipi menyokong Rasul Paulus dalam pelayanannya baik dalam kondisi susah maupun suka dan mereka akan terus melakukannya (Flp. 1:6).
Pekerjaan memberikan dukungan/partisipasi untuk kemajuan Injil adalah pekerjaan baik (ergon = business). Jadi mendukung pemberitaan Injil adalah good business → bisnis yang baik untuk dilakukan. Umumnya ketika para pebisnis berkumpul mereka memperbincangkan bisnis apa yang paling baik untuk dilakukan. Tidak mungkin mereka mengusulkan usaha paling baik ialah mendukung pekabaran Injil. Mereka malah menganggap untuk kegiatan gereja mereka harus siap-siap berkurban alias siap rugi. Perhatikan, konsep Tuhan kontradiksi dengan konsep manusia; Ia tidak pernah berutang. Dengan kata lain, orang yang mendukung pekerjaan Tuhan tidak akan pernah dirugikan oleh-Nya. Contoh: Lidia, penjual kain ungu (Kis. 16:14,40); Yohana istri Khuza bendahara Herodes (Luk. 8:3; 24:10); Priskila dan Akwila yang menampung Paulus di Roma (Kis. 18:2) → mereka tidak pernah dirugikan oleh Tuhan, usaha dan rumah tangganya diberkati oleh-Nya.
Jemaat Filipi terus mendukung pemberitaan Injil sampai pada akhirnya yaitu hari Kristus Yesus – mereka tidak berhenti hanya pada satu kali kegiatan tetapi konstan diteruskan sampai akhir hidupnya atau sampai Kristus datang menjemput mereka.
Berkat apa yang didapat oleh jemaat yang mendukung pekerjaan Tuhan dengan baik? Turut mendapat berkat kasih karunia yang diberikan kepada Paulus – hamba Tuhan (Flp. 1:7b). Bukan sesuatu yang baru dibenak semua orang bahwa seorang hamba Tuhan identik dengan orang yang tangguh iman serta bijaksana. Contoh: Paulus beroleh berkat kekuatan dalam menghadapi kesulitan, buktinya dia masih bersukacita di dalam penjara (Flp. 1:7c). Jangan diasumsikan berkat Tuhan melulu berupa uang atau keuntungan bisnis berlipat ganda tetapi kekuatan menghadapi kesulitan juga berkat yang luar biasa. Selain berkat kekuatan, Paulus juga menerima berkat hikmat/bijaksana sehingga mampu memberi jawaban pembelaan serta dapat meneguhkan berita Injil.
Aplikasi: jemaat yang suka berpartisipasi mendukung pekerjaan Tuhan juga berpotensi beroleh berkatnya hamba Tuhan sehingga kita kuat menghadapi persoalan dan bijaksana dalam mencari jalan keluar dari persoalan. Bukankah tidak terhitung jumlah orang pintar didunia ini tetapi hanya sedikit orang yang bijaksana?
Marilah kita senantiasa mengucap syukur kepada Tuhan serta melakukan pekerjaan baik, good business, untuk perkembangan pengabaran Injil yang dilakukan dengan penuh sukacita. Ingat, Tuhan tidak pernah mau berutang, bila kita mengucap syukur kepada-Nya dengan hati tulus dan suka mendukung pelayanan pengabaran Injil, kita akan beroleh berkat kekuatan iman dalam menghadapi persoalan dan bijaksana dalam menemukan jalan keluar dari problem nikah, pekerjaan, kesehatan dll. Sungguh, kita mengalami keuntungan di balik segala kesulitan karena Tuhan ada bersama kita. Amin.
Video ibadah ini dapat disimak di https://www.gkga-sby.org/mobile/index.php/video-recording/item/490-ibadah-umum-persekutuan-gkga-04-agustus-2019-pdt-stephen-p-manurung