HAL IHWAL DARI SI PENGUTUS DAN YANG DIUTUS

Johor, Minggu, 23 Juni 2019
Pdm. Budy Avianto

Shalom,

Indonesia baru saja menyelenggarakan pemilihan presiden (pilpres) dan pemilihan legislatif (pileg) yang dilakukan serentak pada tanggal 17 April 2019 lalu. Kita dapat mengakses beritanya via media elektronik maupun media cetak. Sementara menunggu hasil pengumuman resmi dari KPU tentang siapa presiden terpilih, salah satu paslon telah memproklamasikan kemenangannya menjadi Presiden periode 2019-2024. Hal ini membuat kegaduhan bagi masyarakat Indonesia. Di tengah kegaduhan yang tidak ada ujungnya, paslon lainnya berinisiatif mengirim delegasi atau utusan yang representatif dengan membawa pesan tertulis maupun dialog untuk mendinginkan suasana panas sekaligus memperoleh solusi bagi kedua kubu. Ada kalanya pengiriman surat atau pesan resmi tidak cukup untuk menjelaskan suatu masalah, diperlukan seorang negosiator andal untuk memperoleh win-win solution.

Ternyata pengutusan sudah berlangsung sejak dahulu, Rasul Paulus juga mengirim utusan karena dia dipenjara dan tidak mungkin datang ke tempat yang diingininya. Siapa utusan yang dipercayai untuk membawa suratnya? Kolose 4:7-9 menuliskan, “Semua hal ihwalku akan diberitahukan kepada kamu oleh Tikhikus, saudara kita yang kekasih, hamba yang setia dan kawan pelayan dalam Tuhan. Ia kusuruh kepadamu dengan maksud supaya kamu tahu akan hal ihwal kami dan supaya ia menghibur hatimu. Ia kusuruh bersama-sama dengan Onesimus, saudara kita yang setia dan yang kekasih, seorang dari antaramu. Mereka akan memberitahukan kepadamu segala sesuatu yang terjadi di sini.”

Apa yang dimaksud dengan hal ihwal? Yaitu berbagai kejadian dan masalah.

Surat Kolose ditulis oleh Rasul Paulus saat ia berada di penjara karena Kristus. Paulus sendiri belum pernah ke Kolose sehingga dia perlu mengirim dua utusan untuk menjelaskan hal ihwalnya yang mungkin tidak dimengerti oleh jemaat Kolose yang tidak mengenal dia secara pribadi. Beda dengan jemaat Efesus, Paulus berada di Efesus selama tiga tahun (Kis. 20:31) sehingga dia mengenal orang-orang percaya/kudus di sana. Surat-surat Paulus ditulis oleh ilham Roh dan dikanonkan menjadi Firman Tuhan. Jujur, kita sering tidak mengerti apa maksud dan pesan Firman saat kita membacanya sehingga diperlukan “utusan” untuk menjelaskannya.

Bagaimana Rasul Paulus mengetahui jemaat Kolose? Melalui Epafras yang juga dipenjara karena Kristus Yesus (Flm. 1:23) dan memberitahu dia tentang orang-orang percaya di Kolose. Epafras sendiri pernah pelayanan di Kolose (Kol. 1:7). Sekalipun hidup dalam keterbatasan, hati Rasul Paulus tidak terkekang oleh tembok-tembok penjara; ia tergerak (oleh Roh Kudus) untuk menulis surat kepada jemaat Kolose.

Rasul Paulus kemudian mengirim dua utusan – Tikhikus dan Onesimus – untuk membawa suratnya ke Kolose. Mereka berdua pasti orang-orang khusus yang dipilih oleh Paulus untuk menjelaskan hal ihwalnya sekaligus hal ihwal mereka sendiri kepada jemaat Kolose.

Kriteria apa yang dimiliki oleh para utusan?

  • Sebagai saudara kita (seiman).

Siapa yang dimaksud dengan “saudara” di sini? Ketika Yesus datang ke dunia kepada milik kepunyaan-Nya, mereka tidak menerima-Nya (Yoh. 1:11). Namun siapa yang menerima-Nya diberi kuasa menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam Nama-Nya (ay. 12).

Tolok ukur menjadi anak Allah ada dalam Pribadi Yesus yang mendapat pengakuan langsung dari Bapa-Nya sebagai saat Ia dibaptis (Mat. 3:17) juga saat Ia dipermuliakan di atas gunung ketika bersama Petrus, Yakobus dan Yohanes (Mat. 17:5). Apa kata Bapa-Nya? “Inilah Anak yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan, dengarkanlah Dia.”

Yesus adalah Anak Allah dan perkataan/Firman-Nya patut didengar; bila kita anak-anak Allah, perkataan kita juga mengandung Firman. Untuk itu kita harus hati-hati dalam bertutur kata karena kita semua banyak bersalah dalam perkataan (Yak. 3:2).

Kita juga diakui sebagai saudara Yesus bila kita melakukan kehendak Bapa Surgawi (Mat. 12:48-50). Dengan kata lain, kita tidak boleh berhenti hanya percaya/beriman kepada Yesus tetapi dilanjutkan menjadi pelaku Firman sebab iman tanpa perbuatan pada hakikatnya mati (Yak. 2:17,26; Why. 1:3).

  • Sebagai saudara yang kekasih.

Untuk menjadi anak-anak Allah yang dikasihi-Nya, perkataan kita mengandung Firman hidup kekal (Yoh. 12:48-50) yang dapat didengar oleh orang lain. Juga pola hidup serta pola pikir kita tidak seperti orang duniawi (Rm. 12:1-2).

  • Sesama hamba dan yang setia.

Sesama hamba berkedudukan sama – tidak ada yang lebih tinggi atau rendah yang menyebabkan terjadinya gap dan perpecahan.

Sesama hamba/pelayan hanya menyembah kepada Allah saja bukan hamba yang suka disanjung/dikultuskan karena Allah tidak berkenan terhadap hamba semacam ini. Dua kali Rasul Yohanes hampir salah menyembah tetapi hamba yang benar akan menolak untuk disembah dan mengarahkan Yohanes untuk menyembah Allah saja (Why. 19:10; 22:8-9).

Kita dahulu adalah sesama hamba dosa dan hidup di bawah ancaman hukuman maut sebagai upah dosa (Rm. 6:17-18,23) tetapi oleh kurban darah Yesus kita menjadi hamba kebenaran dan layak menyembah Allah saja. Segala kepujian, kehormatan dan kemuliaan hanya bagi Dia yang sudah mati dan bangkit bagi kita.

 

Siapa yang menjadi utusan?

  • Tikhikus (fortunate = beruntung). Dia orang kafir berasal dari Asia (Kis. 20:4) yang dipakai menjadi utusan Tuhan.

Kita juga bangsa kafir yang dahulu tanpa Kristus, tidak mendapat bagian dalam janji-Nya, tanpa pengharapan dan tanpa Allah tetapi oleh darah Kristus tembok pemisah dengan bangsa Yahudi dirubuhkan (Ef. 2:12) sehingga kita menjadi sewarga orang-orang kudus dan anggota keluarga Allah (ay. 19) untuk mewarisi Kerajaan-Nya.

  • Onesimus (profitable, useful = bermanfaat, berguna). Kalau tidak berguna untuk apa diutus? Siapa Onesimus ini? Ternyata dia adalah mantan narapidana kriminal; beda dengan Epafras yang dipidana karena Kristus.

Memang Onesimus mantan penipu tetapi oleh kesaksian Paulus dia diubahkan dan menjadi sangat berguna bahkan Paulus bersedia menjamin dia agar dapat diterima kembali oleh majikannya, Filemon (Flm. 1:9-11).

Implikasi: sekalipun kita penuh dengan pelbagai kesalahan, janganlah berputus asa sebab di dalam Dia ada pengharapan. Percayalah kepada Dia yang berfirman dan mati untuk menebus dosa kita. Ia sanggup mengubah kita dari tidak berguna menjadi berguna untuk dipakai menjadi utusan-Nya.

  • Yesus sendiri juga utusan dari Bapa-Nya (Yoh. 6:38-40).

Yesus adalah utusan dari Surga dan siapa percaya kepada-Nya akan dibangkitkan pada akhir zaman. Sebagai utusan Allah, Yesus tidak berkata-kata menurut kehendak-Nya sendiri tetapi melakukan kehendak Bapa-Nya.

Dahulu kita adalah orang yang patut dibinasakan karena dosa tetapi saat percaya kepada Yesus, utusan Allah, kita beroleh keselamatan dan dibebaskan dari hukuman maut untuk dijadikan ahli waris-Nya (Ef. 3:6) sewaris dengan Yesus.

Lebih lanjut, setelah diselamatkan oleh-Nya, kita tidak boleh berpangku tangan melihat masih banyak orang belum diselamatkan. Yesus ingin kita menjadi utusan-Nya (Yoh. 20:21) memberitakan Injil keselamatan sebab bagaimana mereka dapat diselamatkan kalau mereka belum pernah mendengarkan Firman Tuhan?

Dan bagaimana mereka dapat mendengarkan Firman Tuhan jika tidak ada yang mau diutus? Hendaknya kita tidak menjadi orang egois yang puas dengan keselamatan diri sendiri tanpa peduli dengan keselamatan orang-orang di sekitar kita.

Sebelum Yesus naik ke Surga, Ia mengutus murid-murid-Nya untuk memberitakan Injil dan menjadikan seluruh bangsa murid-Nya (Mat. 28:19) serta menjadi saksi-Nya mulai dari Yerusalem, Yudea, Samaria sampai ke ujung bumi (Kis. 1:8).

Aplikasi: kita menjadi utusan Tuhan dimulai dari Yerusalem itulah rumah tangga kita. Sudahkah suami/istri/anak menerima Yesus sebagai Juru Selamat melalui kehidupan kita?

Kesaksian si Pembicara: ± tahun 1980 gereja Lemah Putro dibongkar dan semua jemaat beribadah di Johor. Beliau pergi ke gereja sendirian dan merasa sangat sedih karena istri beliau beda agama. Mertua beranggapan pindah agama sama dengan murtad. Celakanya, beliau tidak menjadi utusan yang baik! Beliau menggunakan Firman Tuhan yang didengarnya untuk „menembak‟ si istri melakukan perintah Tuhan dan ini membuat si istri marah. Untung beliau sadar harus mengubah cara penyampaian Firman kepada istri beliau. Mulailah beliau menyampaikan hal ihwal diri sendiri yang ditegur oleh Firman tanpa menghakimi orang lain termasuk si istri. Mukjizat terjadi, pada saat ibadah Paskah, si istri minta ikut pergi ke gereja dan hingga saat ini beliau bersama istri digembalakan bersama.

Sebagai utusan Allah, kita harus siap memberitakan Firman baik atau tidak baik waktunya (2 Tim. 4:2) dan Firman yang adalah Pribadi Allah disampaikan dengan benar bukan menurut kehendak diri sendiri tetapi kehendak-Nya.

  • Roh Kudus diutus Bapa (Yoh. 14:26) setelah Yesus kembali ke Surga.

Bapa mengirim Roh Kudus/Parakletos/Penghibur yang bertugas menceritakan hal ihwal Bapa Surgawi yang mengutusnya, memimpin kita ke dalam seluruh kebenaran (Yoh. 16:13), menginsafkan dunia akan dosa bagi mereka yang tidak percaya kepada-Nya, akan kebenaran bahwa Ia mati-bangkit-naik ke Surga dan akan penghakiman bagi penguasa dunia (ay. 8-11).

Roh Kudus menolong kita untuk mampu mengingat Firman Tuhan yang didengar juga menghibur dan menolong kita di dalam kelemahan kita. Roh Kudus dan Yesus – Roti hidup yang turun dari Surga – sama-sama utusan yang tidak bertentangan.

Kita patut berbahagia karena dilengkapi oleh Firman Tuhan berisi hal ihwal Kerajaan Surga dan Pemiliknya yang mengutus kita. Sebagai utusan, kita juga memiliki hal ihwal sebagai kesaksian hidup yaitu: sebagai bangsa kafir yang tak berpengharapan beroleh kemurahan diselamatkan dan dipakai menjadi utusan-Nya untuk menyampaikan berita perdamaian (2 Kor. 5:16-18) juga kehidupan lama penuh kejahatan diubah menjadi ciptaan baru sehingga orang yang belum/tidak mengenal Tuhan melihat keubahan hidup kita menjadi percaya kepada-Nya untuk diselamatkan. Mereka menjadi anak-anak Allah, pewaris Kerajaan Surga dan tubuh Kristus yang satu kali kelak bersama kita semua bersatu dengan Kristus sebagai Kepalanya. Amin.