SUAMI & ISTRI – BAPA & ANAK DIPERSATUKAN DALAM KASIH KRISTUS

Lemah Putro, Minggu, 26 Mei 2019

Pdt. Paulus Budiono

 

Shalom,

Hendaknya kita bersedia membuka mata hati untuk menerima Firman Tuhan. Waspada jika kita tetap bersikeras menutup hati terhadap berita Injil kebenaran. Apa kata Rasul Paulus berkaitan dengan pemberitaan Injil? 2 Korintus 4:1-6 menuliskan, “….kami menolak segala perbuatan tersembunyi yang memalukan…Jika Injil yang kami beritakan masih tertutup juga maka ia tertutup untuk mereka yang akan binasa yaitu orang-orang yang tidak percaya yang pikirannya telah dibutakan oleh ilah zaman ini sehingga mereka tidak melihat cahaya Injil tentang kemuliaan Kristus yang adalah gambaran Allah….Sebab Allah yang telah berfirman, “Dari dalam gelap akan terbit terang!”, Ia juga yang membuat terang-Nya bercahaya di dalam hati kita supaya kita beroleh terang dari pengetahuan tentang kemuliaan Allah yang nampak pada wajah Kristus.”

Jemaat hendaknya membuka mata hati untuk menerima Firman Tuhan sementara pengkhotbah/pembicara berkewajiban menyampaikan Injil yang benar (bukan Injil abal-abal) untuk menyatakan siapa Yesus sesungguhnya.

 

Nasihat apa yang disampaikan dalam Surat Kolose 3:18 – 4:1 untuk kita terima dengan hati terbuka?

  • Istri tunduk kepada suaminya (ay. 18),
  • Suami mengasihi istri dan tidak berlaku kasar terhadapnya (ay. 19),
  • Anak-anak menaati orang tuanya (ay. 20),
  • Bapa tidak menyakiti hati anaknya (ay 21),
  • Hamba menaati tuannya dengan tulus (ay. 22),
  • Tuan berlaku adil dan jujur terhadap hambanya (Kol. 4:1).

Mengapa Rasul Paulus menulis ulang ayat-ayat di atas berkaitan dengan kehidupan nikah, keluarga dan sosial (Ef. 5:22 – 6:1-9)? Selama kita masih berkesempatan membaca ayat-ayat ini berarti ayat ini masih berlaku dan kita diminta untuk memperbaiki diri karena kita belum melakukan seperti yang Tuhan inginkan. Jujur, siapa telah melakukan Firman Tuhan dengan sempurna?

Dalam pola pengajaran Tabernakel, Surat Kolose terkena pada Mazbah Pembakaran Ukupan.

Bila kita perhatikan lebih cermat, ayat sebelumnya “Dan segala sesuatu yang kamu lakukan dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu dalam nama Tuhan Yesus sambil mengucap syukur oleh Dia kepada Allah, Bapa kita” (Kol. 3:17) mengingatkan agar di dalam segala sesuatu yang kita (suami, istri, bapa, anak, tuan, hamba) lakukan dengan perkataan atau perbuatan, kita melakukannya dalam Nama Tuhan Yesus sambil mengucap syukur kepada Allah → doa

Mengapa Paulus menyarankan agar tutur kata maupun perbuatan kita di mana pun dan kapan pun harus dilakukan dalam Nama Tuhan Yesus Kristus (bukan sekadar cara doa dengan menutup mata dan melipat tangan) bagaikan dupa yang dibakar siang-malam? Karena emosi sering berperan menghadapi kondisi dan situasi berbeda. Misal: seusai ibadah, kita keluar gereja diliputi damai sejahtera tetapi di tengah jalan mobil kita tibatiba diserempet sepeda motor hingga penyok. Masihkah ada damai atau spontan kita marah mencaci maki pengendara motor, menyuruh berhenti dan meminta ganti rugi? Harus diakui kita masih mudah emosi melihat suami/istri/anak berbuat sesuatu yang tidak sesuai dengan kemauan kita, langsung kita dongkol dan mengomel.

Sebagaimana kemenyan yang dibakar di atas Mazbah Pembakaran Ukupan menghasilkan bau wangi yang memenuhi seluruh Tempat Kudus juga mengusir serangga serta membersihkan ruangan itu; demikian pula ruang hati, kelakuan dan perkataan kita menghasilkan kesaksian harum karena kita suka berdoa dan membaca Firman Tuhan.

Nama Tuhan Yesus mengandung kuasa dan janji luar biasa. Jangan kita menyalahgunakan Nama-Nya demi kepentingan dan keuntungan diri sendiri. Sebaliknya, apa pun yang kita kerjakan, kita melakukannya dalamNama Tuhan Yesus Kristus supaya Allah Bapa dipermuliakan. Contoh: suami mencintai istri tanpa syarat; demikian pula istri tunduk kepada suami tanpa alasan tertentu.

Sebelum naik ke Surga, Yesus menawarkan agar kita meminta di dalam Nama-Nya (Yoh. 14:13,14) dan meminta kepada Bapa dalam Nama-Nya maka Ia akan memberikannya kepada kita (Yoh. 15:16).

Kuasa apa yang terdapat di dalam Nama Tuhan Yesus?

  • Ketika orang-orang mendengar Petrus berkhotbah, hati mereka terharu/tertusuk dan bertanya kepadanya, “Apa yang harus kami perbuat?” Petrus menyuruh mereka bertobat dan dibaptis dalam nama Yesus Kristus untuk pengampunan dosa (Kis. 2:37-38).

Nama Yesus Kristus berkuasa menobatkan 3.000 orang (ay. 41). Jelas, Nama-Nya berkuasa memberikan pengampunan dosa dan keselamatan.

Yesus juga pernah mengatakan, “Mintalah maka akan diberikan kepadamu; carilah maka kamu akan mendapat; ketuklah maka pintu akan dibukakan bagimu” (Mat. 7:7) namun jangan kita mencari sembarangan (seluruh perkara dunia yang kita butuhkan) sehingga melupakan perkara Surga yang kekal. Dengan kata lain, jangan kita menggunakan Nama-Nya untuk memenuhi keinginan duniawi!

  • Menjelang waktu sembahyang, pukul tiga petang, Petrus dan Yohanes naik ke Bait Allah. Mereka mendapati orang lumpuh sejak lahir meminta sedekah di dekat pintu gerbang bait Allah. Petrus mengatakan, “Emas dan perak tidak ada padaku tetapi apa yang kupunyai kuberikan kepadamu: Demi nama Yesus Kristus, orang Nazareth itu, berjalanlah!” (Kis. 3:1-6) Orang itu berdiri dan berjalan oleh karena di dalam Nama Yesus ada kuasa kebangkitan.

Terbukti di dalam Nama Yesus juga ada mukjizat. Lebih lanjut Petrus meyakinkan, “Keselamatan tidak ada di dalam siapa pun juga selain di dalam Dia (= Yesus; Red.) sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan.” (Ks. 4:12)

Apakah pelayanan Petrus dan Yohanes selalu berjalan mulus? Mereka ditangkap dan ditahan. Keesokan harinya mereka disidang oleh pemimpin-pemimpin Yahudi, tua-tua, ahli-ahli Taurat dan dilarang berbicara menggunakan nama itu (Yesus). Namun mereka dengan berani menjawab, “Silakan kamu putuskan sendiri manakah yang benar di hadapan Allah: taat kepada kamu atau taat kepada Allah. Sebab tidak mungkin bagi kami untuk tidak berkata-kata tentang apa yang telah kami lihat dan yang telah kami dengar.” (Kis. 4:19-20)

Perhatikan, di zaman dahulu Nama Yesus telah dihalangi oleh pemimpin-pemimpin rohani yang berpengaruh; terlebih di zaman akhir ini. Namun jangan kita kompromi maupun toleransi seperti telah dilakukan oleh Petrus dan Yohanes karena mereka tidak hanya mendengar tetapi mempunyai pengalaman bersama Yesus.

Aplikasi: hendaknya kita menjadi orang Kristen bukan karena mengikuti orang tua kita yang beragama Kristen tetapi karena kita mengalami perjumpaan pribadi dengan Yesus.

Tidak puas disidang oleh pemimpin-pemimpin Yahudi, Petrus dan Yohanes dibawa ke mahkamah agama dan disidang oleh imam besar yang melarang keras mereka mengajar dalam Nama Yesus (Kis. 5:27-28). Dengan lantang Petrus menjawab, “Kita harus lebih taat kepada Allah dari pada kepada manusia. Allah nenek moyang kita telah membangkitkan Yesus yang kamu gantungkan pada kayu salib dan kamu bunuh. Dialah yang telah ditinggikan oleh Allah sendiri dengan tangan kanan-Nya menjadi Pemimpin dan Juruselamat supaya Israel dapat bertobat dan menerima pengampunan dosa.” (ay. 29-31)

Memang kita diberi kebebasan menggunakan Nama Yesus tetapi apakah ada motivasi di baliknya? Buktinya banyak orang menggunakan Nama Yesus dalam bernubuat, mengusir setan, mengadakan mukjizat tetapi Tuhan tidak mengenal bahkan menolak mereka (Mat. 7:21-23). Jangan menyalahgunakan Nama-Nya untuk kepentingan-kepentingan duniawi yang menimbulkan pengotak-ngotakan dan perpecahan. Yesus mengatakan, “Siapa tidak bersama Aku, ia melawan Aku dan siapa tidak mengumpulkan bersama Aku, ia mencerai-beraikan.” (Mat. 12:30)

Bila kita menggunakan Nama-Nya dengan tepat dan baik, Yesus berjanji di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam Nama-Nya, Ia ada di tengah-tengah mereka (Mat. 18:20).

Introspeksi: apakah Yesus ada di tengah-tengah kehidupan nikah suami-istri maupun kehidupan keluarga (suami-istri dan anak)?

Tuhan membuat hukum nikah yang berlaku bagi suami-istri dan hukum keluarga menyangkut ayah-anak supaya terjadi keseimbangan. Masing-masing tahu posisi dan kedudukannya untuk saling menghargai satu sama lain.

Bagaimana sikap dan tindakan seorang suami di luar rumah? Bagaimana dia memperlakukan orang-orang atasannya, sesama level maupun orang-orang bawahannya? Apakah dia menjadi kesaksian baik karena melakukan filosofi agama atau karena mempraktikkan Firman Tuhan? Paulus menjadi bukti nyata perubahan hidup oleh sebab pertemuannya dengan Tuhan. Tanpa malu dia mengaku sebagai orang paling berdosa (1 Tim. 1:15) meskipun dia pelaku hukum Taurat tanpa cacat (Flp. 3:5-6). Paulus beroleh anugerah keselamatan serta menjadi teladan baik dan Nama Yesus dipermuliakan.

Aplikasi: hendaknya kita mempermuliakan Nama Yesus Kristus melalui tutur kata, sikap dan tindakan kita. Contoh: kita tidak ikut-ikutan korupsi yang dilakukan secara massal di tempat kita bekerja. Kita juga tidak mudah menyebarkan hoaxs yang marak di medsos dst.

Awalnya Allah menciptakan laki-laki dan perempuan sederajat/sepadan karena mereka dijadikan menurut gambar dan rupa-Nya (Kej. 1:26) meskipun fisik dan emosinya berbeda tetapi perbedaan ini justru saling melengkapi sehingga terjadi keseimbangan. Menjadi „satu daging‟ bukan berarti istri berubah menjadi suami atau suami menjadi istri; masing-masing tetap dalam kodratnya tetapi laki-laki dituntut mencintai istri tanpa syarat. Bukankah saat melihat Hawa, Adam mengatakan “inilah dia tulang dari tulangku dan daging dari dagingku” sebagai cetusan cinta? Sayang, begitu mereka melanggar perintah Allah dan jatuh dalam dosa, laki-laki mulai tidak jujur.

Sejak awal penciptaan, mata Adam-Hawa sudah terbuka dan melihat pasangannya telanjang tetapi mereka tidak malu (Kej. 2:25). Namun ular menipu mereka dengan mengatakan, “Sekali-kali kamu tidak akan mati…pada waktu kamu memakannya matamu akan terbuka dan kamu akan menjadi seperti Allah..” (Kej. 3:4) Allah melarang mereka makan buah itu sebab jika dimakan mereka pasti mati (Kej. 2:17) bukan dapat melihat karena sejak semula mereka sudah dapat melihat. Manusia terjebak, akhirnya mata mereka terbuka bukan melihat Tuhan melainkan kesalahannya. Waspada, jebakan-jebakan yang disodorkan Iblis bertujuan merusakkan kesatuan nikah. Kalau suami/istri suka melihat sesuatu di luar Firman Allah, lambat laun kehidupan nikah mereka akan bermasalah. Secepatnya kita melihat sesuatu dan terpengaruh dengan apa yang ada di dunia, yaitu: percabulan, kenajisan, hawa nafsu, nafsu jahat, keserakahan yang sama dengan penyembahan berhala (Kol. 3:5), mata kita tidak lagi melihat kemuliaan Allah tetapi cepat melihat kejelekan orang lain yang diekspresikan melalui tutur kata pedas bersifat menghakimi bahkan menghina.

Dunia kejahatan dan kenajisan makin memuncak; untuk itu keseimbangan harus terjadi. Tuhan sudah memberikan kasih-Nya kepada kita, sekarang terserah kita mau mempraktikkannya atau tidak. Mempraktikkan cinta ditandai dengan penyerahan diri sepenuh tanpa dibumbui syarat dan alasan tertentu. Misal: suami mencintai istri dengan syarat istri mau tunduk kepadanya. Kesatuan harus dipupuk terus hingga kita masuk ke dalam Yerusalem Baru.

Lebih lanjut Firman Tuhan juga menasihati hubungan anak dan orang tua. Kenyataannya, orang tua sering membuat anak-anak mereka tersiksa. Contoh: Ishak dan Ribka mempunyai dua anak tetapi Ishak lebih mencintai Esau sementara Ribka lebih mencintai Yakub (Kej. 25:28). Perlakuan Ishak dan Ribka yang pilih kasih terhadap anak-anaknya berakhir dengan rusaknya hubungan nikah (Ribka menipu Ishak melalui Yakub untuk merampas berkat kesulungan; Kej. 27:1-40) dan keluarga (Esau berniat membunuh Yakub yang telah merampas hak dan berkat sulung; Kej. 27:41).

Seharusnya Ishak dan Ribka makin bijak di masa tuanya tetapi sayang di masa muda mereka sudah keliru dalam membagikan kasih kepada dua putranya. Sebagai wanita berperasaan sensitif, Ribka pernah mengeluh mengapa janin kembar dalam kandungannya bertolak-tolakan (Kej. 25:22) dan hatinya cenderung mengasihi Yakub begitu dia melahirkan. Gara-gara pilih kasih, Ribka menipu suami dan menjerumuskan anaknya ke dalam kebencian terhadap saudaranya. Ishak di usia tua, yang dikatakan memiliki iman, bertindak tidak rohani di akhir-akhir hidupnya. Dia tidak tahu kapan hari kematiannya tiba tetapi pikirannya fokus pada daging (Kej. 27:1-3). Demidaging, dia sudah menyakiti hati Esau yang meraung-raung sangat keras karena kehilangan berkat sulung (ay. 31-38).

Senangkah Yakub mendapatkan hak sulung yang diperolehnya dengan barter masakan kacang merah (Kej. 25:29-34)? Dia harus meninggalkan orang tuanya karena takut dibunuh Esau (Kej. 27:42-45) bahkan dalam kehidupannya berkeluarga kelak dia ditipu habis-habisan oleh mertuanya (Kej. 29:20-30; 31:6-7).

Sungguh, Tuhan menginginkan keseimbangan dalam kehidupan nikah, keharmonisan dalm rumah tangga juga relasi baik dalam kehidupan sosial berlandaskan kasih-Nya. Jujur, tidaklah mudah mempraktikkan kasih sebab kasih itu sempurna. Bukankah dengan makin bertambahnya kedurhakaan kasih manusia menjadi dingin (Mat. 24:12)? Jangan bersifat seperti bunglon dengan memanipulasi maupun mengkamuflase kasih!

Alkitab memberikan contoh buruk lain tentang perlakuan ayah yang menyakiti hati anaknya, terjadi pada Raja Saul terhadap Yonatan, anaknya. Saul sangat membenci Daud dan berusaha membunuhnya namun Yonatan berpihak kepada Daud dan menyuruhnya pergi untuk menghindari upaya pembunuhan yang akan dilakukan oleh ayahnya (1 Sam. 20:27-29). Bagaimana respons Saul terhadap pembelaan Yonatan terhadap Daud? “Lalu bangkitlah amarah Saul kepada Yonatan, katanya kepadanya: "Anak sundal yang kurang ajar! Bukankah aku tahu bahwa engkau telah memilih pihak anak Isai dan itu noda bagi kau sendiri dan bagi perut ibumu?” (ay. 30)

Saul bertemperamen tinggi, mudah meledak-ledak amarahnya disertai kata-kata cacian tidak peduli terhadap siapa pun termasuk anaknya sendiri. Yonatan disebut anak sundal, berarti Saul merendahkan istrinya sendiri dan dianggapnya seperti perempuan sundal.

Apa yang terdapat dalam hati Raja Saul? Ia sangat ambisi terhadap kedudukan dan takut Daud akan merebut kerajaannya. Ia memprovokasi Yonatan untuk menyerahkan Daud tetapi Yonatan „memberontak‟ dan menanyakan kesalahan apa yang telah diperbuat Daud (1 Sam. 20:31-32). Saul yang sudah dikuasai roh jahat tidak dapat menguasai diri dan akan membunuh anaknya sendiri (ay. 33).

Introspeksi: apa yang keluar dari mulut ketika kita marah besar? Apakah kata-kata cacian, sumpah serapah dan kutukan terhadap suami/istri/anak yang menyinggung dan menyakiti ego kita? Jangan gemar menjelek-jelekkan pasangan hidup maupun keluarga sendiri di depan umum! Perkataan kotor nan kasar keluar dari mulut bukan sekadar kekhilafan tetapi merupakan luapan dari hati (Mat. 12:34).

Tak dapat disangkal, setiap dari kita pasti mempunyai kekurangan dan kelemahan. Apa kekurangan anak terhadap orang tua? Mereka tidak perlu mengakui Allah maka Ia menyerahkan mereka kepada pikiran-pikiran terkutuk, mereka menjadi pengumpat, pembenci Allah, kurang ajar, sombong, pandai dalam kejahatan, tidak taat kepada orang tua (Rm. 1:28-30). Jika seseorang tidak mau mengenal Allah yang adalah Sumber kasih, kekudusan dan keselamatan, orang itu akan makin jauh dari-Nya dan hidupnya tidak akan tertolong alias binasa kecuali jika ia kembali kepada Allah.

Bagaimana kondisi manusia di akhir zaman ini? Akan datang masa sukar/berbahaya (perilous). Manusia akan mencintai diri sendiri, menjadi hamba uang, sombong, pemfitnah, memberontak terhadap orang tua, tidak tahu berterima kasih dan tidak memedulikan agama (2 Tim. 3:1-2).

Baik suami, istri dan anak memerlukan Tuhan tetapi jangan ibadah dilakukan karena paksaan. Anggota keluarga dapat diselamatkan melalui kesaksian suami/istri/ayah/ibu/anak yang mengenal Dia dan mengalami keubahan hidup. Hanya di dalam Allah ada kasih, di dalam Yesus Kristus ada iman dan di dalam Roh Kudus ada pengharapan yang memampukan terjadinya kesatuan nikah dan keluarga. Amin.