Matikan Dan Buang Hidup Lama; Kenakan Manusia Baru!

Pdt. Paulus Budiono, Lemah Putro, Minggu, 12 Mei 2019

 

Shalom,

Kita begitu menikmati ketika menyanyikan lagu “Menjadi s’perti Kau Yesus, menjadi s’perti Kau Yesus, menjadi sempurna dalam seluruh hidupku”. Namun timbul satu pertanyaan, sungguhkah kita mampu menjadi sama seperti Yesus? Semua dapat terjadi oleh sebab pertolongan Tuhan melalui Firman-Nya. Yakinlah bahwa Yesus adalah satu-satunya Penjunan yang menciptakan kita semua (Yes. 64:8) dan Rasul Paulus menegaskan bahwa setiap orang yang ada di dalam Kristus adalah ciptaan baru (2 Kor. 5:17). Ilustrasi: jemaat yang dibentuk oleh pendeta dengan aneka ragam latar belakang sering menimbulkan gesekan dan perselisihan antargereja akibat pola pikir hasil bentukan dari para pendeta tersebut. Jauh berbeda bila kita semua dibentuk oleh satu Pribadi, Tuhan, hasilnya ialah kita semua memiliki pola pikir sama seperti yang dikehendaki-Nya.

Apa yang dikehendaki Tuhan bagi kita yang dibentuk oleh-Nya? Kolose 3:9-10 menuliskan, “Jangan lagi kamu saling mendustai karena kamu telah menanggalkan manusia lama serta kelakuannya dan telah mengenakan manusia baru yang terus-menerus diper-baharui untuk memperoleh pengetahuan yang benar menurut gambar Khaliknya.”

Kita diperhadapkan pada dua sisi kehidupan: manusia/hidup lama dan manusia/hidup baru. Kita tidak dapat memiliki kedua-duanya; jika kita masih mempertahankan hidup lama, tidak mungkin kita mendapatkan hidup baru. Sebaliknya, jika kita mau hidup baru, kita harus rela membuang manusia lama kita. Ilustrasi: ada orang suka menyimpan barang-barang lama hingga tahunan di tempat yang tidak pernah dibuka. Ketika diadakan pembersihan, tempat tersebut pengap, kotor berdebu, penuh sarang labah-labah dan timbunan barang-barang lama yang sudah usang. Tempat tersebut tidak sedap dipandang mata juga tidak baik bagi kesehatan karena banyak bakteri dan virus yang ditimbulkan olehnya. Sekarang tergantung pada pemilik rumah, apakah masih sayang untuk mem-buangnya walau berisiko mengganggu kesehatan (sesak napas, batuk, gatal-gatal dll. 

Apa yang harus kita ‘bersihkan’ agar (rumah) hidup kita sehat?

  • Mematikan segala sesuatu yang duniawi: percabulan, kenajisan, hawa nafsu, nafsu jahat, keserakahan yang sama dengan penyembahan berhala (Kol. 3:5).

Jemaat Kolose (juga kita) sudah bertobat, disucikan oleh darah Yesus untuk men-jadikan kita kudus tak bercacat di hadapan-Nya (Kol. 1:21-22) tetapi kita masih diminta untuk mematikan segala sesuatu yang bersifat duniawi. Faktanya, kita sibuk mem-bersihkan dan memperindah rumah (fisik) tetapi berapa sering kita membersihkan hidup rohani kita?

Firman Tuhan mengingatkan jika kita bangkit bersama Kristus, kita harus mencari dan memikirkan perkara yang di atas (Kol. 3:1-2) namun sekarang kita juga diminta untuk mematikan segala sesuatu duniawi yang di bumi ini. Mudahkah hal ini dilakukan? Apa maunya Tuhan? Supaya ketika Ia menyatakan diri-Nya kelak, kita pun menyatakan diri bersama-Nya dalam kemuliaan (Kol. 3:4). Untuk itu selama kita masih bernapas di dunia ini, kehidupan kita harus senantiasa diubahkan/diperbarui. Janji ayat ini tidak berlaku jika kita telah dipanggil Tuhan karena sudah terlambat. Semua dimulai dari kematian atas segala dosa (bertobat) untuk dibangkitkan bersama Dia dan hidup dalam kekudusan hingga satu kali kelak dipermuliakan bersama Dia ketika bersanding dengan-Nya.

Kita yang telah dibangkitkan bersama Yesus mengemban tugas memberitakan Kera-jaan Surga kepada masyarakat Indonesia agar negara kita berada dalam kuasa peme-rintahan Yesus Kristus sehingga tercipta Kerajaan Surga di bumi Indonesia tercinta (Why. 11:15). Semua ini kita kerjakan berlandaskan kasih karena Allah kita adalah kasih dan mengasihi dunia ini sehingga mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal supaya setiap orang yang percaya kepada-nya tidak binasa melainkan beroleh hidup kekal (Yoh. 3:16).

Mengapa kita harus menanggalkan manusia lama serta kelakuannya (Kol. 3:9)? Karena sifat-sifat lama masih melekat dalam kita selama kita masih hidup. Oleh sebab itu diperlukan keberanian dan kemauan keras untuk mematikannya agar kita bergairah mencari dan memikirkan perkara di atas. Kalau tidak, kita akan makin ter-obsesi mencari perkara-perkara duniawi untuk memuaskan keinginan daging sehingga melupakan Sang Pencipta.

Sama seperti kita membuang barang-barang rongsokan tanpa meninggalkan bekas, bukan disingkirkan di suatu tempat dan ditutupi agar tidak kelihatan; demikian pula kita harus membuang semua karakter manusia lama tanpa menyisakan satupun. Misal: kita tidak lagi berzina (dapat melanda siapa pun termasuk Hamba Tuhan), tidak korupsi, tidak melakukan tindakan kriminal dll. tetapi masih memelihara sifat serakah dan sombong. Waspada, apa yang kita tabur, itu pula yang akan kita tuai (Gal. 6:7).

Sesungguhnya, semakin kita menyelidiki perkara di atas (Firman Allah), semakin kita mengerti apa yang membahayakan di bumi ini. Contoh: kita mengerti bahaya dan konsekuensi percabulan karena Firman Tuhan menekankan kehidupan nikah yang utuh dan kudus dst.

Apa konsekuensinya jika kita mempertahankan segala sesuatu bersifat dunia-wi? Murka Allah turun (Kol. 3:6).

Jangan berpikir orang yang mengumbar nafsu seks dengan gonta-ganti pasangan tidak dihukum Tuhan, satu hari dia akan terjangkit penyakit HIV yang mematikan. Demikian pula dengan sifat nafsu jahat, serakah/tamak dll. Logikanya, ayat-ayat di atas tidak mungkin dicantumkan lagi kalau tidak bertujuan memperingatkan kita walau kita sudah menerima Yesus, disucikan oleh darah-Nya dan dipenuhi oleh Roh Kudus.

Mampukah kita mematikan segala perkara duniawi tersebut? Yesus telah menang dari kematian dan bangkit untuk hidup selama-lamanya. Karena Ia menang atas kematian dan maut tidak berkuasa lagi atas-Nya, kita yang mati dengan-Nya dan hidup dengan-Nya juga menang atas semua godaan dosa.

Bukankah upah dosa adalah maut (Rm. 6:23)? Bagaimana dengan kondisi kita yang sudah dibangkitkan bersama dengan Kristus? Kita juga tidak lagi dikuasai oleh dosa sebab kita telah mati dan bebas dari dosa untuk hidup bagi Allah dalam Kristus Yesus (ay. 7-11). Jangan kita mencari alibi dengan mengatakan kita adalah manusia lemah beda dengan Yesus kemudian melakukan dosa (bohong, benci, korupsi, selingkuh dll.) dengan sengaja. Ini sama dengan kita meremehkan kuasa kebangkitan Kristus. Perhatikan, orang yang tidak percaya/beriman kepada Firman Allah itu sudah dosa (bnd. Rm. 14:23)! Dan dosa sekecil apa pun akan berkembang biak menjadi besar jika tidak segera dimatikan. Rasul Paulus mengakui justru di dalam kelemahan dia menjadi kuat (tidak kecewa, putus asa dst.) oleh sebab kuasa Kristus menaunginya sehingga tidak ada yang patut disombongkan dari dirinya (2 Kor. 12:7-10).  

Mengapa kita sering kali jatuh kembali dalam dosa? Karena kita merasa kuat sehingga tidak memerlukan Tuhan. Bukankah kita sering berdoa meminta pertolongan Tuhan, setelah dikabulkan kita merasa sudah menang kemudian tidak lagi membutuhkan Dia? Itu sebabnya Tuhan mendatangkan ujian untuk mengetes apakah kita benar-benar sudah terlepas dari dosa sebab Ia ingin membentuk kita menjadi pengikut-Nya yang kuat bukan untuk kebanggaan/kesombongan/kehebatan tetapi untuk kemuliaan-Nya.

  • Membuang marah, geram, kejahatan, fitnah, kata-kata kotor yang keluar dari mulut, tidak saling mendustai

Mengapa kita mudah marah, memfitnah, mengata-ngatai seseorang dan suka ber-dusta? Karena ego kita terusik sehingga kita merasa tidak nyaman dan aman. Jujur, kita selalu menuntut sesuatu yang enak dan cocok dengan kemauan kita. Kalau tidak terpenuhi, kita cepat tersinggung dan marah karenanya. Padahal, ‘orang mati’ tidak dapat lagi merespons apa pun yang menyerangnya.

Memang filosofi-filosofi dunia sangat bagus tetapi Rasul Paulus meminta kita meno-laknya karena filsafat-filsafat tersebut dibuat berdasarkan pengalaman manusia ber-dosa (Kong Fu Tze, Lao Tze, Sokrates, Plato, Siddhartha Gautama dll.). Bagi mereka, kesalahan terjadi karena human error bukan dosa sebab mereka tidak percaya adanya Allah.

Harus diakui manusia ditandai kelemahan; itu sebabnya kita membutuhkan kekuatan Tuhan untuk diubahkan dari waktu ke waktu supaya yang lama dibuang dan yang baru muncul. Jangan bangga jika kita memang berkelakuan baik sebab semua manusia lama ‘berpakaian buruk’ sehingga harus ditanggalkan untuk menjadi manusia baru dan terus menerus diperbarui agar beroleh pengetahuan benar menurut gambar Khaliknya (Kol. 3:9-10).

Ilustrasi: kita membeli pakaian baru hari ini, setelah dipakai dan dicuci pakaian tersebut tidak lagi baru karena keluar produk pakaian baru lagi. Itu sebabnya manusia baru kita harus senantiasa diperbarui alias tidak boleh mandeg. Misal: minggu lalu kita berbicara baik tetapi hari ini berbicara sembarangan dan sia-sia. Ini membuktikan bahwa pem-baruan yang kita alami tidak konstan dan stabil; membuat diri sendiri semakin tidak mengenal Sang Pencipta/Khalik.

Pembaruan yang terjadi dari hari ke hari akan menghapuskan SARA (Kol. 3:11) – tidak lagi ada perbedaan ras, etnis, perbedaan tingkat sosial dll. Pola pikir kita dibarui sehingga tidak mudah menghakimi dan menyudutkan seseorang.

Sudahkah kita mengalami pembaruan hidup dari hari ke hari oleh Firman Tuhan sehingga kita dapat mencari dan memikirkan perkara-perkara di atas dan mematikan serta menanggalkan manusia lama kita? Pembaruan tidak berlaku instan dan tidak pula terjadi hanya seminggu/sebulan/setahun sekali tetapi berlangsung terus menerus hingga kita menjadi serupa dengan Kristus dan sesuai dengan kehendak-Nya. Amin.