Bertekun Dalam Iman, Rohani Bertumbuh Hingga Kasih

Pdm. Budy Avianto, Lemah Putro, Minggu, 17 Maret 2019

Shalom,

Kita patut berbahagia hidup di zaman penuh kemudahan dan kenyamanan sekarang, kita tidak perlu kepanasan karena ruangan dipasangi alat pendingin (AC), tidak perlu ngotot berteriak-teriak karena ada pengeras suara, dapat melihat orang maupun benda dengan jelas karena ada lampu penerang dst. Semua ini berkaitan dengan penggunaan listrik namun pernahkah kita tahu siapa yang menemukan listrik? Dan apa maksud serta tujuan si penemu ‘menciptakan’ listrik? Jujur, kita tidak (mau) tahu siapa penemunya, yang pen-ting listrik menyala dan tiap bulan kita membayar biaya pemakaian listrik. Listrik memang banyak manfaatnya tetapi dapat pula bersifat negatif misal: kursi listrik bagi hukuman mati narapidana, korsleting menyebabkan kebakaran atau seseorang meninggal karena kese-trum; para demonstran memakai pengeras suara untuk memaki-maki orang dst. Dalam hal ini listrik disalahgunakan oleh si pemakai tanpa mengerti maksud penggunaan dari si penemu.

Apa maksud dan tujuan utama Allah menciptakan alam semesta pada hari kesatu hingga hari kelima? Semua ciptaan-Nya menjadi prasarana dan sarana yang disiapkan bagi manu-sia yang diciptakan pada hari keenam untuk dapat menikmatinya karena Allah mengasihi manusia sebagai ciptaan tertinggi yang diciptakan menurut gambar dan rupa-Nya (Kej. 1:26-27). Manusia menjadi pengguna/pengelola alam semesta bahkan menaklukkannya (ay. 28) yang seharusnya menjadi otoritas Allah sebagai Sang Pencipta. Ini membuktikan kasih Allah kepada manusia dengan mendelegasikan kuasa-Nya untuk dilaksanakan oleh manusia. Namun ada satu perintah Allah yang harus dipatuhi manusia yaitu mereka boleh memakan buah dari semua pohon dalam Taman Eden kecuali buah dari pohon penge-tahuan tentang yang baik dan yang jahat; pada hari mereka memakannya mereka pasti mati (Kej. 2:16-17).

Sayang, manusia yang seharusnya berkuasa atas segala ciptaan Allah malah dikuasai olehnya karena ketidaktaatannya kepada Sang Pencipta. Manusia lebih mengikuti bujukan ular dan mereka ditaklukkan oleh keinginan diri sendiri ketimbang taat kepada Allah, Si Penguasa alam semesta. Akibatnya, Allah murka dan mengusir mereka keluar dari Eden (Kej. 3:23). Manusia yang sebelumnya begitu akrab berkomunikasi dengan Allah menjadi jauh dari-Nya karena mereka tidak dapat masuk kembali ke Taman Eden sebab di sebelah timur ditempatkan-Nya beberapa kerub dengan pedang bernyala-nyala dan menyambar-nyambar untuk menjaga jalan ke pohon kehidupan (ay. 24).

Terbukti semakin jauh manusia dari Sang Pencipta, mereka menjadi semakin jahat – sega-la kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata (Kej. 6:5) membuat Allah ‘menyesal’ telah menjadikan manusia lalu menenggelamkan bumi kecuali Nuh sekeluarga beroleh kasih karunia-Nya (ay. 8).

Apakah manusia kembali kepada Allah setelah hukuman air bah? Manusia tetap hidup da-lam dosa dan kembali Allah membumihanguskan Sodom dan Gomora (Kej. 19). Sesuai perkataan Allah kepada Abram, keturunannya akan diperbudak di suatu negeri selama 400 tahun (Kej. 16:13). Faktanya, bangsa Israel diperbudak di Mesir. Allah mendengarkan seruan mereka dan mengetahui penderitaan mereka (Kel. 3:7). Oleh karena kasih-Nya, Ia membebaskan mereka dan menuntun mereka menuju tanah yang dijanjikan-Nya itulah Kanaan.

Di era Perjanjian Baru, oleh karena kasih-Nya, Allah mengirim Putra tunggal-Nya, Yesus, datang ke dunia (Yoh. 3:16) karena Ia ingin dekat dan berkomunikasi dengan manusia seperti di Taman Eden. Yesus adalah wujud dari Allah yang tidak dapat dilihat kasatmata (Yoh. 1:18). Yesus – Sang Firman – menjadi manusia dan berdiam di antara kita (ay. 14) dan Yesus adalah Allah (ay. 1) yang adalah kasih dan kebenaran.

Kini kita dapat berkomunikasi dengan pribadi Allah melalui Firman-Nya yang kita dengar dan baca. Sebenarnya kita dapat mengenal Allah yang tidak kelihatan dengan (mau) mem-baca Alkitab dan memercayai-Nya. Bagi yang tidak percaya, dia dapat melihat karya cipta-an Allah yang terdapat dalam alam semesta. Kenyataannya, Yesus datang ke dunia tetapi dunia tidak mengenal-Nya bahkan orang-orang kepunyaan-Nya (yang diciptakan sesuai dengan gambar dan rupa-Nya) menolak Dia (Yoh. 1:9-11). Namun mereka yang menerima-Nya diadopsi menjadi anak-anak Allah yang diperanakkan bukan dari darah dan daging (ay. 12-13).

Ternyata dari hari ke hari manusia makin jauh dari Allah karena mereka tidak hidup dalam kebenaran dan tidak menaati Firman-Nya padahal Ia datang mendekat agar manusia bo-leh hidup di dalam kebenaran.

Bagaimana kondisi kita sebelum mengenal Allah? Kolose 1:21 menuliskan, “Juga kamu yang dahulu hidup jauh dari Allah dan yang memusuhi-Nya dalam hati dan pikiran seperti yang nyata dari perbuatanmu yang jahat,”

Kita diingatkan bahwa dahulu kita juga hidup jauh dari Allah seperti Adam-Hawa setelah jatuh dalam dosa. Apa penyebab kita menjadi jauh dari-Nya?

  • Kita memusuhi-Nya dalam hati dan pikiran, dinyatakan dalam perbuatan jahat dengan mencintai dunia. Kita tidak setia kepada-Nya dan bersahabat dengan dunia (kosmos) yang menjadikan kita musuh-Nya (Yak. 4:4). Apa bukti kita mencintai/bersahabat de-ngan dunia? Kita menyerahkan diri dikuasai oleh dunia dan menikmati bahkan terikat dengan keinginan daging, keinginan mata dan keangkuhan hidup (1 Yah. 2:15-16). Dengan demikian, kita tidak taat kepada Allah, Sang Pencipta yang mengasihi kita, tetapi takluk kepada benda-benda ciptaan-Nya.

Perlu diketahui Allah itu adalah Allah yang cemburu (Kel. 20:5) dan Ia tidak mau hati kita ada ikatan dengan orang/benda lain. Seperti Dia mencintai kita, Ia ingin kita juga memberikan hati hanya untuk-Nya. Istilah cemburu biasa digunakan untuk hubungan suami-istri berkaitan dengan ke(tidak)setiaan. Bila manusia mendua hati, dia sesung-guhnya tidak mencintai Allah. Sikap ini dianggap kejahatan oleh Allah sebab manusia menjauh dari-Nya.

  • Perbuatan daging

Rasul Paulus dan Barnabas menginjil ke Pulau Siprus dan gubernur Sergius Paulus ingin mendengar Firman Allah dari mereka. Namun si tukang sihir dan nabi palsu Elimas yang juga kawan dari gubernur menghalang-halangi mereka dan berusaha membelok-kan iman gubernur. Paulus yang penuh Roh Kudus menghardiknya dan tangan Tuhan membuat Elimas menjadi buta.

Kita patut bersyukur sekarang kita diperdamaikan dengan Allah melalui kematian Yesus Kristus dan menempatkan kita kudus tak bercela di hadapan-Nya (Kol. 1:22). Masalahnya, apakah kita percaya bahwa Allah itu kasih? Kalau kita dapat beribadah dan mendengar serta membaca Firman yang menegur, menyatakan kesalahan, menasihati mereka yang hidup di luar kebenaran, ini karena kasih Allah. Ia ingin merangkul kita supaya kita tidak melakukan kejahatan dan terhilang tetapi percaya dan bertobat menjadi dekat kembali dengan-Nya.

Bagaimana sikap kita terhadap Allah yang telah menyatakan kasih-Nya kepada kita?

v Kita harus bertekun dalam iman dan tidak mau digeser dari pengharapan injil (Kol. 1:23). Iman timbul dari mendengar Firman Kristus (Rm. 10:17) dan iman kita tidak mudah digeser jika fondasinya kuat.

Jika kita tekun mendengarkan Firman dan mempraktikkannya dalam keseharian hidup, sifat kita diubahkan selaras dengan kebenaran Firman. Dengan demikian, fondasi iman kita kuat untuk tidak mudah digoyahkan.

Kita diciptakan oleh Tuhan untuk dimiliki Dia sepenuhnya (Kol. 1:16). Ternyata kita tidak cukup hanya beriman kuat dengan mendengarkan dan mempraktikkan Firman tetapi Firman yang tertukik dalam hati (menjadi iman) senantiasa bertumbuh karena siapa yang mempunyai (iman) kepadanya akan diberi (iman) tetapi siapa tidak mem-punyai (iman), darinya akan diambil juga apa yang dianggap ada padanya (Luk. 8:18).

Dalam pola Tabernakel, iman (Pintu Gerbang) yang berada di Pelataran tidak boleh berhenti di sana artinya iman percaya kita di dalam Tuhan tidak boleh berhenti setelah puas diberkati tetapi kehidupan rohani kita harus bertumbuh dan dikuduskan terus menerus hingga tidak bercacat cela, sempurna seperti Dia sempurna. Dalam kondisi semacam ini, kita dimiliki Tuhan seutuhnya.

v Kita menuruti segala perintah-Nya sebagai bukti kasih kita kepada-Nya (Yoh. 14:15). Dampaknya, Roh kebenaran (Roh Kudus) menyertai dan diam di dalam kita (ay. 16-17) bersama Bapa dan Yesus (ay. 23) seperti Tabut Perjanjian berisikan tiga benda di dalamnya yaitu: dua loh batu (kasih Allah), buli-buli emas berisi Manna (Firman Tuhan) dan tongkat Harun yang bertunas, berbunga dan berbuah badam (Roh Kudus). Setelah hati kita diperdamaikan dan dosa kita ditanggung oleh Yesus Kristus (Tutup Pendamaian), Allah Tritunggal – Allah Bapa dalam kasih-Nya; Allah anak dalam Firman; Allah Roh Kudus – berdiam dalam kita.

v Sebagai anak-anak Allah, kita saling mendoakan satu sama lain agar kita tidak dikuasai oleh dunia sama seperti Rasul Paulus dan Timotius tak henti-hentinya berdoa bagi jemaat Kolose (Kol. 1:9) juga Yesus, Imam Besar, berdoa bagi mereka yang menjadi milik-Nya (Yoh. 17:9).

Kita yang dahulu jauh dari Allah telah diperdamaikan dengan-Nya melalui pengurbanan Anak-Nya mati disalib untuk menebus dosa-dosa kita. Sekarang kita hidup kembali dekat dengan-Nya dengan tekun beriman untuk tidak mudah digoyahkan, menuruti segala perintah-Nya maka Allah Tritunggal diam bersama kita. Amin.

Pdm. Budy Avianto, Lemah Putro, Minggu, 17 Maret 2019