Bagaimana Iman, Pengharapan Dan Kasih Kita Kepada Tuhan?

Pdt. Paulus Budiono, Lemah Putro, Minggu, 17 Februari 2019

Shalom,

Kita suka menyanyikan “Damai yang dib’rikan sangat besar” saat beribadah, masihkah ada damai di hati ketika kita berada di luar gereja saat bersekolah, bekerja atau bermasyarakat? Bukankah kasih karunia dan damai sejahtera dari Allah Bapa menyer-tai kita seperti tertulis di Kolose 1:2? Maukah kita senantiasa diberkati untuk menik-mati kasih karunia dan damai dari Allah? Semua tergantung pada iman kita.

Ketika kita menerima surat yang kita dambakan, responsnya akan tampak jelas terekspresikan dari mimik kita, misal: muka dari tersenyum menjadi masam merengut bahkan berganti pucat dll.; semua tergantung dengan isi surat yang dituangkan oleh penulisnya. Kita telah berulang-ulang membaca Surat Kolose yang mana penulisnya (Rasul Paulus) sudah tidak ada lagi. Apakah konten surat tersebut menimbulkan rasa sukacita ketika dan setelah dibaca berkali-kali? Apakah ayat-ayatnya ditujukan kepada seseorang atau kita? Dan setelah membaca surat itu, apakah kita membacakan/mem-beritakannya kepada orang lain seperti telah dilakukan jemaat Kolose kepada jemaat Laodikia (Kol. 4:16) melewati lalu lintas jalan yang tidak mudah saat itu? Beda dengan kondisi sekarang, dengan adanya kemudahan transportasi dan teknologi kita malah malas ke gereja maupun membaca Alkitab. Lebih parah lagi, gereja dianggap sebagai ‘resto’ menyajikan aneka macam menu ‘Firman’ yang dapat dipilih sesuai selera telinga. Jangan bertindak seperti bangsa Israel yang muak dengan Manna lalu mereka menginginkan kembali makanan dan bumbu-bumbu di Mesir (Bil. 11:4-6)!

Perhatikan, damai sejahtera Allah menyertai kita sepanjang hidup karena diberi oleh Allah yang kekal. Jika kita menolaknya, kita sendiri yang rugi seumur hidup. Seusai memberi makan 5.000 laki-laki, Yesus memberitahu mereka bahwa Ia adalah roti hidup dari Surga yang memberi hidup kepada dunia (Yoh. 6:33-35). Barangsiapa makan daging-Nya dan minum darah-Nya, dia mempunyai hidup kekal dan Ia akan membangkitkannya pada akhir zaman (ay. 54). Maknanya bagi kita sekarang, setiap kali kita makan roti dan minum dari cawan Perjamuan Tuhan, kita memberitakan kematian Tuhan sampai Ia datang (1 Kor. 11:24-26). Bukankah kita makan roti Firman Tuhan ditandai dengan pengurbanan darah-Nya untuk beroleh hidup kekal?

Rasul Paulus (tua) bersama anak didiknya, Timotius (muda) dapat menyatu menyata-kan kasih karunia dan damai sejahtera menyertai jemaat Kolose. Mereka mendoakan, mengamati dan mengucap syukur melihat kondisi jemaat Kolose. Namun yang sering terjadi sekarang gembala malah menangisi kondisi jemaatnya yang ‘terhilang’ atau pindah gereja untuk mendengarkan “Firman” yang menyukakan telinga.

Apa yang membuat Rasul Paulus dan Timotius bersukacita terhadap jemaat Kolose (juga kita)? Kolose 1:3-5 menuliskan, “Kami selalu mengucap syukur kepada Al-lah  Bapa Tuhan kita Yesus Kristus setiap kali kami berdoa untuk kamu karena kami telah mendengar tentang imanmu dalam Kristus Yesus dan tentang kasihmu terhadap semua orang kudus oleh karena pengharapan yang disediakan bagi kamu di sorga. Tentang pengharapan itu telah lebih dahulu kamu dengar dalam firman kebenaran yaitu Injil.”

Ada tiga hal yang membuat Rasul Paulus dan Timotius mengucap syukur kepada Allah dan bersukacita terhadap jemaat Kolose (juga kita) berkaitan dengan:

  • Iman.

Seorang hamba Tuhan akan sangat sedih mendengar atau melihat iman jemaatnya runtuh. Bila kita membaca lebih cermat surat-surat Rasul Paulus seperti Surat Roma, Efesus, 1 dan 2 Tesalonika dll. selalu berbicara mengenai iman, harap dan kasih. Ia begitu diyakinkan (oleh Roh Kudus) untuk menyatakan yang tinggal hanyalah iman, pengharapan dan kasih (1 Kor. 13:13). Namun faktanya banyak iman orang Kristen berguguran, kasihnya menjadi dingin dan mereka tidak lagi berpengharapan.

Introspeksi: masihkah iman kita sesuai dengan standar Firman Tuhan dibuktikan dengan perbuatan iman (Yak. 2:17,26) bukan sekadar teori? Jangan hidup dalam kepura-puraan! Yesus tidak pernah berpura-pura, saat Ia diliputi ketakutan, peluh-Nya menjadi seperti titik-titik darah bertetesan ke tanah (Luk. 22:44).

Dari mana kita beroleh iman? Dari mendengar Firman Kristus (Rm. 10:17). Iman sebesar biji sesawi saja memiliki kuasa memindahkan gunung (Mat. 17:20) sebab tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya (Mrk. 9:23). Waspada jika kita mengimani surat Efesus tetapi ragu-ragu terhadap Surat Kolose, ini sama dengan kita tidak beriman.

Hanya Tuhan Yesus Kristus yang mampu memberikan iman. Banyak orang ‘mengaku’ beriman karena melihat karya ciptaan Allah yang dapat dilihat tetapi meragukan Sang Pencipta yang transenden karena tidak mengetahui jalannya. Yesus sendiri mengatakan, “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa kalau tidak melalui Aku.” (Yoh. 14:6) Untuk itu Allah mengutus Yesus ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia tetapi menyelamatkannya (Yoh. 3:17). Hati-hati, jangan kita menolak Firman Tuhan (se-karang) karena kita (nanti) akan dihakimi menurut perbuatan kita di takhta putih Allah (Why. 20:11-12).

Iman tidak mungkin bertumbuh dengan sendirinya tetapi akan bertumbuh lebih kuat jika mendengar Firman Tuhan secara konsisten tiap hari; sama halnya kita makan tiga kali sehari untuk beroleh energi/tenaga dan kekuatan. Kalau kita ma-kan tidak teratur ditambah puasa tanpa batas waktu akibatnya akan timbul penyakit berkaitan dengan pencernaan.

Jangan pernah mempermainkan apalagi memperjualbelikan iman karena ini me-nyangkut kekekalan bukan sekadar menghasilkan mukjizat! Itu sebabnya dalam perjamuan malam terakhir bersama murid-murid-Nya, Yesus mengingatkan Petrus bahwa Iblis sedang menampi dia agar imannya gugur tetapi Ia berdoa untuknya. Dengan sombong penuh percaya diri Petrus mengatakan dia bersedia mati ber-sama Gurunya tetapi tak lama kemudian Petrus menyangkal Dia tiga kali (Luk. 22:31-33, 56-61). Iman Petrus gugur saat dia menyangkal Yesus. Berkat doa Yesus, Petrus insaf dan dia pasti menguatkan iman teman-teman sepelayanan seperti telah diingatkan Yesus.

Aplikasi: kita harus saling mendoakan agar iman kita tetap kuat. Jangan over-confident/terlalu percaya diri sebab di saat itulah iman kita rentan gugur! Setelah beriman, kita patut mendoakan dan menolong orang-orang yang lemah iman (tidak mau ke gereja karena tersinggung di sana-sini dll.).

Kata ‘percaya’ berbentuk present tense, berarti berlaku sekarang bukan masa lampau; jadi, saat kita mendengar Firman (sekarang), saat ini pula (sekarang) kita mengimaninya. Yesus mempertanyakan ketika Anak Manusia datang, adakah Ia mendapati iman di bumi (Luk. 18:8b). Lebih spesifik lagi, kalau hari ini Tuhan datang, apakah kita masih beriman kepada-Nya? Ia sangat tahu kondisi iman seseorang tetapi Ia meminta kejujuran kita apakah kita mengimani setiap ayat Firman-Nya. Apakah Allah tidak tahu Adam dan Hawa dalam kondisi telanjang dan berdosa sehingga ketakutan dan bersembunyi dari-Nya? Ia mengetahui semuanya bahkan Ia mengetahui hati manusia yang penuh dengan kelicikan (Yer. 17:9-10). Ia hanya menginginkan pengakuan jujur keluar dari mulut Adam.

Setiap orang mempunyai metode sendiri dalam membaca Firman Allah secara mandiri di rumah; yang penting imani setiap ayat agar kita tidak kehilangan Surga. Iman harus bertambah dengan perbuatan kebajikan – pengetahuan – penguasaan diri – ketekunan – kesalehan – kasih akan saudara-saudara – kasih akan semua orang (2 Ptr. 1:5-7). Jika kita tidak memiliki semuanya ini, kita buta dan picik karena lupa bahwa dosa-dosa masa lalu sudah dihapuskan (ay. 9).

  • Kasih.

Sejak manusia jatuh dalam dosa, hilanglah kasih kepada sesama. Buktinya Adam yang sebelumnya mengasihi Hawa sepenuh hati (Kej. 2:23) dengan cepat menya-lahkan Hawa yang membuat dia makan buah terlarang (Kej. 3:12).

Introspeksi: mampukah kita mengasihi sesama? Bukankah kita sering memilah-milah dalam mengasihi seseorang? Kita mengasihi si A yang baik kepada kita dan kurang menghargai si B yang meremehkan kita.

Jauh berbeda dengan kasih Allah yang dicurahkan ke dalam hati kita oleh Roh Kudus justru saat kita mendurhaka kepada-Nya. Oleh sebab itu Ia mengurbankan Putra Tunggal-Nya, Yesus Kristus, mati disalib demi menyelamatkan manusia ber-dosa dari murka Allah (Rm. 5:5,8-9).

Bila kita menghargai kasih Yesus melalui pengurbanan-Nya mati disalib, kita akan dimampukan mengasihi sesama yang ditandai dengan pengurbanan.

Salah satu karakteristik dari kasih Allah ialah kasih-Nya tidak berkesudahan; bah-kan Allah itu kasih (1 Yoh. 4:8,16) dan kekal (1 Tim. 1:17). Kasih semacam ini tidak ada di bumi ini sebab semua ciptaan-Nya fana termasuk manusia yang mem-butuhkan pemulihan dari-Nya.

Bagaimana kita mewujudkan kasih kita kepada Tuhan Yesus?

- Dengan menghargai Perjamuan Tuhan sebab dengan makan roti dan minum dari cawan kita memberitakan kematian-Nya hingga Ia datang.

- Dengan menghargai kurban Kristus, kita dimampukan untuk mengampuni sesama sebab kasih itu menutupi segala dosa dan kasih itu mempersatukan.

- Dengan melakukan perintah Firman-Nya (Yoh. 14:21).

Waspada, kasih manusia makin dingin karena makin bertambahnya kedurhakaan di akhir zaman ini (Mat. 24:12). Kita dapat masuk ke luar gereja tetapi masihkah kita mencintai Firman yang disampaikan? Atau kita malah sibuk main HP bahkan ketiduran sementara pengkhotbah bersemangat memberitakan Firman? Ingat, bukan pendeta yang menyelamatkan tetapi keselamatan ditentukan oleh iman dan kasih kita kepada-Nya. Itu sebabnya Yesus menegaskan siapa bertahan (kasihnya tidak dingin) sampai pada kesudahannya akan selamat (Mat. 24:13). Tuhan menegur keras jemaat Efesus yang jatuh begitu dalam sebab telah meninggalkan kasih mula-mula. Jika mereka tidak bertobat, Ia akan mengambil kaki dian mereka dari tempatnya (Why. 2:4-5).

  • Pengharapan

Pendeta lebih sering berbicara mengenai iman dan kasih namun jarang menying-gung tentang pengharapan; tanpa disadari mereka tidak mengharapkan Tuhan datang. Sesungguhnya, pengharapan yang belum terlihat (ada di Surga) berkaitan erat dengan Injil yang benar (Kol. 1:5). Dengan kata lain, jika Injilnya salah (injil kemakmuran dll.), pengharapannya pun akan menyimpang tidak lagi menantikan kedatangan Tuhan.

Telah dijelaskan bahwa pengharapan berkaitan dengan Injil. Injil yang mana? Itulah Injil tentang Yesus Kristus, Anak Allah (Mrk. 1:1). Bukankah sekarang muncul banyak Injil tanpa Yesus?  

Rasul Paulus yang menulis Surat Kolose, Efesus, Filemon dll. mempertahankan pemberitaan Injil Kristus (Rm. 15:19). Ketika dia melihat Rasul Petrus bersikap munafik tidak sesuai dengan kebenaran Injil, dia menegur Petrus dengan keras di hadapan orang banyak (Gal. 2:11-14).

Aplikasi: marilah kita belajar untuk menyatu tanpa membeda-bedakan ras dan etnis. Pemimpin rohani harus menyampaikan Injil kebenaran karena khotbahnya dapat memengaruhi iman jemaat. Contoh: jemaat Korintus sudah dipertunangkan dengan Kristus sebagai satu-satunya Mempelai Pria Surga tetapi pikiran mereka disesatkan sehingga menerima Yesus yang lain, roh yang lain dan injil yang lain daripada yang telah diberitakan oleh Paulus (2 Kor. 11:2-4).

Pengharapan orang Yahudi (juga kita) ialah adanya kebangkitan orang mati. Ketika Rasul Paulus ditangkap dan diborgol, dia mengatakan kepada raja Agripa (peme-rintah) bahwa dia ditangkap karena memberitakan Allah yang sanggup membang-kitkan orang mati seperti telah dijanjikan-Nya kepada nenek moyang orang Yahudi yang sudah meninggal (Kis. 26:4-8). Pengharapan mereka ialah semua orang mati (yang benar atau berdosa) akan bangkit pada hari kiamat.  

Apakah kita juga berpengharapan akan kedatangan-Nya kembali dan dibangkitkan untuk kelak berdiam bersama-Nya di Yerusalem baru?

Sebenarnya iman, kasih dan pengharapan ditujukan kepada bangsa Yahudi tetapi oleh kasih karunia Tuhan, kita, bangsa kafir juga dianugerahi iman, pengharapan dan kasih yang tak berkesudahan. Sungguh kita patut bersyukur telah diselamatkan oleh pe-ngurbanan Yesus disalib yang memungkinkan kita hidup berpengharapan untuk ber-satu dengan-Nya oleh sebab kita mengasihi-Nya. Amin.