Sekali Beriman, Berimanlah Hingga Akhir Zaman

Pdm. Jusak Pundiono, Lemah Putro – Minggu, 06 Januari 2019

Shalom,

Memasuki tahun baru 2019, hendaknya kita tetap beribadah penuh semangat untuk terus maju meraih kemenangan dengan iman yang konstan hingga akhir zaman ketika Tuhan datang kembali.

Tak terasa kita telah mempelajari Surat Efesus sepanjang tahun 2018. Dalam pola Tabernakel, Surat Efesus terkena pada Meja Roti Sajian, berarti kita harus ada persekutuan dengan Allah terus-menerus sebab roti sajian diperuntukkan bagi imam-iman dan setiap orang percaya (termasuk kita) yang telah diampuni dengan darah Yesus berstatus imam yang bertugas melayani Dia. Persekutuan kita dengan-Nya diperoleh melalui iman yang timbul dari pendengaran akan Firman Kristus (Rm. 10:17).

 

 

Bagaimana pola hidup orang beriman kepada Tuhan yang mampu bertahan hingga pada akhirnya?

  • Mensyukuri anugerah sebagai orang beriman (Ef. 1 – 3).

- Yang pertama adalah anugerah warisan surgawi, setiap bagian Firman Allah. Kita beriman bukan karena mukjizat atau kesaksian orang tetapi pengalaman pribadi dengan Firman Tuhan dan damai sejahtera-Nya menyertai kita (Ef. 1:1-2). Kita patut bersyukur menerima berkat rohani di dalam Surga (damai sejah-tera, pengharapan, sukacita dll.) sebagai warisan paling utama dari segala warisan yang ada di dunia ini (ay. 3). Dengan demikian, kita memasuki tahun 2019 dengan damai dan pengharapan pasti dari Allah Bapa tanpa perlu kha-watir menghadapi masa depan.

- Kemudian anugerah status (rohani) kita sebagai anak-anak Allah yang dimeterai oleh Roh Kudus setelah ditebus oleh darah Yesus (ay. 7,13), satu-persatu ber-kat rohani akan digenapkan hingga kita memperoleh seluruhnya yaitu kita menjadi milik Allah (ay. 14). Betapa bahagianya bila kita ada di dalam geng-gaman tangan Allah karena kita adalah milik-Nya! Apa pun boleh terjadi tetapi kita tetap aman bersama-Nya.

- Lalu anugerah menjadi tempat kediaman-Nya, kita tidak lagi terpisah dari-Nya tetapi Ia hadir dalam Roh-Nya (Ef. 2:1-22). Sesungguhnya kita tidak layak sama sekali mengingat kita dahulu hidup dalam dosa dan pantas dimurkai oleh-Nya (Ef. 2:1-3) belum lagi kecenderungan hati sejak kecil adalah jahat semata (Kej. 6:5). Kita patut bersyukur diangkat dari lumpur dosa untuk beroleh warisan rohani luar biasa serta status kita berubah. Namun faktanya kita masih dapat kembali jatuh dalam dosa tetapi darah Yesus melalui Perjamuan Tuhan mengingatkan kita akan kuasa penebusan dan pengampunan dosa yang Ia sediakan sampai akhir hidup kita. Bukankah hidup adalah kesempatan untuk menjadi berkat sekaligus untuk memperbaiki diri?

Aplikasi: bila dahulu waktu, bakat dan uang kita habiskan untuk mengejar status duniawi, sekarang kita mengejar pekerjaan Tuhan demi status rohani yang melebihi status apa pun karena kita kawan sewarga orang-orang kudus dan anggota keluarga Allah (Ef. 2:19). Juga bila dahulu prioritas kita membangun usaha pekerjaan duniawi, sekarang kita prioritaskan membangun diri di atas Firman Allah yang utuh, membangun hidup sebagai bait Allah (ay. 20-22).

- Akhirnya anugerah rahasia Kristus melalui pelayanan hamba-hamba Tuhan kepada kita, ini tidak terbatas hanya pelayanan gembala atau para penatua saja tetapi juga setiap koordinator bidang pelayanan (diaken), para orang tua sebagai kepala rumah tangga. Sebagai orang beriman, setiap dari kita berke-wajiban memberitakan rahasia Kristus (Ef. 3:3-6) yang memberikan kekuatan kepada orang-orang yang dipercayakan Tuhan kepada kita. Kita juga harus saling mendoakan satu dengan lain sebab selama kita masih hidup di dunia ini, gangguan dan masalah dalam nikah, rumah tangga, pergaulan dan pekerjaan datang silih berganti. Kita memerlukan hikmat Allah karena kita harus menunjukkan ragam hikmat kepada penguasa dan pemerintah Surga tentang bagai-mana kita mampu mengenali kehendak Allah, mampu mempraktikkan Firman Allah dalam setiap aspek hidup dan mampu mengatasi permasalahan apa pun yang menimpa (Ef. 3:10).

Penderitaan apa pun boleh terjadi seperti telah dialami oleh Rasul Paulus dan rasul-rasul lainnya tetapi jangan penderitaan itu membuat kita tawar hati (Ef. 3:13). Sebaliknya, kita beroleh kekuatan kasih karunia dan damai sejahtera oleh iman dari Firman Allah. Hendaknya setiap dari kita dipenuhi di dalam seluruh kepenuhan Allah sehingga dapat melakukan lebih dari yang dipikirkan agar kemuliaan Allah dinyatakan turun temurun (ay. 19b-21). Dengan kata lain, orang beriman memuliakan Tuhan hingga akhir zaman.

  • Harus menjalani hidup

- Kita menjalani hidup sebagai orang beriman dengan tanda hidup dalam kesatuan (Ef. 4:1-16). Untuk itu kita harus hidup berpadanan dengan panggilan. Contoh: Paulus dalam penderitaannya di penjara (karena Nama Kristus) justru menampilkan diri sebagai orang yang berpadanan dengan panggilannya. Bagaimana dengan kita yang bebas dan mempunyai kehendak diri sendiri dalam menentukan segala sesuatu? Apakah kita tetap dapat men-jaga perilaku kita di mana pun kita berada? Juga menjaga kesatuan nikah, rumah tangga dst.? Masihkah kita tetap berdoa dan menyucap syukur kepada-Nya saat menghadapi kesukaran? Jangan lupa diri dalam menggunakan kehen-dak dan kemauan bebas tetapi hargai kurban Kristus dengan ‘memenjarakan’ semua sifat perbuatan yang tidak berpadanan dengan Injil. Sebaliknya, belajarlah rendah hati, lemah lembut dan sabar serta saling membantu (Ef. 4:2). Beribu-ribu malaikat di Surga tidak hanya bersukacita saat kita bertobat tetapi terlebih ketika menyaksikan bagaimana perjalanan hidup iman kita; tak ketinggalan keluarga dan teman menjadi saksi bagaimana kita hidup beriman hingga akhir hayat kita.

- Kita menjalani hidup sebagai orang beriman ditandai dengan pembaruan kelakuan (Ef. 4:17-24).

Jangan puas diri setelah diubahkan tetapi tetaplah hidup dalam pembaruan roh dan pikiran (ay. 17, 20, 23-24). Perhatikan, dengan menabur pikiran, kita akan menuai perbuatan (karena apa yang kita pikirkan dapat menjadi perbuatan); terus-menerus menabur perbuatan akan menghasilkan kebiasaan; menabur kebiasaan akan menuai karakter. Masalahnya, kebiasaan apa yang kita tabur? Yang baik atau yang jahat? Pembaruan tidak terjadi secara instan tetapi memerlukan waktu dan proses; untuk itu buanglah dusta dan perkataan kotor tetapi berkatalah benar dan pakailah perkataan baik untuk membangun dan memberi kekuatan (ay. 25-29), ramah seorang terhadap yang lain, saling mengampuni (ay. 32) dan tidak mendukakan Roh Kudus (ay. 30).

- Kita menjalani hidup sebagai orang beriman ditandai dengan penuh Roh Kudus setiap waktu (Ef. 5:1-6:9).

Selain berperilaku sepadan dengan panggilan, kita menjalani hidup penuh dengan Roh Kudus setiap waktu (Ef. 5:13). Kita hidup di dalam kasih Allah yang dicurahkan oleh Roh Kudus justru saat kita bermusuhan dengan-Nya (Rm. 5:5-6). Bukankah kita sudah dipilih sebelum dunia dijadikan (Ef. 1:4)? Oleh sebab itu kita harus sungguh-sungguh menghargai pilihan Tuhan untuk dapat mem-persembahkan kurban berbau harum bagi-Nya dengan menjadi penurut-penurut Allah (Ef. 5:1-2).

Aplikasi: marilah kita mempererat kasih seorang kepada yang lain dan makin peka terhadap kehendak Allah agar kita makin hidup hati-hati untuk tidak mengumbar kehendak bebas diri sendiri.

Menghadapi pergaulan dan tawaran apa pun termasuk yang berkaitan dengan pekerjaan Tuhan, kita perlu menguji segala sesuatu (Ef. 5:10). Perlu diketahui, kehendak Allah bukan hanya karena tawaran itu terlihat baik tetapi apakah berkenan kepada Allah dan apakah sempurna (Rm. 12:2), dan “sempurna” itu sering ditandai dengan pengurbanan.

Untuk itu usahakan supaya kita mengerti kehendak-Nya dengan hidup penuh Roh (ay. 17-18). Penuh dengan Roh bukan sekadar dapat berbahasa lidah yang tidak dimengerti orang lain (1 Kor. 14:18-19) tetapi perilaku iman yang dimengerti orang lain (Ef. 5:19-21) yang kemudian dipraktikkan dalam kehidupan nikah (Ef. 5:22-25), hidup berkeluarga – orang tua-anak (Ef. 6:1-4) juga dalam pekerjaan (tuan-hamba (ay. 5-9).

Introspeksi: sudahkah kita hidup penuh dengan Roh Kudus atau ‘daging’ menguasai kita?

  • Melengkapi diri dengan kekuatan sebagai orang beriman (Ef.6:10-24).

- Kita harus mengenakan seluruh perlengkapan senjata Allah untuk dapat tetap berdiri (ay. 13), beriman hingga akhir zaman dalam menghadapi gejolak politik, ekonomi, sosial, alam, baik secara nasional maupun internasional. Dalam pelayanan, Rasul Paulus menghadapi keributan yang ditimbulkan oleh orang-orang Yahudi yang iri hati dibantu dengan beberapa penjahat untuk menga-caukan kota (Kis. 17:1-5). Juga dalam perpisahannya dengan jemaat Efesus, dia mengingatkan mereka untuk hati-hati menghadapi rupa-rupa angin penga-jaran (Kis. 20:25-30; Ef. 4:14-15).

Waspada, kita menghadapi masalah jasmani juga masalah spiritual itulah roh-roh jahat yang terstruktur begitu kuat dan berusaha merontokkan iman dan pendirian kita juga mengganggu kehidupan nikah, rumah tangga dan persatuan antarsesama. Untuk itu hendaknya semua orang kudus, walau hidup berjauhan, tetap saling mendoakan agar persatuan tetap terjaga; mereka juga memiliki keberanian untuk memberitakan rahasia Injil (Ef. 6:18-20).

- Kita juga harus saling menghibur, membangun dan menguatkan karena di dalam peperangan ini dibutuhkan bahu membahu saling menopang antarorang beriman. Karena itu Paulus menyuruh Tikhikus kepada jemaat Efesus untuk keperluan ini (Ef. 6:21-22).

Aplikasi: hendaknya kita menjadi ‘Tikhikus’ yang dapat dipercaya dan siap diutus lewat pelbagai bidang pelayanan dan karunia yang telah Tuhan berikan untuk menghibur, membangun dan menguatkan (ay. 21-22). Dengan demikian, perse-kutuan makin erat dan pertolongan maupun penghiburan juga cepat ditangani.

Pada akhirnya, Tuhan mengaruniakan pengharapan pasti bagi kita, itulah damai sejahtera dan kasih Allah yang kekal senantiasa menyertai kita (ay. 23-24).

Yakinkan kita telah beriman dan hiduplah dalam iman dengan berperilaku suka hidup dalam kesatuan, berkelakuan baru, penuh Roh Kudus serta melengkapi diri dengan senjata Allah agar iman kita mampu bertahan hingga akhir zaman. Amin.