• Waktu Tuhan Pasti yang Terbaik (Johor)
  • Mazmur 13
  • Johor
  • 2022-09-25
  • Pdm. Agus Muljono
  • https://www.gkga-sby.org/mobile/index.php/ibadah-umum/1225-waktu-tuhan-pasti-yang-terbaik-2

Shalom,

Pernahkah Anda mengalami berada di dalam suatu terowongan gelap dan panjang yang membuat Anda ketakutan, frustrasi, menjerit, menangis kemudian berteriak, “Tuhan, aku sudah tidak tahan! Aku tidak punya kesabaran dan kekuatan lagi untuk bertahan! Jawablah sekarang!” Bukankah Covid yang berkepanjangan sampai sekarang membuat ekonomi global jeblok belum lagi perang Rusia-Ukraina yang belum menampakkan suatu kepastian kapan berakhir? Keadaan kita saat ini mungkin sama dengan yang dialami oleh Daud, penulis Mazmur 13 ini, sehingga kita dapat merasakan luapan kata-kata dan emosi yang dilontarkan oleh Daud.

Siapa Daud ini? Dia seorang penggembala, pahlawan, abdi Allah, orang kesayangan-Nya yang memiliki hati Tuhan. Dia diurapi menjadi raja menggantikan Saul. Namun dia sangat menderita sehingga mengalami depresi dan berseru kepada Tuhan mempertanyakan, “Berapa lama lagi, TUHAN, Kaulupakan aku terus menerus? Berapa lama lagi Kausembunyikan wajah-Mu terhadap aku?”

Apa penyebab Daud menjadi depresi? Sejak membunuh Goliat, raksasa orang Filistin, dia diburu Raja Saul yang membencinya karena iri hati sebab Daud lebih dielu-elukan oleh perempuan- perempuan daripada Raja Saul (1 Sam. 18:7). Saul yang temperamental, egois dan kejam berusaha membunuh Daud sehingga Daud terpaksa menjadi buronan ± 8-9 tahun.

Memang ada satu masa di mana Daud mengalami kedamaian dan ketenangan di Ziklag karena dia mendapat perlindungan dari ± 600 orang kepercayaannya. Namun saat dia dan tentaranya pulang dari misi militer, dia mendapati kota Ziklag telah dibakar habis dan perempuan- perempuan beserta semua orang yang ada di sana termasuk keluarganya ditawan musuh (1 Sam. 30). Rakyat tidak hanya pedih hati tetapi sangat marah kepada Daud karena mereka kehilangan istri dan anak-anak perempuan serta laki-lakinya. Mereka hendak melempari Daud dengan batu. Daud mengalami depresi serta putus asa mendalam yang membuatnya berseru kepada TUHAN.

Seruan apa yang Daud tujukan kepada TUHAN? “Berapa lama lagi, TUHAN, Kaulupakan aku terus- menerus (will you forget me forever = akankah Kau melupakanku selamanya)? Berapa lama lagi Kausembunyikan wajah-Mu terhadap aku? Berapa lama lagi aku harus menaruh kekuatiran dalam diriku (how long shall I take counsel in my soul = berapa lama aku menerima nasihat dalam jiwaku) dan bersedih hati sepanjang hari? Berapa lama lagi musuhku meninggikan diri atasku? Pandanglah kiranya, jawablah aku, ya TUHAN, Allahku! Buatlah mataku bercahaya supaya jangan aku tertidur dan mati, supaya musuhku jangan berkata: "Aku telah mengalahkan dia," dan lawan-lawanku bersorak-sorak, apabila aku goyah. Tetapi aku, kepada kasih setia-Mu aku percaya, hatiku bersorak-sorak karena penyelamatan-Mu. Aku mau menyanyi untuk TUHAN, karena Ia telah berbuat baik kepadaku.”

Dalam penderitaan yang berkepanjangan, kepercayaan Daud terhadap TUHAN berada dalam titik terendah sehingga dia berseru, “Berapa lama lagi TUHAN, akankah Kau melupakanku selamanya?”

Jujur, seperti pengalaman Daud, penderitaan yang tidak ada habis- habisnya dan tidak ada penyelesaiannya akan membuat kita pada titik percaya terendah kepada Tuhan lalu merasa Ia telah melupakan bahkan meninggalkan kita. Di titik ini iman kita runtuh dan mulai mempertanyakan adanya Tuhan. Benarkah Ia meninggalkan dan melupakan kita? Yesaya 49:14-16 menuliskan, “Sion berkata: "TUHAN telah meninggalkan aku dan Tuhanku telah melupakan aku." Dapatkah seorang perempuan melupakan bayinya sehingga ia tidak menyayangi anak dari kandungannya? Sekalipun dia melupakannya, Aku tidak akan melupakan engkau. Lihat, Aku telah melukiskan engkau di telapak tangan-Ku; tembok- tembokmu tetap di ruang mata-Ku.”

Normalnya merupakan hal yang paling sulit bagi seorang ibu untuk melupakan bayinya kecuali karena kondisi sangat terpaksa atau ekstrem. Namun Tuhan tidak akan pernah melupakan anak-anak-Nya. Buktinya, Ia mengukir kita di telapak tangan-Nya.

Seorang pengkhotbah bernama Charles Spurgeon mengatakan Yesaya 49:16 ini perlu dikhotbahkan ratusan kali agar kita dapat merenungkannya terus menerus. Dia mengaitkan janji Allah kepada umat-Nya dengan Anak-Nya, Yesus, yang mati disalib bagi manusia berdosa. Yesus merentangkan kedua tangan-Nya di atas kayu salib menerima paku yang ditancapkan supaya kita terbebas dari dosa. Jadi, jika kita berpikir Allah telah melupakan kita, ingatlah akan ukiran/ pahatan lubang paku di tangan-Nya untuk kita. Karena begitu besar kasih-Nya kepada kita, Ia tidak dapat melupakan kita. Ingat, badai sebesar apapun yang kita alami saat ini, kita tidak akan pernah ditinggalkan-Nya baik di pikiran maupun di hati-Nya. Masalahnya, kita merasa dilupakan bahkan lebih buruk lagi ditinggalkan hanya karena Ia “menunda” memberikan pertolongan seperti dirasakan oleh Daud. Dia merasa Tuhan sengaja mengalihkan pandangan-Nya darinya agar Ia tidak terganggu dengan kesulitan darinya (ay. 2b).

Kata ‘dilupakan’ bukanlah sesuatu yang sengaja dan serius direncanakan, mungkin dalam kondisi berat hal dilupakan dapat terjadi. Namun “ditinggalkan” menjadi masalah lain; ini suatu tindakan yang disengaja/direncanakan dan ini yang dirasakan oleh Daud.

Dalam tulisan Daud di Mazmur 22:2-3, dia menuliskan, “Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan aku? Aku berseru tetapi Engkau tetap jauh dan tidak menolong aku. Allahku, aku berseru-seru pada waktu siang tetapi Engkau tidak menjawab dan pada waktu malam tetapi tidak juga aku tenang.” Bukankah saat meregang nyawa, Yesus juga mengatakan, “Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” (Mat. 27:46)

Ketika kita merasa ditinggalkan, pergilah ke tempat pribadi dan berdoalah kepada Tuhan. Habiskan waktu yang cukup untuk merenungkan perkataan yang luar biasa ini. Perlu diketahui, Pribadi yang mendengar doa kita juga berada di sana. Ia tahu persis bagaimana perasaan kita karena Ia juga pernah mengalaminya di kayu salib.

Daud mengalami frustasi karena dua alasan:

  • Karena emosi/perasaannya sendiri.

“berapa lama aku menerima nasihat dalam jiwaku” Jiwa adalah pusat emosi/perasaan dan kecerdasan/pikiran. Daud mempertanyakan, “Berapa lama lagi aku harus menerima nasihat dari perasaanku dan dari pikiranku?”

Kenyataannya, banyak orang Kristen sudah percaya Tuhan tetapi masih memakai perasaan dan kecerdasan sendiri. Akibatnya, banyak yang mengalami kekhawatiran sepanjang waktu bahkan depresi. Perhatikan, perasaan yang kuat dapat menciptakan “realita” sendiri seperti Daud merasa Tuhan telah melupakannya dan menyembunyikan wajah-Nya darinya padahal kenyataannya tidaklah benar.

Perasaan memang diberikan oleh Tuhan sebagai gambar wujud-Nya dalam kita dan menjadi tanda bahwa manusia adalah ciptaan yang unik. Kita dapat merasakan apa itu marah, cinta, sedih, kecewa dst. karena Tuhan juga memiliki perasaan semacam itu. Bagaimanapun juga harus ada keseimbangan, jangan kita diatur oleh perasaan yang sudah dipengaruhi oleh kejatuhan manusia. Oleh sebab itu kita tidak boleh memercayai perasaan kita sepenuhnya

sebab tidak semua perasaan didasari oleh kebenaran. Firman Tuhan harus menjadi tolok ukur dan standar yang tepat bagi perasaan kita untuk tunduk kepada Firman-Nya seperti telah dilakukan oleh Yesus. Daud merasa putus asa dan frustasi karena dia menuruti perasaannya sendiri yang membawanya kepada kekhawatiran di dalam dirinya setiap hari.

  • Karena musuh-musuh yang dihadapi.

“berapa lama lagi musuhku meninggikan diri atasku?”

Cukup lama Daud bersembunyi di dalam gua-gua dan menjadi buronan, dia harus melarikan diri menghindar dari kejaran Raja Saul hingga timbul pertanyaan di hatinya, “Sebenarnya Engkau berada di pihak siapa, Tuhan?”

Hendaknya kita belajar bagaimana menyikapi Tuhan yang sepertinya menunda menolong kita dengan tidak segera menjawab doa permohonan kita.

Doa yang diucapkan Daud tampak didasarkan atas keputusasaan terlihat dari kata “supaya jangan” yang menunjukkan kata bersyarat. Contoh: “supaya jangan aku tertidur dan mati”; supaya musuhku jangan berkata: Aku telah mengalahkan dia,” (ay. 4-5)

Daud yang lelah fisik juga emosional merasa itu saat yang tepat untuk berdoa. Dia tidak hanya takut atas kematiannya sendiri tetapi juga takut akan kekalahan. Dia tidak ingin musuhnya bersorak atas kekalahannya. Ini bukan sepenuhnya untuk kepentingannya sendiri karena dia tahu dia memiliki panggilan khusus untuk memimpin umat-Nya. Semua orang di Israel tahu dia sedang dikejar-kejar oleh Saul. Jika Saul dapat menangkapnya bukan hanya Daud yang dipermalukan dan menjadi bahan ejekan tetapi juga Allah yang telah mengurapi dan menetapkannya sebagai raja.

Ketika kita mengalami persoalan rumit dalam pekerjaan dan keseharian hidup sehingga tidak ada jalan keluar kecuali “mengangkat kepala ke atas”, saat itulah berdoalah dengan serius. Jangan mencela Tuhan atas apa apa yang terjadi pada kita; sebaliknya, mohonlah agar dimampukan bertahan dalam keputusasaan.

Apa isi doa Daud (ay. 4)?

⊗ “Pandanglah aku, ya TUHAN,”

Daud ingin agar Tuhan tidak membelakanginya tetapi berbalik dan melihat dia.

⊗ “Jawablah aku, ya TUHAN”

Daud memohon kepada Tuhan untuk menjawab doanya.

⊗ “Buatlah mataku bercahaya,”

Daud memohon Tuhan untuk menerangi matanya agar dia dapat melihat cahaya janji Tuhan yang berkuasa dan pasti ditepati.

Saat Daud berdoa dengan pemikiran semacam ini, dia mulai mengalami kebangkitan iman dan percaya akan janji-Nya yang dapat diandalkan (Yer. 20:11; Mzm. 138:7-8). Di akhir dari Mazmur 13 terlihat sorakan dan lagu kemenangan dari Daud yang sebelumnya penuh dengan keputusasaan (ay. 6). Daud mulai dapat melihat Tuhan.

Memang kondisi Daud belum berubah saat dia berdoa mengucap syukur di ayat 6 ini. Dia masih harus berjuang melawan musuh-musuhnya tetapi dia tidak lagi putus asa sebab dia teringat akan Tuhannya. Roh Kudus menguasainya dan menasihati bahwa Tuhannya yang hebat di masa lalu tidak pernah meninggalkannya. Tuhannya mempunyai rencana untuk dia dan ketika dia mengingat hal ini, dia mulai bernyanyi dengan sukacita dengan kata-kata yang mencerminkan janji-janji Tuhan di masa lalu yang pasti dipenuhi.

Melalui pengalaman Daud, kita yang saat ini mengalami penderitaan dan kesulitan yang berkepanjangan, marilah kita bersabar karena Tuhan sangat mengasihi kita dan mengukir nama kita di telapak tangan-Nya. Tuhan tidak akan pernah melupakan apalagi meninggalkan kita. Dia yang telah berbuat baik di masa lampau akan tetap berbuat baik meskipun saat ini kita belum beroleh pertolongan dari-Nya. Kita harus tetap beriman kepada-Nya karena Ia mengenal siapa kita dan tahu kapan bertindak seturut waktu-Nya. Amin