Shalom,
Kita patut bersyukur kepada Allah yang mahabaik karena kita hidup dari kemurahan-Nya semata dalam menghadapi dunia yang makin tidak menentu ini. Biarlah Ia senantiasa membagikan Firman kebenaran dan kita mau belajar dengan pertolongan Roh Kudus agar kita dapat memahami bahkan melakukan Firman-nya dalam keseharian hidup kita supaya melalui perkataan dan perbuatan kita banyak orang mengenal Dia dan beroleh keselamatan dari-Nya.
Pemahaman apa yang kita peroleh dari Firman Tuhan yang diambil dari Injil Lukas 22:1-6? Dari perikopnya “Yudas menghianati Yesus”, Tuhan mengingatkan kita untuk berjaga-jaga agar kita tidak diperalat oleh Iblis seperti telah dialami oleh Yudas Iskariot.
Apa kaitan tindakan Yudas Iskariot dengan kita? Tanpa kita sadari ternyata ada banyak kesamaan antara Yudas Iskariot dengan kita, maksudnya: kita juga dapat melakukan pengkhianatan seperti yang dilakukan Yudas Iskariot disebabkan karena kita tidak hati-hati menghadapi tipu muslihat iblis.
Persamaan apa yang dimaksud untuk diwaspadai agar kita tidak jatuh pada lubang yang sama seperti dialami Yudas Iskariot?
- Kita sama-sama orang
Sebelum memilih 12 murid-Nya, Yesus pergi ke bukit untuk berdoa semalam-malaman kepada Allah (Luk. 12- 16). Dengan kata lain, Ia tidak asal-asalan memanggil orang dan menetapkan mereka menjadi murid-Nya tetapi memilih mereka melalui doa.
Ada frasa penting yang perlu kita perhatikan yaitu “yang kemudian menjadi pengkhianat” (ay. 16); berarti awalnya Yudas Iskariot yang dipilih menjadi murid Yesus bukanlah seorang pengkhianat.
Apa kesamaannya dengan kita? Kita adalah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus dan umat kepunyaan Allah sendiri (1 Ptr. 2:9).
Introspeksi: pernahkah kita menyadari dari sekian ratus juta orang Indonesia, kita terpilih menjadi pengikut Kristus dan umat Allah?
- Kita sama-sama orang kepercayaan.
Awalnya Yudas Iskariot mempunyai track record baik dalam keuangan; itu sebabnya Yesus menunjuk dia menjadi pemegang kas atau bendahara. Logikanya, seorang pemimpin tidak akan pernah menunjuk seorang pegawai menjadi bendahara jika dia tidak mempunyai integritas baik dan jujur dalam masalah keuangan.
Bila kita mencermati lebih dalam, cara Tuhan berbeda dengan apa yang manusia lakukan. Kita tidak akan memberikan kepercayaan kepada orang yang belum/tidak dapat dipercaya namun Tuhan menjadikan kita orang yang dapat dipercaya dengan terlebih dahulu memberi kepercayaan kepada kita.
Introspeksi: sadarkah kita bahwa Tuhan memberikan banyak karunia dan talenta untuk dimanfaatkan sebab Ia ingin menjadikan kita orang-orang yang dapat dipercaya? Masalahnya, dapatkah kita dipercaya? Manfaatkan kesempatan kepercayaan yang Tuhan berikan untuk menjadi orang yang dapat dipercaya sebab kenyataannya banyak orang menyia-nyiakannya.
- Kita sama-sama bendaharanya Tuhan.
Sadarkah kita adalah bendaharanya Tuhan? Bukankah semua harta kekayaan yang ada pada kita bukan milik kita sepenuhnya tetapi milik Tuhan yang dititipkan kepada kita untuk dikelola dengan baik? Dan ingat, kekayaan yang kita punyai merupakan modal untuk memampukan kita menjadi berkat bagi orang lain seperti pesan Allah kepada Abram yang diberkati oleh-Nya (Kej. 12:2-3).
Jadi, kita dipanggil dan dipilih Tuhan menjadi bendahara sekaligus pengelola (bukan pemilik) atas kekayaan yang diberikan oleh-Nya.
Bagaimana mungkin Yudas yang sudah dipercaya memegang uang kemudian sering mengambil/mencuri uang dari kas yang dipegangnya (Yoh. 12:6)? Jangan terlalu percaya diri dan bangga dengan integritas di masa lalu sebab ini tidak menjamin seseorang tetap mempunyai integritas yang baik di masa sekarang dan masa depan oleh karena godaan dan kesempatan yang ada di hadapannya.
- Kita mengalami ujian yang sama.
Dilihat dari biografi Yudas Iskariot, sebenarnya dia bukan pembenci Yesus tetapi telah diperalat Iblis (masuklah Iblis ke dalam Yudas; Luk. 22:3) sehingga dia menjual Gurunya.
Apa buktinya dia tidak membenci Yesus? Dia sangat menyesali perbuatannya kemudian melemparkan uang perak hasil penjualan ke dalam Bait Suci dan pergi dari situ lalu menggantung diri (Mat. 27:3-5).
Sungguhkah kita mengasihi Tuhan? Pernahkan kita menyadari bahwa kita juga diperhadapkan dengan ujian sama berkenaan dengan uang? Mana yang kita pilih, cinta Tuhan atau cinta uang?
Terbukti Iblis memakai uang/mamon untuk menguji Yudas Iskariot mengakibatkan dia berkhianat kepada Yesus (bnd. Mat 6:24). Dia berpaling dari Yesus dan memburu uang sebab mencintainya (1 Tim 6:10). Iblis juga dapat memakai kita secara tidak langsung untuk berkhianat kepada Tuhan dengan tidak mengindahkan- Nya demi uang. Jika kita mengorbankan ibadah dan pelayanan demi memburu Mamon, apa bedanya kita dengan Yudas?
Introspeksi: benarkah kita telah menjadikan Tuhan dalam keseharian hidup kita? Jujur, bukankah yang sering memerintah hidup kita ialah kehendak kita sendiri? Misal: dalam mengambil keputusan untuk pindah kerja, kita memutuskan berdasarkan kehendak/kemauan kita sendiri karena tergiur dengan gaji yang lebih besar tanpa bertanya kepada Tuhan lebih dahulu.
Waspada, bila kita memburu uang berarti uang ada di depan kita dan Tuhan ada di belakang kita. Dengan kata lain, kalau kita mengejar uang, kita pasti tidak mengejar Tuhan. Seharusnya uanglah yang memburu kita seperti dialami Daud yang dipelihara oleh Gembala yang baik. Di dalam kondisi apa pun (di lembah, di hadapan musuh) Tuhan menyediakan hidangan makanan kepadanya (Mzm. 23:1-6). Perhatikan, kalau Tuhan menjadi Gembala dan berada di depan kita, Ia bertanggung jawab atas hidup kita. Namun Iblis tidak mau hal ini terjadi, dia ingin kita mengejar uang agar kita kehilangan Tuhan, kehilangan panggilan kita serta tujuan hidup sebenarnya.
Yudas Iskariot gagal menghadapi ujian Mamon dan sebagai bendahara ia sering mencuri uang kas dan menggunakannya untuk kepentingan diri sendiri. Apakah kondisi kita lebih baik daripada Yudas? Bagaimana dengan persepuluhan dan persembahan khusus (Mal. 3:8-10), sudahkah kita melakukannya?
Ternyata orang yang tidak mengembalikan persepuluhan dianggap perampok di mata Tuhan. Memang setiap kali berbicara tentang persepuluhan selalu timbul pro dan kontra. Ada yang mengatakan bahwa persepuluhan berlaku di era Perjanjian Lama sedangkan kita sudah hidup di zaman Perjanjian Baru. Padahal sekarang kita malah dituntut untuk mempersembahkan seluruh hidup kita sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah (Rm. 12:1). Kalau persepuluhan saja kita tidak mau mengembalikan apalagi menyerahkan seluruh hidup kita? Sebenarnya pengembalian persepuluhan melatih kita menjelang masuknya era di mana keuangan dunia akan dikuasai oleh Antikristus. Perlu diketahui esensi/inti dari persepuluhan dan persembahan khusus ialah ini merupakan bagian Tuhan yang tidak boleh dipergunakan untuk kepentingan pribadi. Maksudnya, di dalam seluruh penghasilan kita (100%), ada bagian yang bukan milik kita tetapi miliknya Tuhan itulah persepuluhan (10%). Di sinilah kejujuran hati kita dilatih sekaligus diuji. Beratkah kita
mempersembahkan persepuluhan yang bukan milik kita? Bila untuk mempersembahkan persepuluhan saja tidak dilakukan apalagi memberikan persembahan khusus dari 90% harta kita? Persembahan khusus adalah latihan dan ujian bagi kemurahan hati kita. Contoh: kita setia membayar persepuluhan (10% dari penghasilan) untuk mengakui Tuhan sebagai Tuan dan Pemilik keuangan kita. Tiba-tiba kita digerakkan untuk memberikan persembahan khusus bagi pekerjaan Tuhan atau bagi sesama yang membutuhkan, relakah kita berkurban dari 90% harta yang masih kita miliki? Apakah kita menuruti kehendak-Nya? Jangan cepat-cepat berprasangka buruk terhadap Tuhan! Ia hanya menguji apakah kita ditemukan sebagai orang yang dapat dipercaya oleh- Nya. Marilah kita menjadikan Dia sebagai Tuan di atas kekayaan kita bukan malah menjadikan uang sebagai tuan kita. Sejauh mana kejujuran dan kemurahan hati kita menghadapi persepuluhan dan persembahan khusus? Jika kita merasa berat dan tidak rela ketika diminta untuk berkurban, ini merupakan signal bahwa kita bukan bendahara dan pengelola harta yang baik.
- Kita mempunyai tanggung jawab pribadi.
Dilihat dari lingkungan dan komunitas Yudas Iskariot di mana dia bergaul, seharusnya dia tidak perlu tersandung dan jatuh sebab dia dimentori/dibimbing langsung oleh Yesus dan berada di antara murid-murid- Nya. Kalau begitu apa penyebab kejatuhannya? Sebenarnya setiap dari kita mempunyai modal untuk mencapai kehidupan maksimal tetapi kita juga mempunyai tanggung jawab pribadi. Banyak orang cenderung mempersalahkan faktor eksternal (orang lain, lingkungan dll.) yang menyebabkan kehidupan rohaninya tidak bertumbuh. Padahal mereka mengabaikan faktor internal berkaitan dengan tanggung jawab pribadi.
Memang bimbingan dan pemuridan diperlukan bahkan dikelilingi oleh orang-orang terkenal dalam komunitas yang hebat tetapi semua ini tidak menjamin hidup kita berhasil 100%. Buktinya, Yudas Iskariot sudah dimuridkan oleh Yesus sendiri dan berada dalam komunitas dan lingkungan yang baik tetapi dia tetap gagal karena dia melalaikan tanggung jawab pribadi.
Jelas Tuhan sudah menganugerahi (memberi modal) kita untuk hidup saleh (2 Ptr. 1:3). Jadi kalau kita tidak hidup saleh, ini bukan salah Tuhan. Iman menjadi dasar pengenalan kita akan Tuhan (Ibr. 11:1) tetapi harus ditambahkan dengan kebajikan – pengetahuan – penguasaan diri – ketekunan – kesalehan – kasih akan saudara-saudara – kasih akan semua orang supaya berhasil pengenalan kita akan Dia (2 Ptr 1:5-8). Jangan bangga sudah beriman sebab ini masih modal dasar yang belum maksimal untuk mengenal Tuhan dengan baik.
Bukankah Yudas memulai dengan baik tetapi sayang berakhir dengan tidak baik sebab ia tidak berusaha sungguh-sungguh dan tidak memaksimalkan apa yang telah dianugerahkan kepadanya. Selama tiga tahun ia mengikuti Yesus ke mana pun Ia pergi dan menyaksikan mukjizat-mukjizat yang dilakukan-Nya serta mendengar pengajaran-Nya tetapi ternyata tidak mengenal Dia sehingga hatinya tidak berubah untuk memercayai Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat. Yudas hanya mengenal Yesus sebagai Rabi/Guru.
Kenyataannya, banyak orang mengaku percaya kepada Tuhan tetapi tidak berusaha sungguh-sungguh untuk mengenal Dia lebih dalam. Mereka cukup puas beribadah di hari Minggu untuk memenuhi kewajiban sebagai orang Kristen. Akankah iman mereka bertumbuh untuk mengenal Tuhan lebih jauh? Terbukti bahwa pengenalan akan Tuhan tidak maksimal bukan karena faktor pendukung (komunitas dan lingkungan baik) tetapi lebih disebabkan karena faktor internal berkaitan dengan tanggung jawab pribadi.
Marilah kita memaksimalkan anugerah dari Tuhan untuk mengenal Dia lebih dalam sehingga Iblis tidak mudah memperdaya kita dengan tipu muslihatnya dan kita ditemukan berkenan di hadapan-Nya untuk layak menjadi umat kesayangan-Nya. Amin.