• MENANGGAPI LAWATAN ALLAH (2)
  • Lukas 20:1-26
  • Lemah Putro
  • 2022-02-27
  • Pdm. Edi Sugianto
  • https://www.gkga-sby.org/mobile/index.php/ibadah-umum?view=form&layout=edit&a_id=1076&return=aHR0cHM6Ly93d3cuZ2tnYS1zYnkub3JnL21vYmlsZS9pbmRleC5waHAvaWJhZGFoLXVtdW0vMTA3Ni1tZW5hbmdnYXBpLWxhd2F0YW4tYWxsYWgtMg==
  • Video Ibadah: KLIK DISINI

Shalom,

 

Kita patut bersyukur masih diberi kesempatan untuk beribadah dan mengalami lawatan Tuhan di tengah-tengah dunia yang penuh ketidakpastian. Hendaknya kita bersedia menerima lawatan Tuhan yang mau menolong, menguatkan dan memulihkan kita. Biarkan Roh Kudus bekerja untuk menolong kita mengerti akan Firman-Nya.

Kita telah mendengar Firman bahwa lawatan Allah itu memberi kesempatan bagi kita untuk melayani Dia, mengingatkan dan menyucikan kita. Dan kita tetap didorong untuk aktif merespons lawatan Allah. Dalam menanggapi lawatan Allah, apa yang harus kita lakukan menurut Injil Lukas 20:1-26?

  1. Kita memahami cara Allah melawat umat-Nya.

Karena kasih-Nya Allah datang melawat umat-Nya dengan Firman-Nya melalui: para utusan-Nya (para nabi), Anak-Nya yang tunggal itulah Yesus Kristus (Sang Firman hidup), Kitab Suci/Alkitab (Firman tertulis) juga Roh Kudus.

Disebutkan Yesus mengajar orang banyak di Bait Allah dan memberitakan Injil (ay. 1) juga zaman dahulu Allah berulang kali berbicara kepada nenek moyang kita dengan perantaraan nabi-nabi dan sekarang Ia berbicara kepada kita dengan perantaraan Anak-Nya (Ibr. 1:1-2). Ini menunjukkan bahwa Allah sangat aktif sekaligus kreatif dalam melawat umat-Nya.

Dalam perumpamaan penggarap-penggarap kebun anggur, pemilik kebun anggur mengirim anaknya yang dikasihi dengan maksud penggarap-penggarap itu akan segan terhadapnya sebab mereka telah menolak & menganiaya tiga hamba yang diutusnya. Namun apa yang terjadi? Penggarap-penggarap itu malah membunuh anaknya supaya warisan jatuh ke tangan mereka. Perumpamaan anak dari pemilik kebun anggur ini menunjukkan Yesus yang diutus Bapa-Nya tetapi ditolak oleh dunia.

Yesus berjalan berkeliling dari kota ke kota dan dari desa ke desa memberitakan Injil Kerajaan Allah bersama murid-murid-Nya (Luk. 8:1). Sekarang kita tidak melihat Yesus kasatmata sebab Ia sudah mati-bangkit-naik ke Surga. Namun sebelum kembali ke Surga, Ia mengutus para murid-Nya untuk memberitakan Firman yang sudah diajarkan (Yoh. 17:14,18,20). Mereka melaksanakan amanat agung-Nya setelah diberi kuasa (Roh Kudus) dan menjadi saksi-Nya dari Yerusalem, seluruh Yudea, Samaria dan ujung bumi (Kis. 1:8) dan sekarang sampai kepada kita.

Tuhan melawat kita dengan Firman-Nya yang sekarang tertulis lengkap dan ada dalam genggaman kita untuk dibaca dan direnungkan itulah Alkitab. Ia juga memberikan Roh Kudus yang memimpin kita ke dalam seluruh kebenaran (Yoh. 16:13) dan memberikan pencerahan kepada kita untuk mengerti Firman-Nya.

Introspeksi: apakah kita menyadari bahwa Tuhan melawat kita dengan Firman-Nya dan sangat dekat dengan kita? Firman Tuhan ada di dalam mulut dan hati kita (Rm. 10:8) dan dapat kita baca melalui Akitab.

  1. Kita memahami tujuan lawatan Allah bagi umat-Nya.

Lawatan Allah bertujuan untuk memulihkan umat-Nya, membebaskan dan menyelamatkan mereka, membuat mereka bertobat dan beribadah kepada-Nya dalam kekudusan serta memberikan damai sejahtera kepada mereka.

Memang saat Yesus datang ke dunia, Ia mengadakan mukjizat kesembuhan, pengusiran roh jahat, perbanyakan roti dan ikan dst. tetapi lebih dari itu tujuan lawatan-Nya ialah memberitakan Injil Kerajaan Allah. Sayang, bangsa Israel menanggapi kedatangan-Nya hanya secara politik yang membebaskan mereka dari penjajahan musuh padahal Ia melawat untuk membawa kelepasan dari tangan musuh, menyelamatkan dan memberi pengertian akan keselamatan berdasarkan pengampunan dosa seperti nyanyian nubuat oleh Zakharia (Luk. 1:68-79).

Ketika orang-orang memahami Yesus datang untuk memenuhi kebutuhan jasmani, Ia menegaskan bahwa Anak Manusia datang untuk memberikan nyawa-Nya menebus banyak orang (Mat. 20:28) juga mencari dan menyelamatkan mereka yang hilang (Luk. 19:10). Memang tidak salah kita meminta lawatan Tuhan untuk menyembuhkan kita, menyelesaikan problem dalam pekerjaan, studi, dst. Namun bila Allah tidak menyayangkan Anak-Nya tetapi menyerahkan-Nya bagi kita semua (Rm. 8:32), bagaimana mungkin Ia tidak peduli dengan masalah-masalah menyangkut jasmani? Kalaupun Ia “tidak menolong” kita, Ia mempunyai rencana indah di luar pengertian kita. Masalahnya, kita sering tidak memahami lawatan-Nya.

Tentang perumpamaan kebun anggur, pemilik kebun menyuruh hamba-hambanya datang tetapi tiga kali mereka ditolak bahkan pemilik mengutus anaknya dengan harapan disegani tetapi nyatanya malah dibunuh. Para penggarap kebun anggur ini menggambarkan orang-orang Yahudi – ahli Taurat, imam-imam kepala (ay. 19) – sementara kebun anggur itu ialah kaum Israel (Yes. 5:7). Yesus ingin mengumpulkan mereka seperti induk ayam mengumpulkan anak-anaknya di bawah sayapnya tetapi mereka menolaknya (Luk. 13:34). Pada akhirnya musuh membinasakan Yerusalem beserta penduduknya dan tidak membiarkan satu batu pun tinggal terletak di atas batu yang lain padahal Ia ingin memberikan damai sejahtera (Luk. 19:42-44). Yerusalem dihancurkan termasuk Bait Allah yang menjadi kebanggaan mereka.

Aplikasi: kita membutuhkan damai sejahtera dalam menghadapi suatu masalah sebab orang yang hidup dalam dosa tidak memiliki damai tetapi hidupnya tidak tenang dan dalam ketakutan. Itu sebabnya Tuhan menawarkan damai sejahtera kepada kita karena kebutuhan kita bukan sekadar sandang-pangan-papan tetapi lebih dari itu yaitu soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus (Rm. 14:17).

Bila ada damai sejahtera, kita akan menghadapi suatu masalah dengan tenang. Namun sering kita merespons lawatan Tuhan dengan salah karena menginginkan lawatan Tuhan seperti yang kita harapkan padahal belum tentu keinginan kita sesuai dengan kehendak-Nya.

  1. Menanggapi lawatan Allah dengan benar.

Bagaimana kita merespons lawatan Allah dengan benar? Kita datang kepada Firman Tuhan dengan motivasi benar dan penuh ucapan syukur. Kita mengakui dan percaya akan otoritas Firman-Nya serta menerimanya dengan penuh kerelaan hati. Juga melakukan Firman-Nya dengan penuh sukacita dan dituntun oleh Roh Kudus.

Namun apa respons imam-imam kepala, ahli-ahli Taurat serta tua-tua ketika Yesus mengajar di Bait Allah (ay. 1-2, 19-20,26)? Sebagai orang terpandang dan memiliki otoritas, mereka pasti tahu banyak tentang isi Kitab Suci. Masalahnya, maksud kedatangan mereka bukan untuk mendengarkan Firman Allah tetapi mempertanyakan siapa yang memberikan Yesus otoritas untuk melakukan hal-hal itu – menyucikan Bait Allah, mengadakan mukjizat-mukjizat dll. Mereka merasa tersaingi dengan Yesus sebagai “pendatang baru” dalam dunia pelayanan juga otoritas mereka terganggu. Bukankah Saulus (sebelum bertobat menjadi Paulus) menerima otoritas dari imam besar untuk menganiaya pengikut-pengikut Yesus (Kis. 9:1-2)?

Introspeksi: apa motivasi kita datang beribadah? Apakah rindu mendapat pemulihan atau ada maksud-maksud tertentu untuk beroleh pujian, mendapatkan keuntungan dll.? Hendaknya Firman Tuhan yang kita baca baik secara pribadi maupun berjemaah bertujuan memulihkan kehidupan kita bukan untuk menghantam/menembak orang-orang dekat kita.

Apa respons Yesus terhadap pertanyaan imam-imam kepala, ahli-ahli taurat dan tua-tua? Ia menjawab dengan pertanyaan dari mana Yohanes Pembaptis beroleh otoritas membaptis, dari Surga atau dari manusia (ay. 4). Sebagai pemuka Israel, mereka pasti tahu sebab masyarakat awam saja yakin kalau Yohanes Pembaptis adalah seorang nabi (ay. 5). Namun mereka mencari “aman” dengan mengatakan “tidak tahu” berarti mereka tidak ada usaha mencari tahu. Mereka tidak percaya dengan otoritas yang Yesus miliki sebab merasa Yesus (± 32 tahun) menyaingi mereka yang lebih tua dalam usia maupun posisi yang penting. Yesus juga sering memojokkan mereka saat berdebat dengan mereka. Oleh sebab itu mereka ingin membunuh Yesus (ay. 47).

Karena para pemuka Israel tidak jujur dengan kebenaran yang mereka ketahui bahwa baptisan Yohanes dari Surga dan menolak maksud Allah (Luk. 7:30,33-34), Yesus juga tidak mengatakan dengan otoritas siapa Ia melakukan hal-hal itu. Jelas mereka menolak Yohanes Pembaptis dan Yesus. Kalau seandainya mereka jujur menjawab baptisan Yohanes dari Surga, mereka juga harus mengakui otoritas Yesus dari Surga. Ini berarti mereka harus merevisi semua yang mereka katakan tentang Yohanes Pembaptis dan tentang Yesus. Mereka harus meneyetujui apa yang Yesus katakan tentang mereka bahwa mereka itu munafik, mengajarkan adat istiadat manusia dst. Mereka harus meruntuhkan semua adat istiadat yang telah mereka bangun. Mereka lebih mementingkan harga diri daripada kebenaran.

Kemudian Yesus melanjutkan dengan mengatakan perumpamaan tentang penggarap-penggarap kebun anggur kepada orang banyak (ay. 9). Siapa yang dimaksud penggarap-penggarap anggur ini? Para ahli Taurat dan imam kepala (ay. 19). Mereka bertindak sama seperti nenek moyang mereka yang keras hati dan telah membunuh nabi-nabi dan melempari dengan batu orang-orang yang diutus kepada mereka (Luk. 11:46-54; 13:34). Secara tidak langsung Yesus ingin mengatakan bahwa Ia datang atas otoritas Bapa-Nya tetapi para pemuka agama ini sudah menerima warisan adat istiadat turun temurun dan hanya mengakui otoritas wali negeri (ay. 20).

Kemudian ahli-ahli Taurat dan imam-imam kepala mengirim mata-mata untuk bertanya kepada Yesus tentang “membayar pajak” untuk menjerat-Nya (ay. 20-21). Pajak di sini adalah pajak yang dibebankan kepada rakyat jajahan (orang Yahudi) sementara orang-orang Romawi sendiri tidak membayar pajak, dan ini menyebabkan timbulnya pemberontakan-pemberontakan hingga akhirnya Bait Allah diruntuhkan. Kalau Yesus menjawab dengan salah, ini berarti Dia menentang kaisar. Namun Ia mengetahui maksud licik mereka dan menjawab, “Kalau begitu berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah.” (ay. 25). Jelas Yesus menekankan dua kewajiban – kepada Allah dan kepada manusia – menunjukkan kasih kepada Allah dan kepada manusia. Mendengar jawaban ini mereka terdiam bukan karena setuju dengan pendapat Yesus tetapi mereka menyimpan dendam dan berusaha membunuh- Nya. Pada akhirnya mereka berhasil menangkap dan membunuh-Nya. Tindakan mereka sama seperti apa yang telah dilakukan oleh nenek moyang mereka dan puncaknya Allah menghukum mereka (2Raj. 17:7-23; 2Taw. 36:11-17) karena mereka menolak lawatan-Nya.

Aplikasi: kita perlu belajar dari pengalaman bangsa Israel yang menolak lawatan Tuhan, memiliki motivasi jahat serta tidak mau rendah hati, kita tidak boleh mengulangi kesalahan yang sama seperti mereka. Kita perlu datang kepada-Nya, mengakui Firman-Nya, percaya atas otoritas Tuhan kepada pemberita Firman tanpa memilah-milah siapa yang menyampaikannya. Marilah kita menerima Firman Tuhan dengan kerelaan hati dan menyelidikinya setiap hari seperti dilakukan oleh jemaat Berea (Kis. 17:11).

Kita perlu memahami cara Allah melawat kita melalui Firman yang kita baca untuk dilakukan. Juga pahami tujuan lawatan-Nya dengan tidak fokus memerhatikan kebutuhan jasmani tetapi lebih dari itu Ia mau menyelamatkan kita dengan menebus dosa kita dan melepaskan kita dari tangan musuh. Selain itu kita harus menanggapi lawatan Allah dengan benar maka Ia akan berkenan atas kita. Amin.