• HARGA MENJADI SEORANG MURID KRISTUS (JOHOR)
  • Lukas 14:25-35
  • Johor
  • 2021-11-21
  • Pdm. Agus Mulyono
  • https://www.gkga-sby.org/mobile/index.php/ibadah-umum/1009-harga-menjadi-murid-kristus

Shalom,

Betapa sukacitanya kita dapat saling bertatap muka dalam ibadah walau masih dibatasi jumlahnya setelah hampir dua tahun kita tidak bersua oleh sebab pandemi. Semua ini karena kemurahan Tuhan semata.

Kali ini kita mempelajari Firman Tuhan sesuai dengan tema “Harga Menjadi Seorang Murid Kristus” yang diambil dari Lukas 14:25-35. Apa harga yang harus dibayar untuk menjadi murid Kristus?

“Pada suatu kali banyak orang berduyun-duyun mengikuti Yesus dalam perjalanan-Nya. Sambil berpaling Ia berkata kepada mereka: "Jikalau seorang datang kepada-Ku dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi murid-Ku. Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak dapat menjadi murid-Ku. …Demikian pulalah tiap-tiap orang di antara kamu yang tidak melepaskan dirinya dari segala miliknya tidak dapat menjadi murid-Ku. Garam memang baik tetapi jika garam juga menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya baik untuk ladang maupun untuk pupuk dan orang membuangnya saja. Siapa mempunyai telinga untuk mendengar, hendaklah ia mendengar!"

Jujur, ayat-ayat di atas merupakan salah satu perkataan Yesus yang sangat keras. Memang tidak sulit untuk dipahami tetapi sulit untuk diterima dan dilaksanakan karena kata-kata-Nya yang sangat pedas. Namun ini adalah harga yang harus dibayar untuk menjadi murid sejati. Perhatikan, keselamatan adalah anugerah yang kita terima secara gratis dan setiap pelanggaran serta dosa kita telah dibayar lunas oleh pengurbanan Kristus di Kalvari. Saat kita melangkah dengan iman dan menyerahkan diri kepada Yesus sebagai Juru Selamat, hidup kita berubah. Bila dahulu kita adalah hamba dosa di bawah pemerintahan otoritas setan, kini kita menjadi hamba kebenaran (Rm. 6:17-18) di bawah otoritas pemerintahan Yesus.

Untuk menjadi murid Yesus sejati ada biaya mahal yang harus dibayar dan jalan sukar yang harus ditempuh; untuk itu dibutuhkan penyangkalan diri dan “kematian” diri sendiri. Dibutuhkan penyerahan diri dan ketaatan serta pengalaman menghadapi serangkaian masalah dalam

langkah-langkah hidup kita. Apa pun yang terjadi, berkat anugerah dan kemuliaan yang akan kita terima jauh melebihi pengurbanan yang kita lakukan untuk menjadi murid Kristus.

Kata “murid” (Bhs. Yunani: mathitis) berarti belajar. Jelas seorang murid belajar dari gurunya bukan hanya menyerap teori tetapi juga mempraktikkan ilmu yang diperolehnya. Cita-cita seorang murid adalah menjadi sama atau serupa dengan gurunya (bnd. Mat. 10:24). Sebagai murid Yesus, kita diminta memiliki kesetiaan dan komitmen tinggi terhadap Guru kita dan melaksanakan Amanat Agung dari-Nya yaitu menjadikan semua bangsa murid-Nya dan mengajarkan apa yang telah diajarkan oleh-Nya (Mat. 28:19-20).

Penting diketahui bahwa keselamatan berkaitan erat dengan murid Kristus, maksudnya: kita tidak memperoleh keselamatan tanpa menjadi murid Yesus. Orang Kristen sejati pasti juga murid Kristus sejati. Masalahnya, seseorang bisa menjadi orang Kristen yang beribadah dengan rajin bahkan sudah dibaptis tetapi belum tentu dia murid Yesus yang memenuhi kriteria seperti yang telah ditetapkan-Nya.

Saat itu banyak orang berduyun-duyun mengikuti Yesus dalam perjalanan-Nya menuju Yerusalem. Apa motivasi mereka mengikuti Yesus? Ada yang ingin melihat mukjizat, makan gratis, mengalami kesembuhan atau sekadar ikut-ikutan. Banyak dari mereka tidak mempunyai komitmen jelas walau ada pula yang memang ingin mengikut Yesus.

Tidak mengherankan banyak orang mengejar Yesus sebab saat itu Ia sedang berada di puncak pelayanan dan popularitas. Apa yang Yesus lakukan kemudian? Ia menyaring kerumunan itu sebab Ia tidak suka melakukan mukjizat sensasional untuk menarik lebih banyak pengikut. Namun ini tidak berarti Ia menurunkan standar penginjilan-Nya menjadi lunak untuk menyenangkan hati pengikut-Nya. Ia tidak memberikan janji-janji manis dalam ajaran-Nya. Singkatnya, Yesus tidak mencari kuantitas/jumlah tetapi mencari orang-orang yang berkomitmen tinggi dan mau mengambil risiko untuk menyampaikan pesan-Nya hingga ke ujung bumi. Kenyataannya, banyak orang yang mengikut Yesus justru menyalibkan Dia.

Apa syarat untuk menjadi murid Yesus?

  • Membenci bapanya, ibunya, istrinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan bahkan nyawanya sendiri (ay. 26). Artinya kasih kepada Yesus harus menjadi yang terutama dibandingkan dengan ikatan keluarga bahkan nyawa kita

Ada satu perkataan Yesus yang mengganggu bila kita membaca sepintas yaitu kata “membenci”. Benarkah kita harus membenci orang tua dan saudara kita jika kita mau menjadi murid-Nya?

Kata membenci (bhs. Yunani: miso = hate). Dalam konteks ini tidak mungkin Yesus mengajarkan kebencian kepada keluarga karena sama dengan melanggar hukum Taurat ke-5 (Kel. 20:12). Sebaliknya, Yesus mengajarkan kita untuk menghormati orang tua (Mat. 15:4).

Kata “membenci” di sini merupakan hiperbola (bahasa kias yang berlebih-lebihan) untuk membandingkan sesuatu yang dapat diartikan mengasihi lebih-kurang atau mengasihi lebih sedikit. Yang dimaksud kebencian (Mat. 10:37) bukanlah kebencian agresif kepada anggota

keluarga tetapi masalah perbandingan dan prioritas kepada siapa kita lebih mengasihi. Apakah kepada Yesus yang telah mengurbankan diri-Nya bagi kita atau kepada ikatan keluarga di dunia ini atau nyawa kita sendiri? Masih ingatkah alasan-alasan yang diutarakan untuk menolak undangan perjamuan dalam Kerajaan Allah? Salah satu alasan penolakan ialah masalah nikah yaitu mereka baru kawin (Luk. 14:15-24).

Mengapa Yesus menyinggung masalah ikatan keluarga? Karena orang terdekat (istri, suami, orang tua, anak-anak) dapat menjadi sandungan terbesar dalam pengikutan kita kepada Yesus. Umumnya kita akan berkompromi bila menghadapi orang-orang yang kita cintai.

Pertanyaan: apakah kita siap dan bersedia kehilangan hubungan ikatan keluarga dan persahabatan demi menyatakan kebenaran dalam kasih? Tuhan mencopot jabatan keimamatan imam Eli karena dia lebih menghormati anak-anaknya yang jahat daripada Tuhan (1 Sam. 2:29). Jelas, jika kita ingin menjadi murid-Nya, kita harus mengasihi dan mengutamakan Tuhan dengan merelakan hubungan keluarga dan reputasi pribadi. Kita harus turun dari takhta, reputasi, kebanggaan kita dan membiarkan Yesus menduduki takhta kita. Apakah kita bersedia meletakkan Yesus sebagai yang pertama di atas reputasi kita?

  • Memikul salib dan mengikuti Yesus (ay. 27).

Orang-orang banyak yang mengikuti Yesus pada waktu itu mungkin berharap akan mendapatkan berkat kekayaan, kehormatan, kemakmuran tetapi Yesus mengatakan untuk memikul salib dan mengikuti-Nya.

Apa maksud dari memikul salib? Salib adalah gambaran dari penderitaan (1 Ptr. 2:21; 4:12), kematian (Kis.10:39), penghinaan (Ibr. 12:2), cemoohan (Mat. 27:39) dan penyangkalan diri (Mat. 16:24). Hal ini akan kita alami jika kita mengasihi dan mendahulukan Yesus. Perhatikan, salib bukanlah sekadar perhiasan yang dipakai atau dipajang tetapi dialami sebagai tanda kita adalah Kristen sejati sekaligus murid-Nya. Mengasihi dan mendahulukan Tuhan akan membawa kita kepada konflik dan kita akan menderita karenanya. Yesus telah mengingatkan para murid di awal pelayanan-Nya bahwa mereka akan dicela dan dianiaya demi Dia (Mat. 5:11).

Aplikasi: kita harus siap menghadapi serangan perkataan jahat maupun aniaya tubuh (fisik) karena kita orang Kristen. Apakah kita bersedia menghadapinya atau lebih memilih berdiam diri karena tidak ingin diusik orang lain demi pemberitaan Injil keselamatan? Murid atau Kristen sejati tidak mengasihi nyawanya sampai ke dalam maut (Why. 12:11b). Sungguhkah kita mencintai Yesus sampai pada titik kita harus menyerahkan hidup kita? Memikul salib harus kita lakukan setiap hari dan ini berarti mati untuk keinginan diri sendiri.

Tahukah apa yang terjadi ketika seseorang memikul salib atau disalibkan bersama Kristus? Pandangannya hanya satu arah, tidak melirik ke kanan atau kiri tetapi fokus kepada Yesus. Dia tidak akan kembali maksudnya tidak akan kembali kepada kehidupan lama tetapi tujuannya hanya satu itulah Yesus. Dia juga tidak punya rencana lebih lanjut bagi dirinya tetapi hanya kepada Yesus. Memberikan hati kepada Yesus dan bersedia memikul salib adalah keputusan independen bukan paksaan! Dan mulai saat itu hidup kita adalah milik Tuhan bukan milik kita sendiri sebab kita sudah dibeli dengan harga mahal (1 Kor. 6:19- 20).

  • Memberikan seluruh hidup kepada Kristus lebih dari apapun sampai pada akhirnya (ay. 28-33).

Menjadi murid Yesus diibaratkan sebagai seorang yang harus duduk terlebih dahulu untuk menghitung anggaran biaya apakah dia mempunyai cukup uang untuk mendirikan menara atau seperti seorang raja duduk mempertimbangkan apakah dia sanggup menghadapi raja yang memiliki pasukan jauh lebih banyak.

Maksud dari ‘duduk lebih dahulu’ ialah mempertimbangkan secara matang dan sepenuh hati. Seseorang harus mempertimbangkan dahulu secara matang dan hati-hati sebelum memutuskan untuk mengikut Yesus dan menjadi murid-Nya. Mampukah ia bayar harga? Jika tidak, dia tidak hanya mempermalukan diri sendiri tetapi juga Nama Yesus. Menjadi murid Yesus bukan sekadar coba-coba, ikut-ikutan atau karena emosi oleh sebab pernah mengalami kesembuhan atau peristiwa spiritual yang sensasional. Sebaliknya, menjadi murid Yesus dapat mengakibatkan kita kehilangan semua – hubungan keluarga putus, kehilangan pekerjaan, materi bahkan nyawa.

Yesus menekankan lagi jika kita tidak melepaskan diri dari segala milik kita, kita tidak dapat menjadi murid-Nya (ay. 33). Rasul Paulus mempraktikkannya dengan melepaskan semua atribut yang menjadi kebanggaannya dan menganggapnya sampah untuk mem- peroleh Kristus (Flp. 3:7-8).

  • Memiliki manfaat bagi sesama (a. 34).

Yesus mengatakan murid-murid-Nya adalah garam dunia (Mat. 5:13). Garam berguna memberikan rasa asin dan mengawetkan. Ada sesuatu yang berbeda dalam hidup kita.

Sudahkah kita memberikan rasa bagi orang-orang di sekitar kita? Apakah kita membawa iman, pengharapan, damai dan kasih bagi orang-orang di komunitas kita? Atau hidup kita malah sama seperti mereka, hambar tidak ada rasa, lembek dan tidak beriman? Bagaimana kita mengharapkan orang-orang berubah kalau mereka tidak melihat ada yang beda dari kita dan tidak melihat ada “rasa” dari hidup kita?

Paulus menasihati agar perkataan kita senantiasa penuh kasih, tidak hambar berarti harus ada rasa garam (Kol. 4:6). Garam juga berfungsi sebagai antiseptik dan menyembuhkan. Garam dari Injil bermanfaat menyelamatkan, menghidupkan hati yang patah, hidup yang hancur dan dari keputusasaan. Ilustrasi: garam yang ditaruh di luka terbuka akan menim- bulkan rasa sakit, rasa terbakar dan menyengat menyebabkan iritasi dan rasa tidak enak bagi orang yang menderita. Demikian pula mereka yang membenci kita karena kita meng- garami mereka akan menimbulkan iritasi dan rasa sakit terbakar tetapi semua itu untuk menyembuhkan mereka.

Kita adalah garam dunia bukan garam gereja. Mengapa? Karena tidak ada gunanya kita menggarami garam, maksudnya: kita perlu masuk ke dalam komunitas orang-orang berdosa bukan berkutat di lingkungan gereja menggarami sesama jemaat. Memang kita harus terpisah dari dosa tetapi kita tidak boleh terisolasi dari pendosanya. Lebih lanjut Yesus mengatakan jika garam menjadi tawar atau hilang rasa asinnya, dia sudah tidak ada gunanya lagi selain dibuang dan diinjak orang.

Ingat, garam murni tidak akan pernah hilang rasanya kecuali berkurang kadarnya karena pengenceran disebabkan pengaruh dunia seperti panas, hujan, angin, dsb. Tak dapat disangkal kontaminasi yang kita alami oleh pengaruh dunia menghalangi atau melemahkan kasih kita kepada Yesus dan ini akan mengurangi rasa asin kita. Ini bagaikan perumpamaan benih yang jatuh di semak duri lalu makin besarlah semak itu dan mengimpit benih hingga mati tidak menghasilkan buah (Mat. 13:7).

Aplikasi: sebagai murid Yesus, kita harus dapat memberikan rasa dan teladan serta dampak bagi sesama. Bila kita mengaku murid Yesus tetapi tidak dapat memberikan pengaruh berarti kita telah kehilangan fungsi dan tidak berguna lagi bagi-Nya. Kita telah kehilangan kemampuan untuk menjadi saksi-Nya dan tidak ada jalan lain kecuali dibuang.

Marilah kita menerima panggilan Yesus untuk menjadi murid-Nya. Untuk itu kita harus berani bayar harga dengan mengasihi dan mengutamakan Tuhan lebih dari kepentingan keluarga dan pribadi. Sebagai murid sejati, kita menjadi garam dunia yang dapat memberi dampak kepada orang-orang yang belum/tidak percaya kepada Yesus agar mereka juga dapat terselamatkan karena melihat kesaksian hidup kita. Amin.