Born To Make Us One
Pdt. Paulus Budiono, Senin, di Tonghai Ballroom, 25 Desember 2017
Shalom,
Tiap tahun suasana dan perayaan Natal makin meriah dan semarak, pernak-pernik gemerlapan dijual di banyak toko dan Mal belum lagi lagu-lagu Natal meng-alun sepanjang hari. Tak sedikit penjual diuntungkan karena orang-orang Kristen membelinya untuk dipajang di gereja maupun di rumah kemudian disimpan atau dibuang seusai perayaan dan tahun depan membeli lagi. Natal dirayakan di seluruh dunia tetapi tidak semua dari mereka memikirkan apa inti dari Natal sebenarnya.
Perayaan kelahiran Yesus sesungguhnya memiliki keunikan daripada pesta ulang tahun pada umumnya. Apa keistimewaannya? Ef 2:17-18 menuliskan, “Ia (Kristus Yesus – Red.) datang dan memberitakan damai sejahtera kepada kamu yang“jauh” dan damai sejahtera kepada mereka yang “dekat” karena oleh Dia kita kedua pihak dalam satu Roh beroleh jalan masuk kepada Bapa.”
Sangat jelas, kedatangan Yesus ke dunia ialah untuk memberitakan damai sejahtera kepada mereka yang jauh dan yang dekat sehingga melalui berita sama yang disampaikan kedua belah pihak (yang sebelumnya tidak cocok) dapat menyatu dalam satu Roh beroleh jalan kepada Bapa.
Bukankah Allah Tritunggal menyatu dan tidak pernah berpisah/terpisahkan? Seharusnya kita juga makin lama makin menyatu satu sama lain meskipun harus diakui tidaklah mudah untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan walau Alkitabnya sama. Sangatlah beda saat kita mera-yakan pesta ulang tahun yang mewah sekalipun, seusai pesta semua kembali berjalan normal namun setelah pesta perayaan ulang tahun Yesus (Natal), hati kita harus tetap membara dan kita makin dibawa kepada penyatuan.
Perlu diketahui, dunia menyelenggarakan pemilihan ratu kecantikan, ratu pariwisata, ratu kese-hatan dst. pada tahun 1888 dan pemilihan ratu perdamaian muncul tahun 1968. Tentu para peserta calon ratu perdamaian ini terdiri dari gadis-gadis yang pandai, cantik dan suka berdamai untuk dipilih siapa yang berhak menerima mahkota dan dijuluki ratu perdamaian. Namun faktanya, sudahkah terjadi damai sejahtera di atas bumi ini? Apa yang terjadi dengan negara Yerusalem dan Palestina? Permusuhan dari dua bangsa ini telah berlangsung berabad-abad dan tidak pernah terselesaikan bahkan makin sengit akhir-akhir ini. Negara-negara di Barat maupun di Timur berlomba mempercanggih persenjataan nuklir dan kimia mereka juga pada saat peringatan angkatan bersenjata, mereka mempertontonkan senjata-senjata mutakhirnya. Untuk apa? Apakah untuk terciptanya perdamaian seperti yang mereka dengung-dengungkan di pertemuan antar-negara? Slogan cinta damai dikumandangkan tetapi senjata-senjata dibuat pasti untuk berperang memusnahkan siapa saja yang dianggap musuh dengan alasan mempertahankan diri atau membela negara.
Tak dapat disangkal, manusia sangat membutuhkan perdamaian. Itu sebabnya Yesus datang membawa berita shalom/perdamaian ± 2017 yang lalu. Berita perdamaian ini disampaikan oleh sejumlah besar bala tentara Surga yang memuji Allah dan didengar oleh gembala-gembala di padang yang menjaga kawanan ternak lalu memberitakannya kepada Maria dan Yusuf (Luk. 2:13-17). Benarkah ada damai? Damai akan sulit terwujud tanpa melibatkan Yesus, Pemberi Damai (Yoh. 14:27). Justru dengan kedatangan-Nya, bangsa yang dekat (Yahudi) dan bangsa yang jauh (kafir) disatukan dalam satu Roh.
Rasul Paulus menulis pengalaman nyata tentang penyatuan dari dua pihak yang berseteru oleh Kristus Yesus, Sang Pendamai. Apa pengakuannya? I Timotius 1:15 menuliskan, “Perkataan ini benar dan patut diterima sepenuhnya: “Kristus Yesus datang ke dunia untuk menye-lamatkan orang berdosa.” dan di antara mereka akulah yang paling berdosa.”
Apakah Paulus melakukan kejahatan begitu parah tak berkemanusiaan seperti korupsi, zina, pembunuhan sadis dll. hingga dia tanpa malu mengaku orang paling berdosa? Rasul Paulus adalah orang Ibrani asli dari suku Benyamin dan disunat pada hari kedelapan, tentang pendirian terhadap hukum Taurat dia orang Farisi (berguru pada Gamaliel yang terkenal; Kis. 22:3), dalam menaati hukum Taurat dia tidak bercacat (Flp. 3:5-6). Bagaimana mungkin sebagai orang Farisi yang berotak brilian dan tak bercacat dalam melakukan hukum Taurat yang sangat ketat (613 hukum) berani mengaku dirinya paling berdosa? Ternyata setiap surat yang ditulisnya merupakan pengalaman pribadi Rasul Paulus setelah bertemu Yesus Kristus yang dianiaya olehnya (Kis. 9:5) membuat dia bertobat dan menikmati damai sejahtera dari-Nya.
Memang orang Israel/Yahudi dipilih Allah menjadi umat kesayangan-Nya karena mereka paling kecil dari segala bangsa (Ul. 7:6-7). Sayang, hal ini membuat mereka menjadi sombong dan sebagai keturunan Abraham merasa tidak pernah menjadi hamba siapa pun (Yoh.8:33). Orang Farisi dan ahli Taurat merasa dosa mereka lebih kecil dibandingkan dosa orang lain sehingga mereka dikecam oleh Yesus (Mat. 23:2-36).
Yesus (= Allah Penyelamat) datang untuk menyelamatkan mereka yang terhilang dan berdosa seperti telah dialami oleh Zakheus (Luk. 19:10). Zakheus, pemungut cukai yang kaya, dibenci orang banyak karena dianggap orang berdosa tetapi Yesus malah tertarik kepadanya untuk diselamatkan.
Rasul Paulus menulis surat kepada Timotius (peranakan Yahudi dan Yunani; Kis. 16:1) juga kepada orang kafir seperti jemaat Efesus, Roma dll. oleh sebab pengalaman pribadinya yang mana dia dahulu begitu membenci mereka. Namun setelah bertemu dan mengenal Yesus, dia bertobat dan berubah total. Dia dipakai Tuhan untuk memberitakan Nama-Nya justru kepada bangsa kafir (Kis. 9:15).
Baik orang Yahudi maupun non-Yahudi menerima berita sama itulah damai sejahtera. Apa kelebihan orang Yahudi dan kekurangan orang kafir? Orang Yahudi merasa paling baik dan suci sementara bangsa kafir penuh dengan penyembahan berhala namun sesungguhnya tidak ada seorang pun benar dan baik di hadapan Allah, semua orang telah berbuat dosa dan hilang kemuliaan Allah (Rm. 3:10,12,23).
Baik bangsa Yahudi maupun bangsa kafir memiliki nenek moyang sama itulah Adam dan Hawa. Allah menciptakan Adam dan dari satu manusia ini Ia kemudian menjadikan seorang lain itulah Hawa dan dua orang ini menjadi satu (Kej. 2:7, 21, 23). Namun karena melanggar perintah Allah dengan memakan buah terlarang, mereka tidak lagi satu. Perpecahan dalam kesatuan nikah merembet pada retaknya kesatuan dalam rumah tangga (Kain membunuh adiknya, Habel). Waspada, suami-istri yang tidak ada damai sejahtera berakibat anak-anak mereka hidup dalam ketidakdamaian. Sebaliknya, suami-istri yang takut akan Tuhan berdampak anak-anak mereka juga takut akan Dia seperti dialami oleh Nuh sekeluarga yang diselamatkan dari air bah (Kej. 8:16).
Setelah Nuh dan istrinya mati, tinggallah tiga anaknya (Sem, Ham dan Yafet) beserta menantunya. Dari mereka tersebarlah penduduk seluruh bumi. Mereka menyatu dalam bahasa dan pikiran kemudian memutuskan membangun sebuah kota dengan sebuah menara yang puncaknya sampai ke langit agar mereka tidak terserak ke seluruh bumi (Kej. 11:1,4). Tampaknya visi mereka bagus untuk kesatuan tetapi Allah membatalkan rencana penyatuan tersebut karena Nama Tuhan – Juru Selamat – tidak ditampilkan. Mereka mencari nama untuk mereka sendiri (make a name for ourselves) berarti mereka tidak mendidik anak-anak mereka untuk ingat dan takut akan Allah tetapi berfokus pada orang tua dan keluarga berakibat Allah menceraiberaikan mereka melalui bahasa berbeda yang tidak dapat dimengerti oleh satu sama lain.
Aplikasi: tanpa Yesus, Pembawa berita damai sejahtera, bangsa mana pun tidak dapat berdamai dan bersatu sebab hanya Ia yang tahu jalannya untuk kita kembali bersatu.
Dari banyaknya suku yang tercerai-berai, Allah memilih Abram untuk keluar dari negerinya, sanak saudara dan dari rumah bapanya ke negeri yang akan ditunjuk Allah kepadanya (Kej. 12:1). Dari Abraham dan Sara, Allah memilih Ishak dan dari anak Ishak, Yakub, dipilih agar semua bangsa terberkati. Berlanjut Raja Salomo yang takut akan Allah membuat dia dihormati oleh seluruh bangsa termasuk ratu negeri Syeba yang datang berkunjung kepadanya (1 Raja 10:1-13). Bangsa Israel diberkati ketika rajanya takut akan Tuhan namun begitu rajanya lupa akan Dia negaranya hancur dan bangsa Israel ditawan musuh.
Siapa dapat menyatukan perpecahan dalam hubungan nikah dan keluarga? Apakah Yesus tidak mampu mendamaikan mereka? Namun apa yang diterima oleh Yesus, Pemberita damai sejahtera? Ia datang kepada umat-Nya, orang Yahudi, tetapi mereka menolaknya. Ia datang kepada bangsa kafir namun mereka menghina, memahkotai duri bahkan menyalibkan Dia hingga mati dan dikuburkan di kuburan milik orang lain.
Paulus sebagai orang Yahudi yang telah diselamatkan membawa berita perdamaian kepada bangsa kafir dan menyaksikan bahwa kematian Yesus meruntuhkan tembok pemisah dan perseteruan (Ef 2:14). Pada Bait Allah yang dibangun oleh Herodes ada pembatas/tembok yang memisahkan orang kafir dari orang Yahudi yang beribadah. Jika orang kafir nekat menerobos masuk, sanksinya ialah hukuman mati sebab orang Yahudi menganggap bangsa kafir bagaikan anjing dan babi.
Aplikasi: bila suami bermasalah, istri harus datang kepada Yesus, Juru Damai, yang mampu meruntuhkan tembok perseteruan sehingga terjadi perdamaian di antara mereka. Waspada, perseteruan berakibat kematian.
Yesus pernah marah dan mengusir semua orang yang berjual beli di halaman Bait Allah juga membalikkan meja-meja penukar uang dan bangku-bangku pedagang merpati sebab Rumah-Nya disebut rumah doa tetapi mereka menjadikannya sarang penyamun (Mat. 21:12-13).
Bukankah kita adalah Bait Allah yang hidup (2 Kor 6:16) untuk memberitakan damai sejahtera dan menerima mereka yang belum/tidak mengenal Yesus? Namun, sering terjadi antarjemaat malah bertengkar kemudian pindah gereja. Juga apakah hati kita ada motivasi mencari keuntungan dalam gereja?
Yesus tahu bahwa Ia akan ‘diusir’ untuk disalibkan dan mati. Ia adalah Allah yang turun sebagai manusia bahkan lebih rendah lagi menjadi hamba dan dianggap sebagai orang berdosa untuk disalibkan. Semua ini dilakukan-Nya untuk menyelamatkan manusia berdosa yang keras hati.
Saulus kejam yang disinari terang Yesus menyebabkan dia bertobat dan menjujung tinggi salib Kristus. Orang yang disalib itu terkutuk (Gal. 3:13) dan Saulus/Paulus dipanggil untuk mem-beritakan Kristus yang disalibkan. Memang pengajaran salib menjadi batu sandungan bagi orang Yahudi yang menuntut tanda/mukjizat dan kebodohan bagi orang kafir (1 Kor. 3:22-23) yang mementingkan logika (bagaimana mungkin orang mati dapat bangkit) sebab mereka mempunyai berhala dan definisi sendiri tentang keselamatan. Bagi kita, mukjizat terbesar ialah salib sebab Ia mati dan bangkit untuk menyelamatkan kita.
Perhatikan, Natal tanpa disertai berita Yesus disalib menjadikan perayaan yang tidak bermakna sebab Ia datang, mati dan bangkit menyediakan damai sejahtera bagi kita. Siapa pun boleh menganggap kita bodoh dan tidak masuk akal tetapi kelemahan Allah lebih kuat daripada kekuatan manusia, kebodohan-Nya jauh lebih hebat dari hikmat manusia.
Tuhan tidak melihat lahiriah kita tetapi apakah kita memiliki hati hamba? Di dalam Kristus kita menjadi ciptaan baru sekaligus diberi amanat untuk membawa berita pendamaian kepada orang lain (2 Kor. 5:15-18, 21). Dengan demikian dunia menjadi damai bila kita menjadi milik Kristus. Amin.