Setan seolah-olah ingin meremukkan Yesus de-ngan segala kesengsaraan yang tak tertang-gungkan itu. Betapa inginnya dia mengulang peristiwa di Taman Eden di mana ketaatan manusia pertama telah digagalkan. Namun dia hanya berhasil meremukkan tumit-Nya!
Yesus tetap bertahan. Ketaatan-Nya kepada Bapa harus sempurna untuk mengompensasi semua ketidaktaatan manusia termasuk kita. Sedikit saja Ia melakukan kesalahan, proses penyelamatan akan gagal. Sekali lagi, Yesus tetap bertahan! Tanpa kemarahan, tanpa kepa-hitan, tanpa angan-angan untuk membalas dendam dan tanpa sedikitpun kebencian.
Di tengah penderitaan itu Yesus masih kuat bertahan untuk menyelesaikan tugas-Nya dengan baik hingga akhirnya.
Setelah mengecap anggur asam, Ia tahu saat kematian-Nya telah sangat dekat dan dengan penuh kemantapan dan kemenangan Dia berseru, “sudah… selesai!” Misi yang diemban-Nya telah diselesaikan dengan baik. Ia telah menuntaskan semuanya! Semua kesengsaraan yang harus ditanggung telah selesai! Peperangan dengan setan telah selesai, ketebusan manusia telah selesai, kematian, kuburan dan siksa neraka….Semua yang seharusnya tertimpa pada manusia telah diselesaikan-Nya dengan tuntas! Itulah saat Yesus memijak kepala ular dan meremukkannya! Kemenangan Yesus adalah kemenanganku dan kemenangan kita semua!
Hatiku serasa meledak mendengar gelegar suara-Nya namun dibarengi dengan kelegaan besar yang menyelimuti hatiku: Dia telah melakukan-Nya! Dan Dia telah melakukan-Nya untukku! Bagaikan prajurit yang tidak menghiraukan nyawanya tetapi rela mati bagi kemerdekaan dan kebahagiaan bangsanya, Yesus rela mati agar kita mendapatkan kehidupan kekal. Ia rela miskin agar kita menjadi kaya. Ia rela disengsarakan untuk kebahagiaan kita.
Bapa di Surga melihat semua itu. Pandangan-Nya kembali kepada Putra tunggal-Nya dalam ketaatan mutlak pada tugas yang dibebankan kepada-Nya. Bapa selalu mengatakan betapa Dia berkenan akan Yesus. Penyelesaian tugas hingga akhir membuktikan Yesus senantiasa mem-perkenan hati Bapa-Nya.
Ketika Adam pertama memercayai kata-kata Iblis yang memengaruhinya serta memper-taruhkan hidupnya kepada Iblis, kini Adam terakhir menyerahkan hidup-Nya kepada Pemilik-Nya. Ia kembali memanggil Allah sebagai Bapa-Nya, “Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuse-rahkan Roh-Ku”, kata-Nya dengan suara nyaring lalu menyerahkan nyawa-Nya.
Saat itu juga tabir Bait Suci terbelah dua dari atas sampai ke bawah dan terjadilah gempa bumi, bukit-bukit batu terbelah, kuburan-kuburan terbuka dan banyak orang kudus yang meninggal bangkit (Mat. 27:51-52). Nyawa Yesus sebagai manusia telah berakhir tetapi ini bukan akhir dari segalanya. Sesuatu yang baru penuh harapan telah datang! Jalan kembali menuju kepada Allah telah terbuka! Semua halangan dan rintangan telah dihancurkan dan kubur tidak lagi mampu menahan kematian.
Sahabatku, Golgota yang sebelumnya begitu mengerikan kini menjadi tempat kemenangan. Kepala pasukan yang sejak awal melihat seluruh peristiwa dan menyaksikan bagaimana Dia mati mengatakan, “Sungguh Orang ini adalah Anak Allah!” Sahabatku, jika dia yang tadinya ikut menyiksa, menghina bahkan ikut menyalibkan-Nya dapat mengakui bahwa Yesus adalah Anak Allah, mengapa banyak dari kita masih meragukan-Nya?
Aku melihat begitu banyak mukjizat terjadi di sekitar penyaliban-Nya. Sebutan “Tempat Tengkorak” sebagai lambang tempat kematian menjadi tempat di mana gereja Tuhan dilahirkan di sana!
Di kayu salib yang tampak merupakan akhir dari kehidupan telah menjadi tempat dimulainya sebuah kehidupan baru. Di kayu salib di mana keputusasaan dan tiada harapan begitu mencekam telah menjadi tempat penuh pengharapan yang menjanjikan kekekalan. Di kayu salib, aku melihat kasih yang mengalahkan kebencian. Di kayu salib, aku melihat “Terang Dunia” yang telah mengalahkan kegelapan dunia yang penuh dosa. Ya, di kayu salib aku melihat segala kejahatanku namun di sana pula aku melihat limpahnya kemurahan Allah menutupi, mengampuni dan membebaskanku. Di sanalah tempat bertemunya keadilan dan kemurahan. Di kayu salib aku melihat bukti kasih yang tiada tara. Di kayu salib adalah tempat di mana Allah dan manusia diperdamaikan.
Kemanusiaan Yesus memang mati di kayu salib namun Dia bangkit kembali dan dia tidak mati lagi. Karena Dia hidup selamanya, maut tidak berkuasa lagi atas-Nya.
Aku bangkit dan berdiri. Aku yang merasa telah mati ternyata masih hidup dan mempunyai pengharapan di dalam Dia. Mengapa aku harus cemas jika Yesus, Pembelaku, begitu mahakuasa? Mengapa aku harus takut kepada maut yang telah dikalahkan-Nya?
Ya Yesus, bersama-Mu aku telah mati bagi dosa-dosaku; kini aku mau bangkit dan hidup bersama-Mu. Hidup bagi-Mu dalam Kristus Yesus!
---===o0o===---